Waktu itu, waktu Nathan lagi nyenyak-nyenyaknya tidur siang, dibarengi mimpi yang menyenangkan, harus terbangun karena adanya guncangan di kasurnya. Ia pikir gempa, ternyata Milan yang datang dan langsung membanting diri di kasur Nathan.
Nathan hanya sekadar menoleh, melihat Milan tiduran tengkurap dengan mata sayu dan mengantuknya. Tercium bau keringat bercampur matahari yang sangat kuat, Nathan sama sekali tidak protes, karena justru dari bau itu Nathan bisa tau kalau Milan habis futsal. Hobi Milan yang lain.
Dengan tangannya, Nathan mendorong kepala Milan, membuat Milan menoleh padanya. Tanpa bertanya, atau mengeluarkan ekspresi, rasanya Milan lekas tau apa yang akan diucapkan Nathan.
"Gue kalah futsal."
Seketika Nathan memutar mola mata, lalu menoleh membuang muka. Sudah tidurnya terganggu, tapi malah diberi kabar tidak menyenangkan. Akhirnya Nathan hanya memberikam acungan jempol, kebawah, yang jelas-jelas langsung buat Milan makin sebal.
"Gue tuh sebel aja sama tim lawan, Nath. Mereka tuh mainnya kasar gitu. Dorong-dorongan. Playing victim. Kan ngeselin. Iya kan? Mana gue nih diselengkat gitu Nath, gue yang sakit, gue yang kena peringatan. Kan jamban!" Milan mulai cerita panjang lebar, soal kesalnya ia dengan pertandingan futsal tadi.
Nathan? Ia hanya menarik bantal untuk menutupi kepalanya. Biasanya Nathan suka kalau Milan sudah cerita panjang lebar, antusias, tapi yang itu tidak. Habis Milan sudah mengganggu tidur Nathan, sudah gitu bawa kabar kalau ia kalah. Nathan makin kesal. Sampai puncaknya, Nathan mendorong wajah Milan menjauh. Tanda untuk Milan berhenti.
Milan menurut. Ia langsung berhenti cerita. Matanya tertuju pada kepala Nathan yang ditutupi bantal. Sadar ia suda sangat mengganggu, Milan hanya sekadar menarik napas panjang, lalu menarik bantal yang Nathan pakai untuk menutupinya. Sesaat sebelum bangkit, Milan mengacak rambut Nathan. Tidak ada reaski apapun, Nathan sudah kembali terlelap.
Saat melirik jam di nakas samping kasur, sudah hampir jam lima sore. Tidak baik tidur sore-sore, itu yang Milan tau, tapi kalau melihat Nathan yang begitu, Milan tidak tega juga. Ia memilih pulang, pamit lagi pada ibunya Nathan. Jadi waktu itu, Milan datang karena kesal dan pulang karena kasihan.
Sekarang, Milan seperti dapat kesempatan mengajak Nathan menonton pertandingan futsalnya.
Sebenarnya, bukan mengajak juga. Nathan memang sedang menemani Milan ke toko buku, cari 'makanan' baru. Iya, Nathan sama sekali tidak boleh lupa soal kesukaan Milan yang satu ini. Bagi Milan, baca buku sudah seperti makan sehari-hari, kalau tidak makan, ya mati. Seperti itu Milan dan Nathan mengerti.
Saat sedang asik mengelilingi toko, Milan dapat telepon, katanya kekurangan orang untuk futsal. Milan oke-oke saja, toh memang futsal juga hobi Milan yang lain.
Tadinya Nathan mau dibawa pulang saja dulu, selesai futsal nanti baru bertemu lagi, tapi Nathan menolak, ia ingin ikut dan Milan setuju. Habis, kapan lagi bisa nengajak Nathan pertandingannya?
Saat bermain, mata Milan masih sempat mencari sosok Nathan, untuk memastikan kalau Nathan aman. Ia harus fokus pada pertandingan, tapi juga pada Nathan. Ini pertama kali, Milan senang, tapi khawatir juga. Takutnya Nathan merasa tidak nyaman.
Satu lagi Milan berhasil mencetak gol, memenangkan timnya atas tim lawan. Senang bukan main, bangga dengan dirinya dan kerjasama tim futsalnya. Di tengah lapangan Milan masih tertawa-tawa senang, saling merangkul dan apa saja yang biasa anak-anak futsal lakukan ketika menang.
Matanya melirik, melihat Nathan di kursi penonton juga sedang melebarkan senyumnya, matanya berbinar, seperti tertular rasa senang. Yang itu, jelas buat Milan makin senang. Milan tidak bisa menunggu lagi, ia melepas rangkulan teman-remannya dan segera berlari ke kursi Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Voice (BL 18+) [COMPLETE]
Teen FictionIa tidak bisa bicara, hanya itu yang kita tau. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat 𝗥𝟭𝟴+, harap bijak dalam memilih dan nembaca cerita. publikasi pertama : 1 Agustus 2020 publikasi terakhir : 1 Oktober 2020 𝓸𝓻𝓲𝓰𝓲...