"Ngomong Nath, yang keras, Milaaaan! Gitu."
Nathan menggeleng cepat, menutupi mulutnya dengan tangan sendiri. Menolak keras meski Milan di depannya sudah tertawa-tawa.
"Sekali aja, cuma buat main-main doang. Lagian cuma ada gue aja."
"Mama sama Papa kamu kan ada." jawab Nathan dengan isyaratnya, "Nanti ganggu."
"Nggak, gak bakal denger. Ayo Nath, sekalian belajar. Bilang, Milan jeleeek!"
Nathan menggeleng lagi, "Kamu gak jelek."
Yang itu, sukses buat Milan terbahak keras sampai perutnya keram. Milan pun sampai kena hantaman guling dari Nathan. Habis gimana, buat Milan, Nathan ini lucu, unik, Nathan sebenarnya bukan anak polos, tapi kadang ekspresi Nathan buat ia terlihat polos.
Seperti sekarang waktu Nathan tidak lelah menggebuki Milan dengan guling karena kesal Milan menertawainya sampai keluar airmata, padahal sebelumnya jawaban Nathan terdengar polos sekali untuk Milan, terlebih tampangnya, bagaimana tidak buat Milan tertawa.
Sudah tidak terhitung seberapa sering Milan gemas dengan tingkah kekasihnya. Meski tanpa suara, Nathan masih menggemaskan untuk Milan. Kekasihnya itu luar biasa, seperti obat untuk segala penyakit Milan. Kalau sedang bosan lalu bertemu Nathan, seketika bosannya lenyap.
Yang sedang terjadi sekarang ini juga sebenarnya hasil dari bosannya Milan setelah mengerjakan banyak latihan soal. Ia lelah, penat, tapi untung ada Nathan yang setia menunggunya belajar. Berawal dari mengobrol ringan, sampai muncul ide untuk mengajak Nathan berteriak.
"Milan."
"Nah, gitu. Tapi lebih kenceng Nath. Gak perlu takut, gak usah mikir macem-macem. Pikirin aja, umm misalnya gue nih nyebelin banget, usil, suka gangguin lo, nah lo nih kesel sama gue Nath. Gitu. Ayo."
Nathan diam dulu sejenak, "Misalnya?"
"Iyaaa, ya ampun."
"Umm." kepalanya lalu mengangguk, "Milan nyebelin."
"Lagi."
"Milan nyebelin."
"Yang keras Nath."
"Nyebelin!"
"Yang keras, yok bareng gue. Teriak ya? Satu, dua, tiga-"
"Nyebeliiiin!"
"Nah gituuu~" sontak Milan langsung memeluk Nathan erat, tertawa cekikikan lucu banyak gemasnya. Di kecupinya pipi dan pelipis Nathan, buat Nathan ikut tertawa juga. Tapi kini ada suaranya. Tidak senyap, yang justru malah buat Milan makin gemas.
Mendengar Nathan berteriak tadi, Milan jadi bangga akan keberanian Nathan. Mungkin memang hanya main-main, tapi Nathan sudah mau mencoba. Itu hal baiknya. Benar Milan tidak mau memaksa Nathan menggunakan suaranya, ia ingin mengembalikan Nathan menggunakan suaranya lagi, tapi Milan akan menyerahkan semuanya pada Nathan, terserah Nathan, tidak mau memaksa sama sekali.
Mendengar cekikikan dengan suara kecil saja sebenarnya Milan sudah merasa terenyut. Ia senang, dan yang lebih baiknya lagi, Milan merasa dicintai, karena Nathan mau seperti itu padanya, mungkin hanya pada Milan, karena setau Milan, Nathan tidak pernah menggunakan suaranya pada keluarganya, bahkan Thalia sekalipun. Padahal hubungan Nathan dan Thalia juga sangat baik.
Sore itu akhirnya mereka habiskan untuk bercanda tidak jelas, mengobrol banyak hal, macam-macam, mulai dari latihan soal Milan, buku-buku yang Milan baca akhir-akhir ini, sampai cerita tentang Nathan yang dibelikan kaset video game baru Thalia, dan rencana ibunya yang mau berjualan kue kering . Semua diceritakan. Kadanga dengan suara, tapi lebih banyak isyaratnya. Milan sama sekali tidak protes, bisa menghabiskan waktu dengan Nathan saja sudah menjadi hal baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Voice (BL 18+) [COMPLETE]
Teen FictionIa tidak bisa bicara, hanya itu yang kita tau. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat 𝗥𝟭𝟴+, harap bijak dalam memilih dan nembaca cerita. publikasi pertama : 1 Agustus 2020 publikasi terakhir : 1 Oktober 2020 𝓸𝓻𝓲𝓰𝓲...