No : 17

7.1K 792 32
                                    

Upacara Penerimaan Mahasasiswa Baru berlangsung seharian, peraturan yang berlaku juga sangat ketat. Nasib baik Milan tidak melanggar satu peraturan pun, rambut dan seragam putih-hitamnya rapih, almamater juga tidak lupa. Milan sudah resmi menjadi Mahasiswa, tepat di hari ulangtahunya.

Memang sejak jauh-jauh hari sudah direncakana perayaan kecil untuk ulangtahun Milan, tapi Milan juga megatakan kalau mungkin tidak akan sempat merayakan hari ulangtahunnya di hari itu juga, ya alasannya karena acara PMB ini. Seharian Nathan menunggu kabar Milan, Milan sama sekali tidak bisa menghubungi Nathan karena handphonenya harus dimatikan, dan PMB ini baru selesai hampir jam enam sore. Sisanya? Tinggal lelahnya saja. Belum lagi mulai besok sudah harus masuk perkuliahan, meski mungkin masih perkenalan saja.

Jam tujuh Milan baru sampai rumah, ia harus menggunakan kendaraan umum karena untuk PMB ada larangan membawa kendaraan pribadi. Sampai rumah benar-benar lelah, bahkan Milan hanya menyapa orang rumah seadanya dan langsung melenggang ke kamar. Niatnya memang mau langsung mandi, tapi lelah, akhirnya langsung merebahkan diri di kasur, masa bodo nanti kasurnya jadi bau asem bekas keringat, Milan benar-benar lelah.

Di hari ini, sekiranya Milan sudah mengenal sepuluh orang dari fakultas dan jurusan yang sama. Rata-rata perempuan, karena peminat jurusan pendidikan untuk sekolah khusus ternyata memang sedikit. Milan membenarkan kata Thalia dulu. Semoga saja nanti temannya bisa bertambah, entah dari jurusan dan fakultas yang sama atau lebih luar lagi. Kalau UKM, Milan belum memikirkan. Paling-paling futsal, seperti waktu SMA dulu.

“Milan.. hei, bangun, Milan. Mandi dulu.”

“Hmm.. nanti Ma.”

“Makin malem Mil, ayo mandi dulu, kamu juga belum makan kan?”

Matanya mengerjap, kamarnya yang tadi remang sudah bercahaya, matanya lekas tertuju pada jendela kamar yang sudah tertutup gorden. Dengan segenap tenaga yang ia punya, Milan bangkit, menggaruk dagunya, menatap ibunya lemas. “Capek banget aku, padahal cuma duduk doang.”

“Capek karena bosen itu sih. Sana mandi, terus makan.”

“Hmm.” Sahutnya panjang, sembari menggaruk-garuk dagunya lagi. Entah rasanya gatal, mungkin digigit nyamuk saat tidur tadi. “Ma, Nathan ke sini nggak?”

“Kesini tadi sore, cuma sebentar nganter kua kering pesenan Mama itu, terus pulang.”

“Sendiri?”

“Sama suaminya Lia. Buru gih mandi, jangan cuma di kasur.”

“Hmm.” Dan lagi, sahutan panjang nun malas yang Milan berikan pada ibunya.

Masih sangat mengantuk, Milan ingin melanjutkan tidur, tapi benar kata ibunya kalau Milan harus mandi dan makan. Ia lapar, dan bau badan bekas desak-desakn di angkutan kota tadi mulai mengganggunya. Kakinya melenggang malas ke kamar mandi, segera mandi tanpa ritual apapun. Selesai mandi dan berpakaian pun Milan langsung turun, tidak mengecek handphone karena sedang diisi baterai. Rambutya yang basah meneteskan air di sepanjang jalan, sampai kena tegur ibunya, Milan hanya cengengesan tanpa dosa.

Milan makan sendiri, perutnya yang lapar mulai terisi. Pikirannya masih saja terbayang perkenalan-perkenalan dengan teman barunya tadi, terselip Nathan di antaranya, lalu mulai berandai-andai; andai Nathan juga bisa bersekolah bersamanya seperti dulu, andai Nathan tidak berbeda, Milan ingin merasakan bangku kuliah bersama Nathan. Tapi Milan sadar hal itu tidak akan terjadi. Memikirkan Nathan, ia jadi ingat pula rencana orangtua Nathan ketika Nathan selesai dengan homeschoolingnya nanti.

Tapi tidak mau dipikirkan sekarang, masih ada waktu satu tahun lagi. Nathan masih punya banyak waktu untuk belajar, entah untuk akademiknya, atau untuk traumanya.

No Voice (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang