33

177 12 12
                                    

Jrassh!

Mata-mata yang terpejam lantas membuka matanya secepat kilat. Tubuh mereka terperenjat setelah mendapatkan siraman air sebanyak satu ember ke arah mereka. Sensasi dingin lekas menyusup ke pori-pori kulit mereka. Suhu dinginnya tak dapat disangkal, karena air yang disiramkan tadi terdapat es di dalamnya.

Kesadaran yang telah terkumpul itu, membuat mereka dapat melihat kalau kaki dan tangannya sudah diikat kencang. Posisi mereka satu sama lain pun berjauhan, sehingga cukup sulit juga untuk saling membuka ikat tali satu sama lainnya.

"Bunda, sopir itu juga berkhianat," ungkap Ananda setelah melihat perawakan sopir itu ada di antara anak buah-anak buah yang berada di ruangan tersebut. Ananda juga mencoba untuk melepaskan ikatannya.

"Kenapa banyak sekali pengkhianat?" Hana tak bisa membendung air matanya lagi, sehingga tetesan-tetesan bening itu meluruh dengan derasnya membasahi pipi.

"Bara? Glinda?" Lain dengan yang diucapkan Yona. Ia tak melepaskan pandangannya ke lantai yang terdapat dua orang itu. Mereka berdua tergeletak di sana, dan baru saja disiram air juga.

"Kalian? Uhuk uhuk!" Bara lanjut meringis ketika rasa sakit di tubuhnya menerjang begitu hebat. Hal itu dikarenakan Devan telah memukulinya tanpa ampun, sampai-sampai ia babak belur dan tak sadarkan diri.

"Ya Allah, Bara!"

Tidak ada yang bisa menyembunyikan kesedihan dan rasa cemas lagi di antara mereka. Keadaan seakan-akan menempatkan mereka di sebuah jurang yang akan membuat nyawa mereka melayang. Terlebih, mereka semua tahu, gudang tersebut tidak terletak dekat dengan pemukiman warga. Mungkin, mereka akan diterkam oleh keganasan orang-orang licik itu.

"Gimana perasaan mamahnya Aldo sekarang?" keluh Aldo sembari meratapi dirinya yang tak bisa berbuat apa-apa.

"Gue mohon, lo tenang, Do. Kita pasti bakal baik-baik aja," komentar Dion yang tak ingin berputus asa menghadapinya.

"Dion? Uhuk! L-lo gak lagi sandiwa-ra?"

Dion menatap Bara dengan tatapan yang bulat. Tersinggung batinnya. Ia yang mengalami kesulitan seperti apa yang dialami oleh yang lainnya mendapat tuduhan itu? Berkhianat? Ah, wajar juga Bara berucap seperti itu, ia selama ini berlaku kejam, suka memalaki siswa dan siswi, jumawa, dan sok meraja. Pasti tersimpan sebuah keheranan ketika Bara melihatnya diikat bersama dengan yang lainnya.

"Lo jangan ngadi-ngadi deh!" Dion membalas dengan ketus. Ia masih belum terbiasa bersikap lembut di hadapan Bara. "Mana bokap gue?! Datengin dia ke sini, tega banget dia nyekap anaknya sendiri! Dia gak waras apa?"

Setelah pertanyaan itu, tiba-tiba pintu gudang pun terbuka sedikit. Kemudian, terlihatlah langkah kedua pria berpakaian formal memasuki gudang tersebut. Ya, mereka tidak lain adalah Devan dan juga Dirga Bagaskara.

"Om, sakit? Elma juga keponakan Om, tau!" Elma ikut memprotes.

"Shut up," balas Bagaskara dengan ekspresi santai, ia terlihat seperti tidak punya salah sama sekali. Badannya tegap dan senyumnya begitu lebar. "Jangan pikir Papahmu ini tidak tahu soal niatmu untuk hijrah, Dion. Orang-orang seperti kamu dan Elma tidak pantas saya selamatkan dari sini, meskipun kalian masih punya hubungan darah dengan saya. Devan ini lebih pantas menduduki tempat di dekat saya."

Devan tersenyum penuh kemenangan. Bahkan, ia menunjukkan ekspresi pamer kepada Dion Bagaskara.

Dion menatap Devan dengan tatapan kesal. Pria yang sudah bersamanya sejak kecil, sifat aslinya keluar. Tidak sebaik yang ia kira. Pun, Devan tidak menyayanginya seperti adik kandungnya sendiri, padahal ia selalu berkata seperti itu selama ini. Devan hanya mencintai hartanya, dia tidak pernah benar-benar tulus kepadanya. Ekspresi yang ditunjukkan Devan layaknya seseorang yang mengejek rivalnya yang telah kalah telak di matanya.

Bara✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang