25

198 16 7
                                    

Hana memejamkan matanya di saat rasa sesak menyerang batinnya dengan sangat kuat. Air matanya begitu deras membasahi pipinya. Pilu kenangan itu. Bukan sekali-dua kali ia bereaksi seperti itu ketika mengingat masa lalunya. Setiap kali pikirannya memang benar-benar fokus mengingat hal tersebut, ketegaran yang semula kokoh menghiasi hari-harinya, senyuman cerah yang biasa terlukis indah di wajahnya, roboh dan pudar.

Baginya, menyesali yang telah berlalu adalah tindakan buang-buang waktu. Sebab, tak 'kan berubah meski disesali. Masa lalu tak bisa diubah. Hanya saja, Hana masih memiliki luka yang amat dalam. Kepergian Salman itu terjadi dengan sangat-sangat tragis. Dituding berzina, dipecat, diabaikan istri, dan setelah ia berbaikan dengan istrinya, tak lama kemudian ia meninggal. Qadarullah, meninggal dalam keadaan yang mengenaskan.

Setelah Hana dan Glinda bersama kedua putranya selamat dari kejaran orang-orang licik itu, mereka lantas pergi ke sebuah desa yang jauh dari hiruk-pikuknya perkotaan. Bahkan, jauh dari pemandangan lalu-lalangnya kendaraan. Rumah itu bukan mereka beli mendadak, melainkan rumah orang tua Glinda yang diwasiatkan kepadanya.

Mereka tinggal di sana sembari menyembuhkan luka yang dirasai oleh dirinya masing-masing. Kemudian, mereka juga membayar jasa pengasuh—yaitu Yona—untuk membantu mereka memasak dan juga mengasuh bayi mereka. Sebab, Hana dan Glinda mulai mencari uang untuk kehidupan sehari-hari di sekitar desa itu.

Hana mengenal Yona dengan baik. Walaupun gaji yang ditawarkan kepada Yona hanyalah sedikit, tetapi ia mau bekerja dengan maksimal, sebisa yang ia mampu. Bahkan, bersama dengan putrinya yang sebaya dengan bayi mereka. Sehingga, tak heran juga, mengapa Bara, Ihsan, dan juga Ananda menjadi saudara satu susuan.

Mungkin, karena suaminya Yona—Pak Kardi—kala itu masih hidup dan juga mencari nafkah. Yona dengan ikhlas membantu, tidak masalah dengan gaji kecilnya, sekalian mencari pahala juga.

Semua berjalan baik-baik saja, mereka hidup dengan damai di sana.

Sampai pada hari di mana Pak Kardi meninggal dunia, Yona tentunya tidak bisa bertahan dengan pekerjaan dan gajinya yang kecil dari Yona dan juga Glinda. Hana sungguh tidak mau Bara kehilangan sosok Yona dalam hidupnya. Ya, ia tidak pernah membenci anak bernama Bara, baginya Bara seperti arti namanya, "Tidak berdosa". Yang salah dari semua ini adalah orang-orang licik itu.

Bara memerlukan Yona. Maka dari itu, ketika usia anak-anak menuju usia lima tahun, ia memutuskan untuk kerja di luar negeri. Kebetulan, ada kenalan yang menawarkan pekerjaan tersebut. Ia memilih bekerja kantoran di sana selama tujuh tahun, dan ia tidak pulang ke Indonesia sama sekali. Hanya transferannya saja yang datang ke Indonesia—untuk Yona dan keperluan lainnya.

Meski memiliki pekerjaan yang gajinya lumayan, Hana juga mengalami hal tak menyenangkan di sana. Terlebih, saat ia bertemu Bagaskara. Ah, bukan. Saat Bagaskara menemukan dirinya.

Di perjalanan pulang Hana menuju rumah sewanya. Oh ya, Ihsan dititipkan bersama seorang pengasuh.

"Istrinya Salman?"

Hana yang masih mengalami trauma dengan kejadian itu, langsung merasa takut dengan pria yang ada di hadapannya itu. Ia ingat paras pria bernama Bagaskara itu. Ketika ia mengantarkan bekal suaminya ke kantor, ia pernah melihat pria berbadan berisi itu.

"Istrinya Salman, kan?" Dia bertanya lagi.

"I-i-iya," balas Hana gugup. Setelah lima tahun bekerja di sana, Hana malah bertemu sinyal bahaya di negara orang.

"Bagaimana kabar anaknya Glinda?"

Hana terlihat terkejut setelah mendapat pertanyaan tersebut. Ia jadi semakin takut dengan orang yang ada di hadapannya. Ia memutuskan untuk menghindar, tetapi Bagaskara memegang tangannya untuk mencegah langkah Hana menjauh. "Jangan coba-coba berlari. Saya tidak suka ada orang yang pergi, padahal urusan saya belum selesai."

Hana langsung melepaskan genggaman Bagaskara dengan sikap kasar. Tentunya, sebagai wanita berkhimar, ia ingin menjaga dirinya dari sentuhan lawan jenis. Tindakan Bagaskara itu sangat tidak disenanginya. Lancang. "Bukan urusanmu."

"Sebelum Glinda dan anaknya benar-benar lenyap, dia menjadi urusanku," ucap Bara dengan nada yang terdengar menyeramkan. Membuat bulu kuduk Hana berdiri. Suaranya persis seperti orang psikopat.

Mulai dari saat itu, Hana menyangka, bahwa Bagaskaralah ayah dari Bara. Namun, belum 100% valid. Masih dugaannya. Ia menduga hal tersebut karena Bagaskara yang selalu repot menanyakan Glinda dan juga anaknya. Lantas, jika bukan, sikap apa itu? Apa itu tidak menunjukkan, kalau dia takut rahasianya tentang Glinda terbongkar?

Mata Hana berkaca-kaca setelah mendengar ucapan Bagaskara kala itu. "Penjahat!"

Namun, tak lama dari itu ada sebuah mobil mewah berhenti di pinggir jalan—tepatnya di samping mereka berdua berada.

"Ada apa ini, Bagaskara?" tanyanya setelah menurunkan kaca mobil. Hana lihat itu CEO perusahannya, Budi. Sepertinya, perusahaan mereka bekerja sama.

"Kamu menggagu dia?" lanjutnya—mungkin melihat wajah Hana yang merah karena marah dan matanya yang membendung air mata. "Jangan lakukan itu."

Bagaskara pun mendengkus, dan pergi dari penglihatan mata mereka. Mungkin, ia kesal jalannya untuk meneror tidak berjalan mulus.

Mulai saat itu, Budi dan Hana berkomunikasi lebih sering, tetapi masih membahas dunia kerja. Lama-kelamaan, mereka mulai terbuka satu sama lain, seperti seorang sahabat.

Budi menjaga Hana dari gangguan Bagaskara dengan sangat tegas. Sehingga, Bagaskara tak pernah lagi terlihat di mata Budi tengah meneror Hana. Ya, kenyataannya Bagaskara cerdik dan picik. Ia diam-diam meneror, dan juga mengancam agar Hana bungkam mengenai aksi terornya jika ingin Ihsan tetap selamat.

Namun, semua itu tidak terasa menyiksa lagi setelah ia kembali ke Indonesia dan mendapati lamaran dari Budi. Bagaskara tak banyak menemukan celah untuk menerornya. Paling-paling seperti kemarin, Bagaskara mendesaknya lagi—tentang Glinda dan anaknya—ketika mereka kebetulan bertemu di jalan. Ah, salah. Maksudnya, ketika Bagaskara kebetulan menemukan Hana di jalan.

***

Bara✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang