No : 16

7.6K 786 11
                                    

Rencana liburan berlangsung selama tiga hari dua malam selama akhir pekan. Austin menyewa vila pinggir pantai, hanya vila sederhana saja bertingkat satu dengan tiga kamar, dapur, ruang kumpul dan beranda. Sebenarnya kalau dibilang pinggir pantai, tidak terlalu di pingirnya, masih harus jalan lagi agak jauh. Tapi tidak akan terasa lelah karena sekitar vila penuh pepohonan rindang dan tanaman hias yang memanjakan mata.

Liburan ini jauh seperti liburan keluarga dibanding honeymoon Thalia dan suaminya. Mungkin Thalia akan merencakan liburan lain untuk mereka berdua saja, yang sekarang, biar bersama keluarga dulu. Toh, memang sudah lama sekali mereka tidak liburan.

Milan jadi ikut karena diajak Nathan, pun bujukan ibunya Nathan. Karena katanya nanti Nathan sendirian tidak ada teman, jadi Milan diajak saja. Toh, mungkin bisa sekalian sebagai perayaan kelulusan SMA Milan. Iya, Milan resmi jadi alumnus Sekolah Menengah Akhir. Untuk kuliahnya, ia masih menunggu pengumuman hasil ujian.

Milan jadi mendaftar di kampus dan jurusan yang sama dengan Thalia. Kelak, Milan benar-benar ingin menjadi pengajar di Sekolah Luar Biasa seperti Thalia. Memang rasanya sedikit orang yang minat dengan itu, tapi Milan sungguh-sungguh ingin menjadi bagian dari seluruh tenaga pengajar sekolah khusus ini. Tidak mau kuliah dengan jurusan yang muluk-muluk, Milan hanya ingin benar-benar berguna di masa depan, terutama berguna bagi orang-orang seperti Nathan.

Pernah sekali lagi Nathan menanyakan kenapa Milan mau seperti Thalia, jawabannya masih sama, mau berguna.

Karena jujur, meski sering bertengkar, sosok Thalia yang justru mendorong Milan, dan membantu Milan menemukan apa yang benar-benar ingin Milan lakukan. Mungkin nanti tidak akan kerja kantoran dan dapat upah yang besar, Milan tidak memikirkan hal itu. Masih terlalu dini menurutnya.

Sama seperti hari ini, rasanya masih terlalu dini untuk memulai kebersamaan Milan dan Nathan.

Jam masih mengarah ke angka tiga dini hari, tapi Milan dan Nathan sudah kuyup oleh peluh hasil bersenggama mereka. Pun, rasanya mereka masih jauh dari kata akhir. Masih ingin melanjutkan melepas rindu karena memang sudah lama tidak bersama.

Meski kamar mereka terpisah jauh dengan kamar yang lain, mereka tetap harus menjaga suara mereka, terutama Nathan, lenguhannya memang selalu jadi kepuasan tersendiri untuk Milan, tapi lebih baik tidak mendengarnya kali ini daripada orang-orang tau mereka melakukannya.

"Capek?"

Nathan menggeleng, dipandanginya Milan di atasnya, tangannya merangkul Milan, sesekali Milan mengecup kening Nathan, lalu bibir, dan dagu. Napas Nathan jadi berat karena ia harus menahan desahnya.

"Milan..."

"Hmm."

"Milan.. aku masih belum bisa.. mmh-"

Senyum Milan agak mengembang seperti ingin tertawa, melihat Nathan yang bicara tapi menahan desah juga. "Bisa apa Nath?" akhirnya dengan lembut ia usap kening Nathan lagi.

"Ngomong.."

"Ke yang lain?"

Nathan mengangguk, matanya sudah terpejam lagi, merasakan keberadaan Milan di dalamnya.

"Pelan-pelan, gak papa. Ke ibu sama ayah lo kan dikit-dikit bisa."

"I- haa... i-iya, tapi tetep.. Mil."

Sekali lagi diusap kening Nathan dengan lembut, lalu dikecupnya, merambat hingga bibir. Melumat sesaat dan dilepas kemudian, "That's okay, gak ada yang maksa lo buat ngomong. Kita gak nuntut lo langsung bisa, Nath. Mau lo ngomong cuma sedikit kek, atau cuma dehem kek, gak masalah, toh kita yang dengernya udah seneng, ada kemajuan."

No Voice (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang