Selamat Membaca
BAGIAN 17
Jalan move on tersulit adalah ketika kamu selalu bertemu dengannya. Bukan masalah orangnya, tapi kenangan itu yang takkan bisa terlupakan. Kecuali jika tak lagi saling menyapa.
*
*
*Kedatangan Billa di rumah Sania yang begitu mendadak membuat Sania kewalahan, tentu saja. Billa datang dengan wajah paniknya, belum lagi ia meminta Sania untuk menemaninya menemui Lukas.
"Lo jangan panik gitu. Emangnya ada apaan, sih?" Sania menghidangkan minuman segar dan langsung disambar oleh Billa. Gadis itu menenggak hingga tersisa setengah gelas. "Pelan-pelan, Bil."
"Please, anterin gue ke rumah Lukas," pintanya sudah beberapa kali dan berulangkali pula Sania bertanya perihal tujuan Billa.
"Duh, gue gak bisa. Lo tau sendiri, kan, gimana Lukas. Gue gak mau dia terlalu percaya diri dan beranggapan bahwa gue masih memiliki perasaan yang sama."
Billa mengembuskan napasnya, dia cukup tahu tentang itu. Tapi, sekarang bukan saatnya mempermasalahkan perilah perasaan ataupun gengsi.
"Lo tau Om Tristan?"
Sania mengangguk.
"Inget gak waktu dulu dia pernah bilang mau ngontrak kita di kafe dia?"
Sania mengangguk lagi.
"Dan sekarang dia minta kita perform di acara pernikahan anaknya. Kalau penampilan kita bagus dan banyak yang suka, Om Tristan bakalan ngontrak kita," papar Billa girang.
Bola mata Sania melebar mendengar hal itu. Dia tahu betul kafe yang dipegang Om Tristan bukanlah kafe sembarangan. Itu salah satu tempat favorite anak muda jaman sekarang untuk sekadar berkumpul ataupun yang lainnya. Dan berdasarkan pengetahuannya, kafe itu tak pernah sepi pengunjung. Malam ataupun siang selalu terisi. Belum lagi, bayaran yang pernah ditawarkan Om Tristan sangat melejit, wajar saja, beliau memiliki bisnis di mana-mana bahkan sampai ke luar negeri.
"Seriusan lo?" tanya Sania masih dengan wajah syok-nya.
Billa mengangguk. "Makanya gue minta lo temenin gue ke rumah Lukas. Dia pasti belum tahu tentang ini."
"Tapi, lo tahu dari mana?" tanya Sania heran.
"Dikasih tahu sama Bana. Bokapnya Bana, kan, teman Om Tristan."
Sania menarik napasnya dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan perlahan. Ia memijat pangkal hidungnya karena tiba-tiba kepalanya terasa berat. "Kenapa harus gue?" tanyanya.
"San, lo keberatan nemenin gue? Hanya karena rasa gengsi lo, lo ngorbanin nama baik band kita?"
"Bukan gitu maksud gue," kilah Sania, "tapi emang harus banget lo minta temenin sama gue? Bintang atau Bana gak bisa?"
"Gini, ya. Gue udah ngasih tau hal ini ke Bana, terus dia bilang dia lagi sibuk nyiapin beberapa lagu yang cocok buat acara nanti. Lo tau, kan, ini mendadak? Jadi gue nggak bisa minta tolong sama dia," terang Billa lalu menenggak sisa minumnya di gelas hingga tanggas sebelum melanjutkan penjelasannya. "Kalau Bintang, dia lagi di rumah sakit jagain Papanya. Dia bakalan nyusul setelah Tante Nella datang buat gantian jagain papanya. Jadi, gue juga gak bisa minta tolong sama dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Or Dare
Fiksi RemajaBalikan karena permainan bukan perasaan. Tentang mereka yang kembali bersama atas dasar permainan. Diberi tantangan hanya dalam waktu satu minggu. Akan tetapi, apakah mereka memilih berhenti setelah mencapai batas waktu yang ditentukan, atau melanju...