🦋 Hugs in the morning

66 7 0
                                    

Sesampainya di kamar, Cadee langsung mandi dan keramas lagi, tidak ingin sakit setelah terguyur hujan, akhirnya mau tidak mau dia harus melakukannya lagi.

Setelah mandi, Cadee memakai piyama seperti tadi namun yang ini berwarna merah, sengaja memilih piyama yang berlengan panjang dan celana panjang juga.

Cadee menaiki ranjangnya dan menyelimuti dirinya sendiri, di luar hujan lebat, terdengar suara petir dan guntur yang saling bersahutan, padahal tadi saat akan makan malam masih terlihat banyak bintang.

Tak ingin memikirkan terlalu jauh, akhirnya Cadee memutuskan untuk tidur, memejamkan matanya dan meringkuk memeluk bantal guling seperti kebiasaannya.

Karena tadi sore tidurnya lama, sampai waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, matanya enggan untuk terpejam.

Saat dirinya bernyanyi dengan suara pelan agar cepat mengantuk, tiba-tiba ranjang di sebelahnya bergerak, Cadee sontak membuka selimutnya dan melihat Aldric telah memakai baju piyama panjang masuk ke dalam selimut yang sama.

"Ini kamar saya." Ucap Cadee kebingungan.

"Aku tau." Jawabnya singkat, memang tidak ada adegan pelukan seperti di buku-buku yang sering Cadee baca, Aldric malah membelakanginya dan ikut meringkuk memeluk bantal guling.

Merasa ada yang aneh, Cadee memberanikan diri menyentuh punggung Aldric, benar saja, tubuh Aldric bergetar hebat, badannya panas tinggi, Cadee bisa merasakannya walaupun hanya menyentuh dari luar piyama saja.

Panik, Cadee lalu turun dari kasur dan berjalan ke sisi satunya, melihat Aldric yang pucat dan berkeringat banyak, tangannya terulur untuk memegang kening Aldric yang ternyata panasnya begitu tinggi.

Tak menunggu lama, Cadee lalu mengambil air dingin dan mengompreskannya pada kening Aldric. Mengambil bangku di pojok ruangan dan duduk disana, menaruh baskom berisi air di atas nakas.

Cadee lalu mengambil tissue dan mengelap semua keringat yang sudah memenuhi wajah pucat pasi itu, Aldric bahkan terus meracau yang tidak jelas.

Saat sudah menyelesaikan pekerjaannya, Aldric sudah sedikit lebih tenang, panasnya pun sudah sedikit berkurang, lalu Cadee bangkit dari duduknya dan tiba-tiba tangannya dicekal oleh tangan Aldric.

Mata hitam itu terbuka sayu, ketakutan dan lemah, sangat berbeda dengan mata elang yang biasa ditunjukkannya pada semua orang, Aldric saat ini begitu rapuh dan rentan.

"Temani aku." Mohonnya dengan suara purau.

"Aku akan ambil air minum sebentar." Ucap Cadee gugup sembari melepaskan pegangan tangan Aldric, Cadee berjalan cepat ke dapur dan mengambil sebotol air besar dan dua gelas kosong, mencoba mengatur napasnya yang tidak karuan, ada perasaan aneh yang menjalari setiap sendi-sendi tubuhnya.

Cadee kembali dan memberikan segelas air pada Aldric, membantunya minum dan menidurkannya lagi.

Saat dirinya hendak pergi, tangannya kembali dicekal oleh Aldric. "Temani aku." Pintanya sekali dengan suara purau yang sama, Cadee tidak tega untuk membantahnya dan kembali duduk di kursi sebelah Aldric.

Tangan Aldric menggenggam tangan lembut Cadee dengan erat, seolah menyalurkan semua kegelisahan di dalam dirinya. Aldric membawa tangan itu ke pelukannya, lalu tak lama dirinya kembali terlelap dengan damai.

Cadee memperhatikan wajah Aldric lekat, bibirnya sampai membiru, reaksi tadi yang dilihatnya sama persis seperti reaksinya ketika bertemu kucing.

Tunggu, jangan-jangan Aldric phobia sesuatu?

Cadee mencoba mengelus kening Aldric yang berkerut tegang, mulai bernyanyi dengan suara pelan dan mendayu, tak lama rasa kantuk menyerangnya, Cadee pun akhirnya memutuskan untuk tidur dibangku dengan kepala bersandar pada pingiran kasur, tidak tega untuk menarik tangannya yang ada dipelukan Aldric, pria itu masih nampak pulas dengan tidurnya.

Unimaginable Destiny [MIKHELSON'S SERIES 1] (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang