1

762 33 10
                                    

Sang surya masih malu-malu menyembulkan cahayanya di ufuk timur, membuat suasana di bumi belum begitu cerah. Udara segar yang terbebas dari polusi membuat napas para pejuang subuh terasa segar. Mereka semua usai menyelesaikan baktinya pada Rabbul 'Aalamiin, yaitu melaksanakan salat subuh berjamaah di sebuah masjid.

Seorang pria berumur tujuh belas tahun, anak SMA kelas akhir, berjalan menuju sebuah bangunan kecil. Itu adalah rumahnya yang hanya sepetak. Tempat berteduh kecil yang diberikan ibundanya. Ibunda yang tidak pernah bersikap hangat kepadanya.

Mau bagaimana pun, ibu tetaplah ibu.

Jangan bertanya seberapa kesal Bara jika tiap kali bertemu ibunya, sudah pasti dia sangat-sangat kesal. Bahkan, hatinya pun ingin membenci wanita tersebut. Namun, semua itu sebisa mungkin harus Bara tahan. Karena hidupnya akan semakin tidak nyaman, jika ia memendam sebuah kebencian. Cukup hidupnya saja yang pahit, hatinya jangan sampai ikut pahit.

Semua itu didikan dari Yona, perempuan berhati malaikat, dan ibu peri baik hati yang Bara miliki. Perempuan hebat, yang mengurus putra-putrinya sendirian, tanpa suami yang menemani—sejak usia Bara berumur empat tahun. Beruntung Bara bisa memiliki ibu susu sepertinya.

Bara membawa handuk, alat mandinya, beserta tas yang berisi seragamnya. Kemudian, ia pun lanjut melangkah ke rumah yang berjarak lima langkah saja dari rumah sepetak itu.

"Ibu Yona, Ananda udah beres mandi belum?" Bara mempertanyakan saudari sepersusuannya yang satu sekolah dan satu angkatan bersamanya.

"Udah kok, dia lagi masak di dapur sekarang. Kamu mandi ya," balas Yona yang tengah menyapu di teras rumahnya.

"Siap, Bu."

Begitulah. Untuk mandi, Bara harus menumpang di kamar mandinya Yona. Sebab, rumah yang ia diami benar-benar sepetak, kecil, tidak ada kamar mandi semeter pun di dalamnya. Mau tak mau, sejak kecil Bara selalu mandi di sana. 

"Hai Anan, yang enak ya masak nasi gorennya," komentar Bara saat melewati dapur.

Gadis berseragam putih-abu dengan balutan jilbab segitiga yang lebar dan panjang itu melirik ke arah Bara. "Emangnya selama ini masakan gue gak enak apa?" tanya Ananda ketus, diikuti matanya yang menajam.

Bara menelan salivanya susah payah. Hari masih pagi, tapi dirinya sudah mendapat suasana yang tidak mengenakkan dari saudarinya itu. Nuansa seram bak harimau yang kelaparan. Hm, ini tidak dapat disangkal kalau Ananda sedang kedatangan tamu, si merah itu.

"E-eu enaklah, Nan. Gu-gue mandi aja ya," jawab Bara gugup.

"Hem."

Tak mau menjadi korban dari keganasan Ananda di pagi hari, Bara pun lekas membuka pintu kamar mandi yang terletak tak jauh dari tempat tersebut. Ia lekas menutup pintu rapat-rapat dan menguncinya, lalu mandi di sana.

...

"Bara berangkat sekolah dulu, Bu," ucap Bara sembari menggapai tangan Yona dan menyalaminya.

"Ananda juga, Bu."

"Belajar yang rajin ya, hati-hati bawa motornya, Bar," pesan Yona.

"Iya Bu, Assalamu'alaikum," pamit Bara, sekalian mewakili Ananda.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah."

"Nih," ujar Ananda sambil menyodorkan sebuah keresek hitam berisi Bakso Yona yang dimuat dalam sebuah kemasan. Bakso dalam kemasan tersebut, nantinya akan mereka titipkan di kantin, agar bisa dijual oleh ibu kantin sekolah.

"Senyum dulu dong," goda Bara pada Ananda yang tak berekspresi sama sekali.

"Euh, jangan banyak acara deh, cepet jalan!" Alih-alih mendapat senyuman manis dari saudarinya, Bara malah mendapatkan omelan. Memang ya, perempuan jika sedang datang matahari, eh datang bulan maksudnya, jadi terlihat berbahaya seperti itu.

"Iya iya," balas Bara sembari membawa keresek yang disodorkan Ananda, lalu mengaitkannya di motor. "Nih, pake helmnya."

Usai keduanya siap dengan helmnya, mereka pun berangkat menuju sekolah mereka tercinta, SMA Bina Pelajar.

Mereka bisa sampai di sekolah tersebut dengan meraup waktu dua puluh menit lamanya. Bukan waktu yang sebentar memang, karena jalanan yang ditempuh tidaklah mulus. Kadangkala mereka harus macet-macetan di jalan. Maklum, yang berangkat sekolah di pagi hari bukan mereka saja, pun ada pekerja yang ikut berangkat atau pulang pagi.

Motor sudah terparkir cantik di parkiran sekolah, mereka berdua pun turun. Aura Bara yang tampan, dengan kulit sawo matang dan lesung di pipinya langsung terlihat setelah ia membuka helm full face-nya. Sementara, Ananda masih saja tak berekspresi. Bara tidak mau mengganggu lagi, takut Ananda mengamuk. Saudarinya itu suka tidak tahu tempat kalau sudah emosi, ada baiknya Bara tidak memancing-mancing emosinya.

"Lo sendiri yang anter bakso Ibu ke kantin, gue males ketemu Aldo," ucap Ananda yang berbicara di hadapan Bara.

"Baiklah, Ukhti cantiknya Aldo." Tanpa sadar, mulut Bara malah mengeluarkan kata-kata yang bisa memicu emosi Ananda untuk naik. Ia lekas menutup mulutnya, dan melihat Ananda yang sedang menajamkan penglihatannya kepadanya.

Plak!

Sebuah tepukan keras mendarat di bahu Bara. "Jangan sembarangan kalau ngomong!"

"Awss ...," Bara meringis, "Maaf keceplosan."

"Dahlah, gue mau ke kelas," ucapnya yang langsung pergi dari hadapan Bara.

"Dasar, Ukhti galak," gerutu Bara yang masih mengusap-ngusap bahunya yang terasa sakit karena ulah saudarinya itu. "Untung dia saudari gue, kalau bukan udah gue jauhin lu."

Bara pun mengambil keresek yang menggantung di motornya, dan berjalan ke arah kantin. Mau tak mau, sekarang ia harus berjalan ke kantin seorang diri. Ya, lebih baik sendiri sih, karena kalau Ananda ikut dan bertemu dengan pria bernama Aldo—pria yang mengejar-ngejar Ananda tanpa lelah walau sudah Ananda sikapi dengan ketus berulang kali—amarah Ananda pasti akan meledak.

"Ukhtiku ke mana? Sakitkah dia?" Belum sampai kantin, pria tersebut sudah berdiri di depan Bara dan menanyakan Ananda.

"Udah lo jangan deketin dia, nanti kena semprot lho."

"Ah, sudah biasa calon saudara ipar, kau seperti tidak tahu bagaimana aku tiap kali bertemu dia," balas Aldo sambil merapikan rambutnya dengan jari-jari tangannya.

"Hm ... serahlah, gue mau ke kantin, bye." Bara pun langsung berjalan ke kantin, agar waktunya tidak banyak yang terbuang.

***

Bara✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang