No : 08

12K 1.1K 23
                                    

Milan mendongak sesaat menatap langit-langit, tangan kirinya digenggami Nathan, sementara tangan kanannya meremas hampir menjambak rambut Nathan. Tentu Milan tidak tega, tapi rasa yang diberikan Nathan terlalu luar biasa. Kepalanya kembali menunduk, matanya lekas menangkap kepala Nathan yang bergerak lambat di antara kedua pahanya.

Hari makin malam, harusnya Milan ataupun Nathan tertidur, tapi tidak, mereka malah memanfaatkan waktu, untuk bersama bersanggama.

Entah sudah berapa lama Milan membiarkan Nathan mengulum kejantannya. Milan pasrah, karena setiap kali ia minta Nathan untuk sudah, kekasihnya itu malah membuat semakin basah. Agak heran, kenapa Nathan bisa sebaik itu dalam hal mengulum penis. Awal dulu, Milan bahkan Nathan merasa jijik, tidak ada blowjob atau stimulasi dengan mulut pada anus, tapi seiring berjalannya waktu, mereka justru tidak bisa melewatkan dua hal itu saat akan melangsungkan kebersamaan mereka.

"Nath.." panggil Milan pelan, suaranya hampir menghilang, ia tidak tahan, kulumun Nathan terlalu nikmat untuknya. Tangan Milan masih ditahan untuk tidak menjambak rambut Nathan sebagai bentuk menyalurkan rasa nikmatnya, tapi saat rasanya Nathan menghisap kuat ujung penisnya, Milan lepas kendali juga.

Nathan melepas penis Milan, lalu mengelap mulutnya sendiri. Ia mendongak, memandang Milan yang terengah mangatur napasnya sendiri. Cengirnya dilebarkan saat Milan menoleh padanya.

Milan balas tersenyum, ia mengusap pipi Nathan sejenak, sampai tangannya berpindah pada lengan Nathan dan memberi isyarat pada Nathan untuk bangkit dan duduk di pangkuannya. "Lo harus tahan suara lo, okay?"

Nathan mengangguk, lalu matanya terpejam sesaat kala Milan mengecup pipinya, lalu tersenyum lagi. "Aku mau peluk Milan." katanya pelan, sangat, benar-benar seperti berbisik.

"Hm, peluk gue ya?"

"Milan, kondom?"

Milan terdiam sesaat, lalu terkekeh pelan. "Oh iya." Nathan jadi ikutan terkekeh, kekehannya malah buat Milan gemas. Jadi, bukannya bangkit mengambil kondom, Milan malah mengankat tubuh Nathan bersamanya, dan merebhkannya di atas kasur.

Nathan masih cekikikan waktu Milan mengendusi telinga, leher, sampai dada Nathan, memainkan puting kecil Nathan, sementara tangannya yang bebas memakai kondom. Di telinganya masih mendengar suara tawa kecil Nathan yang kegelian karena perlakukan Milan, bukannya berhenti, Milan malah makin gemas.

"Milan stop..." katanya pelan, sambil masih ada sisa-sia kekehan. Nathan mendorong Milan menjauh, membuat mereka saling bertatapan. "Geli.."

"Tapi lo gemesin Nath."

"Tapi geli."

Gantian Milan yang tertkekeh, ia mengecup kening Nathan, lalu bibirnya, ditahan di sana sejenak untuk melumatnya. Benar-benar menghilangkan kekekhan Nathan tadi, nerganti dengan lenguham kecil.

Maih terus mencium, tangan Milan menggiring kaki Nathan untuk lebih lebar, ia siap memasukan miliknya pada Nathan. Pun, Milan harus mencium Nathan atau kalau tidak, mungkin suara lenguhan Nathan akan benar keluar saat Milan memasukan miliknya.

Rasanya hangat, berubah panas. Seperti darah dari kaki naik semua ke kepala. Nathan memeluk erat Milan, menahan agar suaranya tidak semena-mena keluar. Sesekali Milan mengecupi kening Nathan, lalu mengatur napasnya lagi, saat gerakan pinggulnya makin dan makin cepat.

"Ngh-"

"Suara lo, Nath."

Susah payah Nathan mengangguk. Ia melenguh-lenguh tanpa suara, mulutnya terkatup, tidak mau dibuka atau suara lenguhannya benar-benar akan keluar. Nathan merasa Milan memasukanya teramat dalam, pun Milan merasa Nathan menjepit miliknya teramat erat.

No Voice (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang