No : 21

7.1K 735 45
                                    

"Milan... maafin aku.."

Suara parau penuh sesak juga penyesalan itu masih bergeming di telinga Milan, belum bisa lenyap dari ingatan Milan, pun, ekspresi Nathan, yang pipinya basah bekas air mata, dan bibirnya bergetar karena ketakutan. Milan masih tidak habis pikir kenapa Nathan bisa sampai nekat untuk memilih jalan itu.

Semalaman Milan sama sekali tidak tidur. Setelah dipaksa Austin untuk pulang, sampai di rumah Milan hanya berdiam diri di kamar, membayangkan Nathan, memikirkannya dalam-dalam, sampai tidak tertidur. Milan tidak mengantuk, sama sekali tidak, pikirannya masih tidak terlepas dari Nathan. Bahkan sampai pagi, jaketnya yang ia gunakan untuk menahan tetesan darah Nathan masih ia peluki. Milan menyesal, kenapa ia tidak pernah bisa menyelamatkan Nathan.

Mungkin Milan bisa menyelamatkan Nathan secara fisik, tapi tidak dengan mental.

Milan merasa gagal. Mimpi buruknya dulu jadi kenyataan, dan terjadi di depan matanya. Milan ketakutan, dulu ia menangis saat terbangun dari tidur, buat Nathan panik karena Milan yang menangis. Saat itu dada Milan rasanya sangat sesak sampai sulit bernapas, tapi kejadian kemarin sore, lebih-lebih buat Milan tidak bisa apa-apa.

"Milan? Kamu gak kuliah? Udah siang lho. Milan."

Panggilan-panggilan ibunya di luar diabaikan, Milan makin dalam tenggelam dibalik selimut. Ia memeluki jeketnya erat-erat, berharap yang kali ini juga hanya mimpi. Ingin seseorang lekas membangunkannya dan mengatakan kalau semua ini hanya mimpi. Tidak nyata, sama sekali tidak nyata.

Milan harap memang begitu adanya, tapi harapan hanya sekadar harapan, kadang berbanding terbalik dengan kenyataan. Nathan mencoba mengakhiri hidupnya dengan menyayatkan cutter di pergelangan tangannya. Milan lihat betapa banyak darah yang keluar dari sana. Meski kata dokter tidak terlalu dalam dan tidak memutus nadi Nathan, percobaan bunuh diri tetap hal yang paling menyakitkan.

Ada apa sebenarnya dengan Nathan, Milan tidak tau. Apa yang mendorong Nathan nekat seperti itu juga Milan tidak tau.

"Mil?" kali ini terdengar suara ayahnya yang memanggil. "Kamu sakit?"

"Nggak." Milan baru menyahut, ia membuka selimutnya, wajahnya terasa lengket bekas menangis, bahkan Milan yakin kalau matanya juga sembab. Dengan lemas ia membuka pintu, dihadapkan dengan ayahnya yang menatap bingung.

"Kamu sakit?" tanyanya lagi.

"Nggak." Dan jawaban Milan masih sama. Matanya agak melirik, melihat ibunya di tangga, memperhatikan dengan ekspresi bingung. "Aku gak sakit. Aku gak kuliah hari ini, aku mau ke Rumah Sakit."

"Mil-"

"Mungkin cuma sama aku Nathan mau cerita Pa." Milan lebih dulu menyela ayahnya, "Aku gak bisa mikirin kuliah di saat kayak gini. Percuma kan? Aku dateng ke kampus pun cuma bengong, pikiran aku cuma ke Nathan."

"Iya Papa ngerti, tapi kamu juga gak bisa nemuin Nathan pas lagi begini, sama kacaunya. Mau nyelamatin Nathan gimana? Pikiran kamu sendiri buntu, mau coba nolong Nathan?"

"Ya terus aku harus apa, Pa? Di rumah aja aku gak tenang. Aku mau sama Nathan. Seenggaknya, walaupun aku gak bisa apa-apa, aku mau Nathan percaya kalo aku selalu ada di samping dia, jadi dia gak perlu lagi mikir untuk bunuh diri. Ada aku Pa, ada Lia. Aku mau Nathan percaya soal itu aja."

Ayahnya terdiam, ia pikir airmata Milan ini sudah habis bekas menangis sejak kemarin, tapi masih ada. Dan terlihat lebih menyesakan dari cerita Milan kemarin saat pulang. Setelah entah sudah berapa tahun lamanya ia tidak pernah lihat putra satu-satunya ini menangis, kini ia dihadapkan secara langsung, di depan matanya.

"Aku harus gimana biar Nathan percaya kalo aku selalu ada untuk dia Pa?"

Rasanya Milan tidak pernah mendapat jawaban untuk pertanyaannya. Ia hanya dipeluki sang ayah erat-erat, disusul ibunya. Tidak pernah Milan merasakan sedingin ini sebuah pelukan. Rasanya hampa meski dipeluk erat-erat oleh orangtuanya. Milan ingin masalah ini lekas selesai, lalu melupakannya. Atau... atau, bangunkan Milan dari mimpi buruknya kali ini. Milan tidak ingin terjebak di mimpi sesakit ini lebih lama lagi.

No Voice (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang