"Sepi Membunuh"

40 7 0
                                    

Malam sudah larut. Namun RS Borromeus dipenuhi para wartawan yang berjubel di pelataran parkir, lobby dan ruang tunggu.

Tiba-tiba mereka terlompat dan ramai-ramai merubung ambulans yang baru masuk dan berhenti didepan ruang UGD.

Beberapa saat kemudian ambulans itu membuka pintunya. Aimee Andara keluar dengan mata yang sembab. Di depannya nampak beberapa polisi yang siap menghadapi media massa yang berkerumun.

Beberapa wartawan nampak mengerubungi Kanit Jatanras AKP Moses Djoni dan Iptu Beni Sihombing yang memimpin penggerebekan di kawasan Bandung selatan itu. AKBP Moses mengatakan bahwa pihak Polda Jabar bekerjasama dengan Polda Metro Jaya berhasil menumpas sebuah sindikat kejahatan yang menyandera taipan Chandra Widjaja karena sengketa proyek Disneyland.

"Nama organisasinya apa, Pak?"

"Berapa jumlah korban yang meninggal?"

"Kami belum bisa memberikan penjelasan lain yang lebih detil. Proses penyidikan dan penyelidikan masih harus dilaksanakan terlebih dahulu" jawab AKP Moses.

Dian berusaha menyelinap namun jalannya tertutup oleh para polisi dan wartawan. Sampai akhirnya beberapa orang wartawan memergokinya.

"Bagaimana perasaannya anda??" serbu wartawan berambut ikal.

"Apakah mbak sedih dengan kejadian ini??" teriak reporter TV menyeruak.

"Mbak Aimee sebentar aja dong, pleaseeeee!!" jerit reporter infotaintment.

Dian tidak menjawab. Ia hanya tersenyum dan menunggu saat yang tepat untuk pergi dari kerumunan itu.

Tiba-tiba matanya tertumbuk pada sesosok wanita yang berdiri dibelakang para wartawan itu. Matanya sembab namun memandang Dian dengan tajam.

Dian merasa risih. Ia membuang pandangan ke arah jalan raya. Tapi sudut matanya menangkap sosok wanita itu menyerbu ke ambulans dan memeluk Alex erat-erat.

"Hai sayang..." ujar Alex tersenyum lemah.

Sisca langsung menciumi Alex tanpa memperdulikan tatapan orang yang risih.

Alex tidak dapat berbuat banyak. Tapi matanya mencari Dian. Ia berutang nyawa pada gadis itu.

Di depan kerumunan itu Alex menangkap sosok Dian yang berusaha menjauh dari keramaian. Kemudian menghilang. Alex mencoba memicingkan matanya. Tapi ia terlalu lemah. Matanya pun terpejam lagi.

Di sudut lain rumah sakit itu berhenti sebuah ambulans lain. Dana keluar sambil menggandeng tangan sang nenek dari ambulans yang membawa jenazah ayahnya. Neneknya memaksa untuk memandikan putra tunggalnya saat ini juga. Tidak ada yang bisa melarang.

Suasana malam itu cukup dingin. Namun cukup pengap karena banyak sekali teman sang nenek yang datang dan berkerumun di sekitar ambulans itu. Mereka memeluk sang nenek yang cukup tegar menghadapi ini semua.

Dana menyingkir. Ia keluar dari RS dan duduk di depan pelataran parkir luar rumah sakit. Di depannya terlihat Toko Yu yang sudah tutup. Suasana sangat hening.

Gelap.

Perlahan Dana menitikkan air mata. Ayah sudah tiada. Sosok lelaki yang tidak banyak bicara namun sangat menjunjung tinggi nilai kehormatan.

Honour will echoes in eternity.

Begitu pesan ayahnya. Kehormatan tidak akan hilang sampai kapan pun selama terus diperjuangkan. Sampai titik darah penghabisan.

Dana mengusap air matanya yang jatuh perlahan. Jalanan didepannya itu adalah saksi bisu kala tiap subuh sang ayah menemani Dana berlari pagi. Sejak kecil sampai tadi pagi.

Tangis itu tiba-tiba tumpah. Air mata turun semakin deras. Tanpa sadar Dana terjatuh ke depan. Ia bersujud di jalanan yang ikut menangis itu. Ia tidak kuat menahan sakit yang datang tiba-tiba.

Sepi ini membunuhnya.

Sang Pengacara "Yakuza"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang