32

164 12 1
                                    

"Gudang PT. Kopi Bagaskara? Ah, ini ketemu!" seru Dion setelah sekian lamanya mencari lokasi mereka—sekarang bakda zuhur. Ya, maklum agak sulit, karena ponsel Bara, Devan, ayahnya dinonaktifkan. Beruntung masih ada anak buah Bagaskara yang ponselnya aktif, sehingga Bara pun bisa melacak lokasi tersebut. "Eh, setau aku ... pabrik di daerah ini udah lama gak berfungsi. Cukup jauh juga dari pemukiman warga."

Hana yang sudah cemas sejak tadi mendengkus dan menggeleng. "Benar-benar licik mereka itu!"

"Loh, kok gak maju-maju." Sopir pribadi Hana tidak dapat melajukan mobilnya untuk membelah jalanan ibu kota lebih lanjut.

"Dicek dulu Pak, cepet! Kita harus temuin anak saya!"

"Baik, Bu," balas sopirnya.

Sopirnya pun lekas turun dari mobil tersebut dan membuka bagasi mobil. Tak lama dari itu, tiba-tiba saja asap mengepul di dalam mobil, membuat mereka yang ada di dalam batuk-batuk. Orang-orang yang ada di dalam mobil mencoba untuk membuka pintu mobil. Namun, betapa malangnya mereka, pintu mobil sudah dikunci rapat. Pada akhirnya, asap yang baru saja mengepul itu membuat mata mereka terpejam, membuat mereka tak sadarkan diri.

Bagasi pun ditutup rapat kembali oleh sopirnya, lalu tampaklah wajah sopir itu tengah tersenyum miring setelah berhasil menjalankan tugasnya. Mobil mogok adalah suatu sandiwara, realitanya, ia keluar sambil menekan sebuah benda bulat yang mengeluarkan asap beracun itu.

"Baiklah, aku tinggal menunggu tiga menit lagi untuk masuk ke dalam mobil dan aman dari asap itu."

...

"Assalamu'alaikum warahmatullah ...," ucap Arsel yang menjadi imam dalam salatnya bersama Rio.

Mereka berdua salat di ruangan gym, karena mereka berdua terkurung di sana sejak tadi. Para bedebah berbadan kekar itu masih siaga di dekat mereka. Mengawasi, agar mereka tak melarikan diri dari tempat itu.

Dikarenakan ruangan tersebut merupakan ruangan pribadi Arsel, tidak ada staf pekerja mana pun yang menghampiri ruangan tersebut, kecuali jika Arsel menghubungi mereka. Namun, mustahil Arsel menghubungi stafnya, ponselnya dan juga Rio disita oleh bedebah itu, pun telepon kantor sudah diputus sambungannya.

Arsel masih terus berusaha tenang walaupun keadaan yang menghampirinya mampu mengimpit dadanya, sehingga menimbulkan rasa sesak. Ia terus meyakini, Allah Yang Maha Pelindung dan tidak butuh perlindungan dari siapa pun, pasti akan menolongnya dan melapangkan dadanya. Salat juga merupakan salah satu cara meminta pertolongan kepada-Nya, seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an. Walaupun mereka hampir saja sulit melaksanakannya, terlambat setengah jam karena bedebah biadab itu tadinya menghalang-halangi.

"Hasbunallah wa ni'mal wakil," harapnya.

Ting!

Tiba-tiba pintu lift di lantai tersebut terbuka. Allah mengijabah harap dan doa Arsel dengan cepat! Masyaallah!

Tampil dengan ekspresi marah, para pegawai Arsel yang bertugas di bidang keamanan itu. Ada enam orang di dalam lift, sementara kubu lawan ada sepuluh orang. Kemudian, dari tangga lantai tersebut terdengar suara derap langkah yang begitu ramai. Rupanya, sepuluh orang menyusul ke lantai dua.

"Alhamdulillah, Yo!" Arsel tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya.

"Iya, Alhamdulillah."

"Kakak!" seru suara seorang perempuan yang sangat Arsel kenali.

Arsel langsung mencari-cari sumber suara, para pegawainya pun memberi celah agar Arsel bisa melihat perawakan adik bungsunya. "Sella?"

"Urus mereka! Lima orang ikut untuk melakukan penyelamatan, dan yang lainnya menyusul setelah selesai meringkus para bedebah ini!" perintah Rio tegas.

"Siap, tuan!"

Pegawai Arsel langsung melakukan perkelahian dengan para bedebah yang ada. Sementara itu, Arsel lekas membawa ponselnya yang tergeletak di atas meja makan ruangan tersebut.

Kemudian, mereka pun bergegas menuruni anak tangga bersama dengan lima anak buahnya dan juga Sella. Mereka langsung masuk ke dalam mobil yang sudah terpatri di depan lobi—karena ada sopir yang menjalankannya dari parkiran menuju lobi—tentunya tidak dalam satu mobil, mereka masuk ke dua mobil yang berbeda. Empat orang pegawai ke satu mobil, sementara itu Arsel, Sella, Rio, dan satu pegawainya masuk ke mobil yang satunya lagi.

Arsel bernapas lega saat ia melihat seorang pria sebaya adeknya tengah terpejam pulas di kursi belakangnya. "Syukur, Ihsan udah dibawa ke sini."

"Maafkan kami lama datang, di rumah dihambat juga oleh pion-pion kekar lainnya, kami kesulitan membawa Ihsan dengan mudah. Namun, akhirnya kami berhasil menolong Ihsan, lalu kami salat Zuhur bersama," terang anak buah Arsel yang duduk di sebelah sopir.

"Ihsan sudah dibius, kan, Rey?" tanya Rio yang duduk di sebelah Arsel.

"Tenang Bang Rio, Ican udah dikasih obat tidur kok. Pas kita makan siang bareng, obat itu udah dicampurin ke susunya Ican." Bukan Rey yang menjawab, melainkan Sella. Ia sejak siang memang sudah bersama Ihsan dan para pengawal.

"Heem, syukurlah. Kasian kalau gak dibius, Ihsan bisa kaget ngeliat hal-hal yang mungkin gak diinginkannya," Arsel bernapas lega kembali, "Lokasi sudah ketemu, kan?"

"Sudah, Pak. Tempatnya di gudang bekas milik PT. Kopi Bagaskara."

"Baiklah." Arsel mengangguk paham.

"Sekarang ... giliran Kak Arsel buat ceritain semuanya ke Sella, ada apa sebenarnya? Bu Hana panik banget Bara hilang, papih sama Kakak gak bisa dihubungi lagi, untung masih ada aku, jadinya aku bisa izin buat pulang lebih cepet hehe." Sella yang polos dan tak tahu-menahu mengenai keadaan genting yang hanya diketahui Arsel, Rio, dan beberapa bawahan lainnya masih memasang mimik gembira, meskipun sebelumnya ia tahu ada hal menegangkan terjadi.

Arsel diam. Ia masih memikirkan kata-kata yang tepat untuk disampaikan kepada Sella.

"Kak, ayo dong cerita. Dari tadi gak ada yang ngasih tau Sella pas nanya. Anak buah Kakak tuh, penurut banget jadi orang!" adu Sella diakhiri dengan bibir yang mengerucut.

"Sella ... mungkin ini hal yang gak mudah buat kamu terima, karena selama ini kamu tidak pernah melihat keburukan dari orang yang kamu sayangi," Arsel berkata dengan aura yang serius. Matanya begitu lekat menatap kedua bola mata Sella. "Kamu tahu alasan Kakak unrespect sama Mamah Hana selama dua tahun itu?"

"Hah? Apa emangnya Kak?"

***

Bara✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang