[033]

12.5K 1.3K 361
                                    

"Kakak, ikut ayah yuk"

Jimin yang tengah duduk bersila di atas sofa dengan segelas susu putihnya segera mengalihkan pandangannya dari film kartun di televisi dan menatap penasaran ke arah sang ayah yang kini sedang memakai sepatu.

"Kemana?"

"Pabrik, liat-liat aja biar kakak gak sedih terus"

Jimin menundukkan kepalanya, "Aku udah gak sedih" cicitnya.

"Hehe syukur deh, tapi ayo ikut ayah. Di sana banyak stoberi, kamu boleh mam sepuasnya"

"Beneran?!!" Jimin lantas bangun dari sofa, ia nampak antusias dan begitu senang setelah mendengar kata strawberry.

"Bener, ayo! Mumpung adek mu belum bangun, kalo dia bangun nanti minta ikut"

Jimin mengangguk-angguk antusias, "Tunggu aku mau ganti celana, tunggu ayah!!"

"Iya sayaaang"

Minyoung yang sedari tadi berdiri di depan pintu lantas tersenyum tipis usai melihat puteranya berlari dengan cepat naik ke atas, diliriknya Seojun, sang suami yang juga tengah tersenyum.

"Kamu mau bawa dia ke pabrik?"

Seojun mengangguk, "Yah, aku gak bisa liat anak aku murung terus, mungkin cari sedikit angin bisa bikin dia tenang"

Minyoung mengangguk paham, kemudian memperhatikan raut wajah suaminya yang berubah murung "Seojun, berhenti salahin diri kamu ya? Hm?"

"Emang salah aku sayang, kalo aja aku punya pekerjaan yang lebih baik, gak mungkin Jimin kita menderita kayak gini" gumam Seojun.

Minyoung menggeleng pelan, ia mengelus-elus pundak lebar suaminya itu guna menenangkan.

Beberapa hari lalu Jimin akhirnya menceritakan semuanya, kepada Minyoung juga kepada suaminya dan hal itu hanya berakhir dengan sang suami yang tidak berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Seojun terus menganggap bahwa ini salahnya karena Jimin harus terlahir dari pria miskin sepertinya, salahnya karena Jimin tidak bisa menjadi standar untuk orang-orang kelas atas, salahnya karena putera kesayangannya diperlakukan tidak baik oleh orang-orang. Ini semua salahnya.

Menurut Seojun seperti itu.

Tentu, perasaan seorang ayah kadang lebih sensitif dari pada seorang ibu apalagi menyangkut masalah anak-anaknya. Seorang ayah yang menjadi pillar keluarga, merasa bahwa kebahagian keluarganya merupakan tanggung jawabnya. Dan saat ini, Seojun merasa tidak berhasil menjadi pillar keluarganya.

"Sayang, jangan pasang muka kayak gitu nanti Jimin bisa curiga. Kalian seneng-seneng ya??"

Seojun mengangguk pelan, ia mengecup kening istrinya dengan lembut, "Hm"

"ㅡAyaaaah tungguuuu"

Seojun lantas kembali memasang wajah sok cerianya, ia menatap sang anak yang tengah berlari mendekatinya.

"Jangan lari-larian kak" tegur Seojun.

"Hehe" Jimin memeluk lengan ayahnya kemudian menatap sang ibu, "Bunda gak mau ikut?"

Minyoung menggeleng, "Nanti adek mu bisa nangis kalo bangun-bangun gak ada orang"

"Ohiya, yaudah aku sama ayah aja. Nanti aku bawain stoberi!!"

"Iyaa, anak bunda paling baik"

7⃣7⃣9⃣


Sementara di tempat lain, tepatnya di sebuah kamar yang terlihat cukup redup.

Terdapat seorang lelaki dewasa yang nampak jengah mana kala matanya menatap seseorang yang termenung di atas kasurnya. Lelaki itu menghela nafas sebentar, melangkahkan kaki mendekati remaja itu.

ROOM 779 ; YoonMin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang