Waktu akhirnya bertemu lagi setelah seminggu penuh Nathan pergi liburan di kampung halaman ayahnya, yang Milan temukan adalah banyak memar kecil-kecil hampir di setiap persendian Nathan. Saat ditanya kenapa, Nathan hanya mengumbar cengiran lebar. Seakan menjadi rahasia tapi rahasia yang menyenangkan.
Milan menyerah juga, sudah dipaksa pun Nathan masih tidak mau cerita, masih memberikan cengiran khas Nathan. Pasrah saja Milan, menunggu Nathan cerita sendiri. Karena waktu Milan bertanya pada Thalia, kakaknya Nathan itu juga enggan buka suara. Malah menyuruh Milan menunggu sampai Nathan cerita sendiri.
Tapi ternyata, usut punya usut, kenapa Nathan bisa sampai memiliki memar kecil banyak sekali karena Nathan kelelahan membantu kakeknya. Bisa dibilang, selama seminggu itu Nathan ikut berkebun. Ya memetik kacang panjang, jagung, macam-macam. Nathan senang melakukan itu semua daripada harus di rumah saja dan diganggu sepupu-sepupunya.
Tiap membantu, Nathan dapat upah. Rasanya benar-benar seperti bekerja. Kakeknulya memberikan sejumlah uang perharinya, anggaplah uang kerja. Awalnya memang Nathan menolak, toh ia melakukannya memang karena ingin, tapi kakeknya memaksa juga untuk diterima saja. Akhirnya Nathan menerima. Selama seminggu, uang hasil bekerja Nathan dibelikan hadiah.
Lucky charm untuk Milan.
Nathan membeli cincin dari kayu, dibelikan juga rantai kecil untuk dijadikan kalung, barangkali Milan tidak mau memakainya sebagai cincin, jadi bisa dipakai sebagai kalung. Saat memberikan pada Milan, Nathan hanya mengatakan:
"Buat keberuntungan Milan."
Awalnya, memang Milan sama sekali tidak mengerti. Untuk apa ia dapat lucky charm, tapi setelah dipikir-pikir, paham juga. Nathan hanya ingin Milan sukses dalam segala urusan, dilancarkan dan tidak pernah kesulitan. Rasanya saat itu, waktu Milan sadar maksud cincin kayu dari Nathan, wajahnya jadi merah, panas, ia malu, banyak senangnya. Malah bukan main senangnya. Tidak terpikirkan olehnya kalau Nathan bisa sampai segitunya.
Jadi memar di tubuh Nathan benar-benar terbayar. Bahkan Milan yang jadi harus menikmati jerih payah Nathan. Ia makin sayang, jelas. Ia rasa, hanya Nathan yang akan melakukan hal seperti itu selain orangtuanya.
"Thanks, Nath. Bakal gue pake terus."
Natham terkekeh, malu, lalu dengan cepat melesatkan tanganya di pinggang Milan, memeluk gemas, rindu juga. Tidak perlu mempedulikan dimana mereka sekarang, Nathan hanya ingin melakukannya.
"Tapi, kenapa harus cincin kayu Nath?"
Kepala Nathan agak mendongak, lalu menggeleng, ia melepas pelukannya dan menegakan duduknya, siap menjawab dengan isyaratnya. "Waktu aku mau pulang, di bandara aku liat itu, aku beli buat kamu."
"Ooh gitu~ keren sih ini. Selera lo emang bagus. Bangga gue sama lo Nath."
"Suka gak?"
"Suka laah. Gak mungkin gak suka." jawab Milan bangga, seraya mengacak rambut Nathan dan buat Nathan kesenangan. "Oh ya, gue denger-denger dari Lia, lo bantuin ibu lo buat promosi jualan kue keringnya itu?"
Nathan mengangguk cepat.
"Pake web? Lo bikin sendiri?"
Dan angguknya lagi cepat.
"Wah, sumpah, bangga gue Nath. Gila, pacar gue keren banget. Lo bikin sendiri webnya itu Nath?"
Nathan mengangguk lagi, tapi tidak cepat, hanya dibarengi dengan cengiran lebar. "Lia bantu lewat sosmed, aku yang web. Aku cari caranya di internet. Aku coba eh bisa."
"Waah... mungkin bakat lo emang kesitu Nath. Kembangin, bisa jadi duit tuh. Iya kan?"
Nathan terkekeh, lalu mengangguk lagi dan lagi. "Milan tawarin temennya siapa tau mau kuenya Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
No Voice (BL 18+) [COMPLETE]
Teen FictionIa tidak bisa bicara, hanya itu yang kita tau. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat 𝗥𝟭𝟴+, harap bijak dalam memilih dan nembaca cerita. publikasi pertama : 1 Agustus 2020 publikasi terakhir : 1 Oktober 2020 𝓸𝓻𝓲𝓰𝓲...