Selamat Membaca
BAGIAN 18
Kamu bilang kejujuran dan kepercayaan itu penting dalam hubungan. Tapi, kenapa kamu tak jujur padaku tentang apa yang sudah terjadi? Padahal, kejujuranmu juga berpengaruh pada kepercayaanku.
-Arkan-
***
Arkan hanya diam meski Sania sudah berusaha membuka percakapan agar tidak terjadi kecanggungan, lelaki itu masih saja enggan membuka mulutnya.
Sania mengembuskan nafas untuk kelima kalinya. Jujur dia bingung apa yang terjadi dengan kekasihnya itu. Kalau memang dia memiliki kesalahan, harusnya Arkan jujur padanya. Terkadang dia memang tidak peka dan selalu lupa apa saja yang telah diperbuatnya.
Tapi yang lebih membingungkan lagi adalah, Arkan ingin berbicara empat mata dengannya, tapi Arkan tidak sedikitpun mengeluarkan suaranya.
Mungkin Arkan tengah menyiapkan kata-kata yang ingin diucapkannya. Oke, Sania harus berpikir positif. Karena dia tahu, Arkan tak mudah marah padanya hanya pernah kesal saja.
"Kamu kenapa, sih? Dari tadi aku ajak ngomong kamu cuman bilang iya terus enggak," keluh Sania, "katanya mau ngomong empat mata tapi kamunya diem aja." Sania menurunkan bahunya lemas tapi ada sedikit perasaan was-was. Tidak biasanya Arkan seperti ini.
"Kamu yang kenapa?" Arkan malah balas bertanya.
"Kok malah nanya aku? Aku gapapa. Sekarang aku tanya, kamu kenapa?"
Arkan menjawab dengan gelengan kepala. Sania tak bisa menyangkal ada kejanggalan di diri Arkan. Cowok itu tengah menyembunyikan sesuatu darinya.
"Kalau ada apa-apa bilang sama aku jangan diem-dieman kayak gini. Gak enak tau jadi canggung. Aku gapapa kok, bilang aja. Masalah gak akan kelar kalau cuma dipendam. Apalagi kalau masalahnya menyangkut aku. Dan aku mau kamu jujur apapun sama aku. Nggak ada yang lebih indah dari sebuah hubungan selain jujur dan saling percaya."
Bisa Arkan lihat, cewek itu menanti kalimat jujur darinya. Tapi Arkan takut untuk mengatakan yang sebenarnya. Bahwa dia terbakar api cemburu.
"Kenapa kemarin nggak angkat telpon?"
Meski pertanyaan itu dilontarkan dengan nada biasa, tapi Sania merasa Arkan kesal atau bahkan marah padanya. Itu jelas saja, pasalnya kemarin Sania lupa membawa handphone, jadi dia tidak tahu kalau Arkan meneleponnya, belum lagi dia tak sempat mengabari cowok itu.
Sekarang Sania mulai mengetahui kesalahannya, tapi dia merasa masih ada satu kesalahan yang belum diketahuinya.
"Maaf, aku sibuk ba--"
"Sama mantan?" Arkan menyela
Sania tersentak kaget. Mulutnya terkunci. Tubuhnya mendadak kaku. Tiga kata itu sukses mengubah posisi duduknya yang semula menghadap cowok itu kini berpindah menatap lurus, melihat beberapa motor atau mobil yang terparkir.
Mereka kini berada di parkiran belakang sekolah. Arkan menahan cewek itu saat hendak keluar dari mobilnya, dia meminta Sania berbicara empat mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Or Dare
Novela JuvenilBalikan karena permainan bukan perasaan. Tentang mereka yang kembali bersama atas dasar permainan. Diberi tantangan hanya dalam waktu satu minggu. Akan tetapi, apakah mereka memilih berhenti setelah mencapai batas waktu yang ditentukan, atau melanju...