Bagian 03
Terima kasih pernah hadir memberi sejuta cerita manis yang sekarang menjadi kenangan pahit
*
*
*"Aku bingung mulainya dari mana," kata gadis itu. Matanya berkaca-kaca, pandangannya mulai memburam. Ia mendongak agar air itu tidak membasahi pipinya.
Sebuah tangan meraih jemari gadis itu, mengenggamnya erat. "Bingung kenapa? cerita aja, aku dengerin."
"Dia mantan aku dan serius deh, aku nggak minta dia buat dateng ke rumah."
Cowok itu tersenyum. Senyum yang akan menenangkan Sania. "Aku ngerti. Tapi, bohong jika aku nggak cemburu liat pacar sendiri lagi berduaan sama mantannya."
Sania menunduk, hal yang enggan ia tunjukan pada orang kini ada. Menangis.
"Jangan nangis San, jelek kan tuh," canda Cowok itu. Ia menghampus setetes air mata yang mengalir.
Sania mendongak, menatap cowok itu lamat-lamat. "Kamu marah?"
Cowok itu menggeleng. "Mau marah tapi nggak berguna juga. Yaudahlah, ikhlasin aja. Lagian aku gak bisa ngapa-ngapain kalo emang kamu masih sayang sama dia."
"Ar..." lirih Sania.
Gadis itu tak mau kehilangan orang yang selalu ada di sisinya saat ia rapuh dan membutuhkan pertolongan. Tapi perasaan memang tidak bisa dibohongi. Arkan baik dan tulus namun hatinya belum bisa menerima walau mereka tengah menjalin hubungan.
Arkan pun berusaha semaksimal mungkin agar Sania bisa lepas dari masa lalunya. Karena, Sania tersiksa dengan perasaan yang hanya bisa dipendam sendirian, padahal Lukas hanya berseneng-senang saja tanpa melibatkan perasaan.
"...Percaya sama aku."
Arkan berusaha tersenyum, tangannya terangkat mengelus puncak kepala gadisnya. "Aku selalu percaya sama kamu, apapun itu. Aku nggak akan ngelepas kamu, karena kalau sampai itu terjadi, Lukas bebas nyakitin kamu sesuka hatinya. kalau ada aku, ya aku bisa lindungin kamu. Begitupun kamu, harus bisa menghilangkan perasaan itu dan lihat aku yang ada di depan kamu."
Sania mengangguk, mengusap jejak air matanya yang kembali mengalir. Arkan menghentikan aksi gadis itu. Ia mengambil sehelai tisu dan membantu Sania.
"Maaf udah bikin kamu nangis," ucap Arkan tulus.
"Kamu nggak bikin aku nangis, mungkin aku yang terlalu cengeng."
"Gak papa cengeng tapi gemesin. Pipinya minta dicubit terus," kata Arkan. "Kayak gini." Tangannya lalu mencubit gemas kedua pipi Sania.
"Ih, sakit tau!"
***
"Arsha pengen jalan sama Lukas," pinta Arsha memohon.
"Nanti aja Sha, aku sibuk," elak Lukas.
"Sibuk ngurus koleksi pacar? Lukas, Arsha pengen jalan-jalan," rengek Arsha, apapun yang diinginkannya Lukas selalu menolak dengan alasan sibuk.
Lukas memang sibuk. Dia mengambil beberapa berkas yang tersimpan di kamar papanya. Ada beberapa hal yang harus dia selidiki mengenai kehilangan papanya yang tanpa menyisakan jejak. Entah sedang menetap di negara lain atau di alam lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Or Dare
Fiksi RemajaBalikan karena permainan bukan perasaan. Tentang mereka yang kembali bersama atas dasar permainan. Diberi tantangan hanya dalam waktu satu minggu. Akan tetapi, apakah mereka memilih berhenti setelah mencapai batas waktu yang ditentukan, atau melanju...