"Surrender Agreement"

140 13 0
                                    

USS Missouri. 2 September 1945. Pukul 9.04.

Diatas kapal perang AS itu Jepang menyerahkan diri kepada AS dan sekutunya. Menteri Luar Negeri Jepang Mamoru Shigemitsu dan Jenderal Yoshijiro Umezu menandatangani Instrument of Surrender yang telah disiapkan pemerintahan Presiden AS Harry S. Truman. Sementara pihak sekutu yang diwakili oleh Jenderal Douglas MacArthur juga ikut menandatangani dan menerima proses penyerahan diri Jepang tersebut.

Surat yang ditandatangani itu berisi penyerahan total dan absolut Jepang kepada sekutu. Suatu hal yang mustahil sebenarnya. Tidak masuk diakal.

"We, acting by command of and in behalf of the Emperor of Japan. We hereby proclaim the unconditional surrender to the Allied Powers of the Japanese Imperial General Headquarters and of all Japanese armed forces and all armed forces under Japanese control wherever situated"

 We hereby proclaim the unconditional surrender to the Allied Powers of the Japanese Imperial General Headquarters and of all Japanese armed forces and all armed forces under Japanese control wherever situated"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Banyak yang tidak percaya.

Masyarakat Jepang lebih baik mati daripada menyerah. Tapi toh kenyataannya Jepang sudah mengaku kalah. Padahal itu sama sekali bukan sifat mereka. Bukan jiwa masyarakat Jepang.

Mereka bahkan memiliki unit-unit pelaku serangan bunuh diri yang disebut tokubetsu kōgeki tai (特別攻撃隊) atau tokkōtai (特攻隊) pada setiap titik tempur.

Mati bukan masalah bagi mereka. Mereka justru bangga. Sifat berani mati ini bukan saja terpatri pada tentara Jepang semata melainkan seluruh masyarakat Jepang.

Cerita keluarga Letnan Satu Penerbang Hajime Fujii adalah contoh yang paling mudah. Ia adalah seorang penerbang handal yang dilarang negara untuk melakukan kamikaze karena dianggap aset bangsa dan memiliki istri serta dua anak yang masih kecil.

Gerah karena nasionalisme Fujii dibatasi maka istrinya menenggelamkan kedua anaknya yang masih balita di sungai Arakawa. Kemudian istrinya meninggalkan secarik surat kepada suaminya. Setelah itu ia bunuh diri.

Di surat yang ditujukan kepada suaminya itu, Fukuoka berpesan, agar Fujii terus berjuang untuk negara dan tidak perlu lagi memikirkan keluarganya. Fukuoka bilang bahwa ia dan dua anaknya menunggu Fujii di alam fana.

Dipagi yang sama, 14 Desember 1944, polisi setempat menemukan jasad mereka. Fujii tentu terpukul. Namun ia justru memotong jari kelingkingnya. Dengan darahnya ia menuliskan surat permohonan kepada militer Jepang agar mengijinkan dirinya untuk berperang.

Pada 8 Februari 1945, Fujii menjadi komandan skuad 45 Shinbu yang ia namakan "Kaishin" atau yang berarti "Semangat Kebahagiaan". Dan pada dini hari tanggal 28 Mei 1945, pasukan berani mati itu kemudian menabrakkan pesawat tempur mereka ke kapal USS Drexler di Okinawa.

Fujii pun akhirnya kembali berkumpul dengan istri dan kedua anaknya.

Itulah Jepang.

Itulah Jepang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Footnote:

Hajime Fujii (30-08-1915) adalah instruktur pilot tempur andalan Jepang yang bertugas disekolah militer Kumagaya di Kaitama. Ia memiliki seorang istri yang bernama Fukuoka serta anak yang berusia 3 tahun Kazuko serta 1 tahun Chieko.

Sang Pengacara "Yakuza"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang