Kaki-kaki pendek Jimin dengan cepat menaiki satu-persatu anak tangga di sekolahnya, kemudian berlari menuju ruang musik yang berada di ujung lantai dua sekolahnya.
Ia berlari dan terus berlari sampai langkahnya reflek memelan ketika bola mata cantiknya dapat menangkap punggung seseorang yang begitu dikenalinya. Jimin mengulas senyum tipis meski nafasnya terengah-engah, ia melangkahkan kakinya secara perlahan mendekati orang itu.
"Oi"
Panggilan Jimin lantas membuat orang yang tengah mengunci pintu ruangan musik itu menoleh, agak terdiam sejenak di tempatnya untuk memastikan apa yang dilihatnya adalah benar dan bukannya fatamorgana.
"Min Yoongi!!"
Namanya disebut dengan jelas, pun suara yang terdengar memanggil namanya dapat ia ketahui dengan mudah sekalipun tidak melihat sosoknya, ia terlampau hafal dengan suara ini.
Dan detik kemudian, yang bisa Yoongi rasakan hanyalah rasa lembab serta dingin dari bibir seseorang yang menyapa permukaan bibir miliknya.
Yoongi masih terdiam tanpa berniat membalasnya, ia terlarut dengan pikirannya sendiri, masih terus meyakinkan bahwa ini adalah nyata, dan orang yang ada di hadapannya, yang tengah menciumnya, adalah seorang Park Jimin dan dia nyata, bukan fatamorgana.
Terdengar desahan dari Jimin ketika ia memutuskan untuk menyudahi ciumannya karena tidak kunjung mendapat balasan. Jimin menatap Yoongi khawatir, khawatir jika keberadaannya sudah tidak lagi diinginkan oleh pria itu, khawatir jika Jimin sudah benar-benar tidak memiliki kesempatan, khawatir jika Yoongi sudah terlalu banyak disakiti olehnya sampai tak lagi percaya pada Jimin, dan segala macam pikiran buruk lainnya yang membuat jantung lelaki manis itu berdetak dengan cepat.
Jimin menundukkan kepalanya, "MㅡMaaf, gue.... "
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, tangan Jimin sudah lebih dulu ditarik dan membawanya masuk ke dalam ruang musik. Dapat ia lihat, Yoongi juga mengunci pintunya.
Ada perasaan senang sekaligus takut yang hadir bersamaan, takut jika Yoongi akan melampiaskan kemarahannya di sini, namun itu hanya pikiran konyol Jimin saja, karena nyatanya Yoongi justru menarik lelaki kecil itu untuk masuk ke dalam pelukan hangatnya.
Yoongi memeluk tubuh Jimin dengan erat, mengusap-usap kepalanya dengan sayang, "Lo balik" gumam Yoongi, masih tak percaya.
Jimin mengangguk di dalam pelukan mantan kekasihnya, "Hm, gue balik. Buat lo. ㅡMaafin gue, Yoongi" Jimin tanpa sadar meremas kuat jaket Yoongi, menyelusupkan wajahnya ke ceruk milik pemuda tampan itu.
"Maaf gue jahat sama lo, maaf gue udah egois. Yang gue bilang, cara gue buat lo bahagia itu dengan gue yang ngejauh ㅡitu semua bullshit, maaf Yoongi. Gue cuma terlalu pengecut buat hadepin semuanya, maaf gue justru ninggalin lo sendirian disaat lo butuh gue. Maaf" turur Jimin dengan suara parau, hampir menangis. Mengeluarkan semua hal yang ingin ia katakan pada Yoongi.
Yoongi menggeleng, ia masih setia mengusap belakang kepala Jimin, menarik sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman lega. Lega karena ia akhirnya memiliki sedikit titik terang untuk masalahnya. Yoongi tidak peduli tentang apa yang akan ia lalui nantinya, asal Jimin sudah bersamanya ia rasa itu cukup. Yoongi hanya butuh Jimin di sisinya, hanya Jimin.
"Bukan salah lo" gumam Yoongi.
Jimin secara perlahan melepas pelukannya, menatap Yoongi dengan niat yang tulus, "Yoongi, lo mau kasih satu kesempatan lagi buat gue?"
"Hm?"
"Gue tentunya gak akan bisa ngebiarin calon ayah dari anak-anak gue kelak direbut sama orang yang gak bener"
KAMU SEDANG MEMBACA
ROOM 779 ; YoonMin [END]
Fanfiction[sedang dalam perbaikan] [Yoonmin's story by pito] Berada dalam satu kamar setiap harinya bersama seorang siswa populer yang punya julukan ice prince. Apakah Jimin sanggup? ⛔ Non Baku Warn!! BxB! BoysLove!! Bahasa kasar!!!! 🔞 Jangan salah lapak p...