No : 03

15.8K 1.4K 51
                                    

"Happy Birthday to you, Happy Birthday to you, Happy Birthday to Nathan, Happy Birthday to you~"

Lilin di atas cheesecake ukuran besar itu padam seiring dengan nyanyian yang berhenti. Riuh tepuk tangan dan ucapan selamat segera menghampiri. Senyum leber bahkan tidak pernah pergi, entah dari Milan, atau dari keluarganya sendiri.

Ulang tahun ke 17 ini dirayakan kecil-kecilan saja. Sweet Seventeen. Tidak perlu acara meriah, asal dihadiri dan bisa merayakan bersama orang-orang yang disayang, sudah lebih dari cukup. Hanya ada Nathan sekeluarga, ditambah dengan Milan. Sebenarnya orangtua Milan juga diundang, tapi sayang mereka sedang ada keperluan di kota asal.

Nathan senang, ia tidak berhenti mengucap terima kasih dengan gerakan tangannya. Thalia memeluki Nathan dengan gemas, waktu Nathan membuka kado dari kakaknya itu dan seketika berekspresi luar biasa karena dapat hadiah sebuah kotak musik. Nathan suka. Kotak musik selalu bisa menarik perhatian Nathan.

Dari orangtuanya sendiri, Nathan dapat handphone baru. Ya tentu Nathan senang, ia bisa lebih puas main game. Dipelukinya dengan sayang kedua orangtua Nathan. Ada tawa di antara pelukannya. Nathan tidak pernah lupa kalau ia mencintai orangtuanya.

Terakhir, Milan. Kadonya belum dibuka. Milan yang minta untuk dibukanya nanti saja. Nathan setuju, ia mengumbar senyum lebar lalu mengucap terima kasih pada Milan. Milan hanya sekadar mengusap kepala Nathan, sama sekali tidak mengatakan apa-apa.

Sejujurnya, Milan masih memikirkan soal kejadian menjelang subuh tadi. Waktu ia terbangun karena mimpi buruk. Mimpinya menyeramkan, ada Nathan, bahkan tentang Nathan. Milan lihat Nathan menggantung dirinya sendiri, karena orang-orang terus mengatakan Nathan bisu dan tidak berguna.

Bagi Milan, itu mimpu paling menyakitkan. Ia terbangun dengan dada yang sesak dan mata yang sudah basah. Cepat Milan mengambil handphonenya, menelpon Nathan tidak peduli jam berapa.

"Nath? Nath! Halo?!"

Sudah jelas Milan tidak akan dapat jawaban apapun meski tau Nathan sudah menjawab teleponnya. Tapi diamnya Nathan justru semakin membunuh Milan.

"Nath, please, ngomong sesuatu. Bilang ke gue lo baik-baik aja. Nath, gue takut. Sumpah. Please.. Nath."

Yang terdengar hanglya suara hembusan napas agak cepat.

"Gue mimpi elo... elo ninggalin gue, ninggalin keluarga lo, cuma... cuma karena elo diejek. Nath gue gak gitu. Gue- gue Nath, gue.. gue gak peduli lo kayak apa, lo gak akan pergi kan Nath?" dada Milan rasanya makin sakit, sesak, ia benar-benar tidak peduli dengan jam yang masih terlalu pagi, bahkan Milan tidak memikirkan kalau teleponnya bisa saja mengganggu Nathan. Milan hanya tidak tenang, Milan ingin tau, ingin memastikan kalau Nathan baik-baik saja. "Nath... please. Gue beneran takut."

"Halo?"

Milan diam.

"Mil? Kenapa? Nathan ke kamar gue minta kasih tau ke elo, kalo dia baik-baik aja."

Dadanya masih sakit, tapi sudah lebih lega, meski bukan Nathan, Milan tau kalau Nathan baik-baik saja.

"Mil? Halo?"

"Gak papa Ya.. yaudah. Sorry ganggu tidur lo."

"Yee dasar gak jelas. Gue mau tidur. Nanti jangan lupa dateng pagi. Bantuin."

"Iyaa." jawab Nathan sekenanya. Habis itu ia tidak dengar suara apapun lagi, hanya suara sayup-sayup sesaat dan kembali sunyi. Milan lihat teleponnya masih tersambung. Sampai telinganya mendengar suara hembusan napas pelan dan kemudian ketukan. "Sorry Nath.." meski sudah lebih tenang, rasanya Milan masih ingin segara bertemu Nathan sekarang juga. "Lo tidur lagi. Nanti gue dateng pagi. Oke?"

No Voice (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang