Megumi

571 29 1
                                    

1945.

Gerimis salju menutupi sebagian pelabuhan Yokohama di bulan Desember ini. Salju sudah seminggu mengguyur seluruh kota. Dari utara sampai selatan. Membuat seluruh aktivitas pelabuhan menjadi sepi. Deretan kapal yang berjejer nampak membeku sejak dini hari. Para kuli kapal banyak yang enggan keluar. Begitupun warung-warung yang biasanya menjajakan dagangan.

Tapi di satu sisi pelabuhan terlihat kesibukan yang berbeda. Beberapa orang nampak bergegas keluar masuk kesebuah kapal. Mereka nampak tidak perduli walau tusukan angin dingin yang membekukan tulang. Mereka adalah para tentara Amerika yang hendak keluar dari Jepang.

Namun tidak jauh dari situ terlihat suatu keributan kecil. Sekitar 7 orang pria sedang mengepung sepasang suami istri dan anak bayinya. Sang suami nampaknya sudah meninggal. Sementara istrinya nampak terkapar dilantai pelabuhan.

Namun perlahan sang istri berusaha bangkit. Nafasnya tersenggal-senggal. Sementara matanya tak lepas menatap tajam ke arah tujuh orang begundal itu. Ia pun berdiri. Kakinya masih sempoyongan. Namun Katana ditangan kanannya tetap digenggam kuat. Dilihatnya Kazuo sudah tidak lagi bernapas. Lambung dan lehernya tertembus katana sang Oyabun Noboru Furukawa yang nampak masih berdiri tegak dihadapannya dengan wajah penuh kemarahan.

 Lambung dan lehernya tertembus katana sang Oyabun Noboru Furukawa yang nampak masih berdiri tegak dihadapannya dengan wajah penuh kemarahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kimono sang oyabun itu nampak berkibar tertiup angin. Ia menatap penuh benci ke arah sang Shatei Gashira, si letnan kepercayaan, yang ternyata melakukan pengkhianatan besar. Si Letnan itu membawa kabur istri mudanya.

"Menyerahlah Megumi!"

"Atau kamu dan anakmu sama-sama mati" seru seorang lelaki yang berdiri dibelakang Noboru. Dia adalah Ken Ichi. Seorang Wakagashira. Tangan kanannya nampak menghunus sebuah pedang Katana.

Megumi hanya diam. Perlahan ia meneteskan air mata melihat sosok anaknya, Takeshi, yang masih berusia sebulan. Ia terbaring dilantai pelabuhan sambil berselimutkan karung goni yang robek disana-sini. Menangis merindukan dekapan ibunya ditengah dinginnya malam.

"Anakku harus hidup" benaknya menguatkan diri.

Megumi mengelap bibirnya yang mengeluarkan darah. Dieratkan genggamannya pada Katana milik Kazuo itu. Cahaya pedang itu berkilauan ditempa sinar bulan. Megumi menguatkan hati. Ditatapnya mata Noboru dengan kebencian yang memuncak. Kemudian ia mengangkat pedangnya ke atas kening. Diikuti oleh tawa Noboru dan para pengikutnya.

Megumi pun bergumam sambil menatap tajam mata sang Oyabun itu.

"Tsumi o nikunde hito o nikumazu"

"Tsumi o nikunde hito o nikumazu"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sang Pengacara "Yakuza"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang