"Mil, lo pacaran sama adek gue cuma kareba kasian ya?"
"Ha?"
Padahal Milan baru saja mau menyeruput susu dalam kotak yang ia beli sebelum datang ke rumah Nathan, tapi pertanyaan Thalia yang tiba-tiba itu seketika buat Milan terbengong-bengong. Batin pikir, "Ngablu nih orang."
Habis, gimana tidak? Thalia sendiri sudah tau sejak kapan Nathan menjadi kekasih Milan, dan Thalia juga tau seperti apa hubungan keduanya. Rasanya, kalau sekarang ditanya apa Milan menjalin hubungan dengan Nathan hanya karena kasihan, itu aneh. Bahkan sangat.
"Ya lagian, aneh aja, cuma lo yang betah sama Nathan."
"Lah? Gue betah sama dia, terus salah?"
"Gue mikirnya, lo pasti kasian sama Nathan, makanya gak mau ninggalin dia."
Milan memutar bola mata, baginya, Thalia siang ini benar-benar sedang mabuk. Aneh. "Nih ya, Ya, kalo gue pacaran sama Nathan cuma karena kasian, yakali bisa tahan selama ini."
"Hmm."
"Lagian kan gue udah suka cerita, ke elo, ke ibu lo, Nathan ke gue tuh kayak apa. Waktu temen-temen gue pada lupa gue karena mereka dapet temen baru, Nathan nggak, meski kita udah gak pernah satu sekolah, meski gue dulu pernah bilang dia aneh. Dia tetep sama gue, ya gue bales lah Ya. Dia baik, gue baik. Gitu."
"Ooh jadi bukan karena kasian?"
"Ya bukan lah. Lo aneh amat tiba-tiba nanya begitu."
"Jadi lo beneran suka gitu sama Nathan? Gak pernah kepikiran nyari pacar lain gitu. Cewek misalnya."
"Kalo gue tertarik sama yang begituan, gue gak bakal sama adek lo, Ya."
"Hmm.. bucin ya lo?"
"Yee, giliran gue serius dia bercanda."
Thalia cuma tertawa-tawa. Buat Milan kesal memang sudah menjadi salah satu hobinya. Tadi waktu tau Milan datang dan Nathan yang diajak pergi belum siap, Thalia langsung melenggang menghampiri, ya untuk mengusili, apa lagi? Usia mereka berbeda sekitar 10 tahun, tapi kalau sudah bersama, usia tidak lagi ada artinya. Milan dan Thalia bisa berubah jadi teman akrab, meski banyak ributnya.
Di dalam, Nathan hanya diam, ia tidak sengaja mendengar obrolan Milan dan Thalia. Dadanya agak terenyut, wajahnya terasa panas. Nathan menunduk, mengambil langkah memutar. Ingin kembali ke kamar tapi malah tidak sengaja bertubrukan dengan ayahnya.
Nathan hanya sekadar menggeleng, lalu bersembunyi di balik tubuh ayahnya, mengekori ayahnya melangkah ke teras depan, menyusul Milan dan Thalia.
"Jadinya mau pergi kemana Mil?"
"Eh? Oh- umm, nonton aja Om." jawab Milan agak kaku, ia melirik sedikit melihat Nathan masih bersembunyi di balik tubuh ayahnya sendiri. "Paling, sekitar jam lima udah pulang."
"Ooh, ya udah. Hati-hati."
"Iya Om."
"Dah sana, udah ditungguin dari tadi tuh." suara ayahnya ini benar-benar lembut, perlakuannya juga sama lembutnya. Bahkan hal itu dilakukan pada kedua anaknya, padahal hanya ayah sambung, tapi sesayang itu. Jadi, jelas saja kalau sejak bertemu dulu sampai saat ini dan mungkin seterusnya, Thalia dan Nathan menganggap ayahnya ini ayah terbaik sedunia.
Saat pamit, Thalia masih sempat mengiseing Nathan dan Milan, sampai harus kena tugur ayahnya baru Thalia berhenti main ledek-ledekan dengan Milan. Thalia cekikikan lucu, sambil dirangkul ayahnya kembali masuk ke rumah.
Sementara, Milan dan Nathan melenggang ke jalan besar dengan mobil hasil pinjam ayahnya Milan. Hari benar-benar sedang terik, Milan ogah pakai motor. Terlebih ia membawa Nathan, masa pacar sendiri diajak panas-panasan? Ya akhirnya, Milan pilih meminjam mobil ayahnya lagi. Toh, lagi-lagi mobilnya menganggur di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Voice (BL 18+) [COMPLETE]
Teen FictionIa tidak bisa bicara, hanya itu yang kita tau. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat 𝗥𝟭𝟴+, harap bijak dalam memilih dan nembaca cerita. publikasi pertama : 1 Agustus 2020 publikasi terakhir : 1 Oktober 2020 𝓸𝓻𝓲𝓰𝓲...