No : 20

7.4K 758 26
                                    

“Mil? Bisa ke rumah? Adek gak keluar kamar lagi.”

Lagi. Rasanya tidak ada yang bisa Milan lakukan lagi selain menuruti kata-kata Thalia. Dan memang benar, lagi, entah sudah keberapa kalinya Nathan mengurung diri di kamar. Hal ini sering terjadi sejak ibunya harus dirawat inap.

Memang katanya hanya karena kecapekan, tapi Nathan berhenti mempercayai itu ketika ibunya sama sekali belum kembali meski sudah seminggu lebih. Tiap kali ditanya, jawaban yang Nathan dapat hanya “Mama masih harus istirahat di Rumah Sakit.” itu dan itu saja yang Nathan dapat. Ia berhenti percaya, pikirannya semakin membuatnya tidak berdaya.

Sosok Nathalia adalah sosok wanita paling kuat di mata Nathan, tidak ada yang lebih kuat dari Nathalia. Ibu paruh baya itu tidak pernah mengeluh sedikit pun akan anak-anaknya, terutama akan Nathan, yang selalu Nathan lihat adalah Nathalia yang sedang berjuang membahagiakan keluarganya, termasuk dirinya. Saat Nathan lihat ibunya itu jatuh, sekejap mata kemudian ibunya sudah bangkit lagi. Itu yang selama ini Nathan percaya, tapi gugur juga bersamaan dengan tumbangnya Nathalia.

Sudah seminggu lebih, Nathan juga hanya sesekali menemui Nathalia di Rumah Sakit. Sudah seminggu lebih Nathan merasa hilang, sudah seminggu lebih pula, mimpi-mimpi dari masa lalu Nathan berdatangan dan terlihat sangat nyata. Tidak ada yang bisa Nathan lakukan lagi selain berdiam diri di kamar, menakuti ketakutannya. Padahal ia tau kalau ketakutan ada untuk dilawan, bukan untuk ditakuti, tapi ia merasa begitu lemah untuk menantang balik ketakutannya.

Milan yang datang dengan segala rayuan pun seakan tidak bisa menyalamatkan Nathan. Memang Nathan pasti akan menemui Milan, pasti, tapi hanya untuk sesaat Nathan  lupa soal ketakutannya, saat kembali sendiri di kamarnya, mimpi-mimpinya datang lagi. Bayangan masa lalu itu memenuhi kepala Nathan lagi.

Entah dari mana awalnya, kenapa bayangan masa lalu Nathan bisa muncul lagi. Mungkin, mungkin sejak Nathan sadar kalau sosok yang selama ini menguatkannya tumbang juga, tidak ada di sampingnya. Memang bukan Milan, sejak awal bukan Milan, yang benar-benar berjuang bersama dan untuk Nathan hanya ibunya, juga Thalia, sosok Milan hanya sebatas pendukung saja. Nathalia tumbang, pikiran Nathan jadi liar, tidak terkontrol, dan berakhir membangkitkan kenangan masa lalu. Dulu ayahnya tidak kembali, Nathan takut kini ibunya yang tidak kembali.

“Coba tuh ibu kamu gak cerai sama bapak kamu, gak bakal susah begini! Punya suami bukannya dipertahanin malah begini. Udah susah makin susah kan?! Kerjaan seadanya, anak dua. Mending dulu kamu sama kakak kamu itu dibawa aja sama bapak kamu! Nyusahin!”

Di kepala Nathan, suara teriakan neneknya dulu semakin keras berteriak, menyalahi keadaan pada dirinya, menyalahi apapun pada dirinya.

“Gak usah nangis! Berisik! Anak cowok kok cengeng?! Diem!”

Yang bisa Nathan lihat, ia masih anak-anak, tapi dimarahi. Yang Nathan lihat, ia masih anak-anak, tapi dipaksa berjuang untuk dirinya sendiri. Nathan bingung, kenapa ayahnya tidak pernah datang menjemputnya dari rumay Eyangnya? Ia bingung kenapa liburannya lama sekali? Kenapa ibunya harus pergi tiap pagi sampai sore? Nathan benar-benar bingung, kenapa neneknya selalu memarahinya siang dan malam? Bahkan di dalam tidur Nathan di samping Thalia, ia masih bisa mendengar jelas suara neneknya yang berteriak, mungkin memarahi ibunya. Tapi kenapa? Nathan tidak mengerti.

Di kepala Nathan, selalu bayangan-bayangan seperti itu yang memenuhnya. Tidak pernah terbesit senyuman ibunya, apalagi senyuman Milan. Hanya teriakan neneknya dan selalu seperti itu. Sampai buat kepalanya terasa sakit, telinganya pengang, dadanya sesak. Nathan membenci masa lalunya, Nathan membenci keadaan, Nathan membenci dirinya yang sama sekali tidak bisa berjuang.

Harusnya sejak dulu, Nathan tidak perlu dilahirkan saja agar tidak jadi seperti ini.

Harusnya...

No Voice (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang