Semuanya hanya kepura-puraan
Nyatanya hidup tak selalu indah
Hidup juga tak selalu memberimu rasa manis
Kuncinya hanya ikhlas dan sabar dengan semua kehendak Tuhan🌼🌼🌼
Tok ... tok ... tok ...
Suara ketukan pintu terdengar di kamar Cadee, namun siempunya masih menjelajahi alam mimpi--nyenyak dengan tidurnya.
Tidak ada suara yang keluar dari dalam, akhirnya Aldric memutuskan untuk membukanya menggunakan kunci cadangan. Dia tidak sendirian saat ini, bersama dengan wanita muda yang dipanggilnya untuk menemani dan memenuhi semua kebutuhan Cadee selama mereka di sana.
Setelah pintu berhasil dibuka, Aldric geleng kepala melihat gaya tidur Cadee yang sangat lucu, malang melintang di tengah-tengah kasur, meringkuk seperti bayi dan memeluk bantal guling dengan erat.
"Ehm ..." Aldric masih fokus pada Cadee yang sama sekali tidak terpengaruh, padahal suaranya sudah lebih dikeraskan.
Manusia ini sedang tidur atau gladi resik mati?
Aldric geram dan mendekat ke arah kasur, berjalan dengan cepat sambil memendam kedongkolan. Dia tidur saja masih menyebalkan, apalagi bangun? Batinnya kesal.
Tidak ada cara lembut, Aldric membangunkan Cadee dengan membekap wajah mungil itu dengan bantal kepala, tidak terlalu ditekan memang, namun masih mampu membuat Cadee meronta-ronta.
Aldric melepaskan tangannya pada bantal tersebut, Cadee langsung mengambil napas dengan cepat--mengambil asupan udara sebanyak-banyaknya.
"Are you crazy?" Tanyanya marah sambil tangannya menepuk-nepukkan dada.
Aldric bersidakep dada, menatap Cadee datar seperti tidak pernah berbuat kesalahan apapun. "I am." Jawabnya santai, tersenyum mengejek yang sangat menyebalkan di mata Cadee.
"Bagaimana kalo aku mati?" Tanyanya sekali lagi dengan nada suara yang meninggi.
"Mati bukan hal yang buruk." Jawabnya enteng tanpa dosa.
Cadee berdecak sebal, sudah pasti kalah adu mulut dengan pria terseksi di negaranya. KATANYA. Kata semua orang yang matanya sudah pada buta dan otaknya sudah tidak berfungsi.
Cadee menyadari ternyata Aldric tidak sendirian, ada perempuan muda bersamanya, memakai kaos santai dan celana kargo panjang.
Mengerti akan kebingungan Cadee, Aldric memperkenalkan wanita tersebut. "Ini maid yang akan membantu segala kebutuhanmu." Aldric memperkenalkannya tanpa ekspresi.
"Aku bukan bayi." Sautnya kesal.
"Well, tapi kau tidur seperti bayi, itu sudah menjelaskan semuanya." Terdengar santai namun dengan nada mengejek.
Cadee mendengus, lagi-lagi pegal bicara dengan manusia bermulut tajam. Tidak ingin memperpanjang, akhirnya dia mengulurkan tangan pada maid itu. "Hai, siapa namamu?" Tanyanya lembut, berbeda sekali tatapannya saat menatap Aldric.
"Lia nyonya." Maid tersebut tidak membalas uluran tangan Cadee, malah menunduk dalam seraya menautkan jari-jemarinya.
"Astaga." Ucap Cadee kaget, mengambil paksa tangan Lia dan menjabat tangan itu. "Aku bukan nyonya, aku hanya tawanan di sini, kita sama-sama korban manusia berhati iblis itu." Ujarnya dengan suara keras, menekankan kata iblis di akhir kalimatnya, biar pria itu merasa.
Aldric yang sadar tengah disindir hanya menaikan sebelah alisnya, ekspresinya masih sedatar biasa, tidak tahu apa isi hatinya saat ini, Cadee pun tidak ingin mengetahuinya. Tidak penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unimaginable Destiny [MIKHELSON'S SERIES 1] (Completed)
Ficción GeneralAldric Anthony Mikhelson pewaris Mikhelson Group, perusahaan gas terbesar di dua negara. Pria dengan segala kekayaan berlimpah, penguasa dunia bisnis dan memiliki ketampanan yang diluar batas wajar. Pria dingin dengan segala sifatnya yang membuat pa...