"Ghib? Lo kenapa?" Qilah panik, mereka disana semuanya panik.
"Ayo ayo, kita bawa dia ke rumah sakit sekarang, Rif! Bantuin." Tukas Luthfi.
"Ya aalllah, ni anak nyusahin mulu deh," gumam Arif, yang disusuli tampolan oleh Nora.
"Lo apa-apaan sih? Temen sakit ngapainu diomelin?" Murka Nora.
Mereka dengan panik membawa Ghibran ke rumah sakit.
*****
"Halo ini siapa?"
"Saya Luthfi Tante, temen Ghibran." Jawab Luthfi.
"Ghibran sakit, dan sekarang di Rumah Sakit, Tan."
"Astaghfirullah.. Ghibran baik-baik aja kan?" Mama Ghibran terdengar cemas.
"Baik-baik aja kok Tante, cuma kelelahan, tapi Ghibran belum siuman juga." Lapor Luthfi.
"Oke, Tante kesana ya, tante mohon jaga Ghibran dulu." ujar Mama Ghibran
Luthfi di seberang telefon mengangguk tanda mengiyakan, meskipun tidak terlihat.
Mama Ghibran dengan cepat menyusul ke Rumah Sakit sesuai alamat yang diberikan Luthfi.
Setibanya Mama Ghibran di Rumah Sakit, langkahnya tergesa menyusul Putra semata wayangnya. Yang selama ini jarang ia pedulikan.
"Ghibran, Ghibran mana?" Mama panik, ia menyusul teman-teman Ghibran yang berdiri disana.
"Ghibran di dalam tante, ada dokter yang lagi meriksa Ghibran, tante." Jawab Arif.
"Dia gak papa kan? Dia kenapa?" Mama mendesak Luthfi, entah kenapa, terbesit rasa iba dan sayang pada Putranya.
"Enggak papa kok tante, Ghibran mungkin hanya kelelahan." Jelas Luthfi menenangkan Sang Mama sahabatnya.
"Tante duduk aja dulu, kita tunggu Dokternya keluar ya Tante?" Arif menyilahkan Mama Ghibran duduk, menenangkan Mama Ghibran.
Sedangkan Qilah dan Nora, mereka pergi ke Kantin membeli makanan untuk makan siang mereka semua.
*****
Beberapa menit sebelumnya.
"Dokter cepetan," Arloji di lengan Vani menunjukan pukul 08.00 pagi.
"Iya, kamu sabar ya, kita nggak akan telat kok." Dokter An menenangkan Vani.
Tak lama kemudian, mereka sampai di depan gerbang Bandara. Mereka berlari sekencang mungkin mengejar seseorang yang harus mereka kejar. Nafas Vani berhembus tidak teratur, kini mereka sampai di depan pintu samping area landing yang hampir ditutup.
"Pak! Saya minta tolong, saya butuh bicara sama seseorang dulu. Ijinin saya masuk." Pinta Vani memohon.
"Maaf ya dek, penerbangan akan dilakukan 10 menit lagi." Tolak Bapak penjaga pintu gerbang, bukan pintu sorga ya ehe.
"Yah, Pak. Saya mohon, ijinin saya masuk. Ini menyangkut hidup mati sepupu saya Pak, saya mohon." Vani berlutut di kaki Bapak tersebut.
"Jangan Van, malu diliat orang." Cegah Dokter An.
"Enggak Dok, Vani ga peduli, Vani akui Vani salah. Ini semua kesalahanku, Dok." Tangisan Vani benar-benar pecah.
"Pak, tolong Pak." Dokter An, ikut membujuk. Sembari menunjukan kartu tanda petugasnya di Rumah Sakit terkenal di Kota itu.
"Baik, silahkan. Tolong cepat ya." Pinta Bapak tersebut.
"I-Iya Pak, makasi banyak Pak." Vani sesegukan mengelap air matanya yang menetes dengan brutal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walau Rindu (Tamat)
Teen FictionGhibran, laki- laki yang sulit membuka hatinya tiba- tiba terjebak dalam permainannya sendiri? Dhisty, perempuan penjaga perasaanya itu merasakan perubahan sayang jadi sakit? Bisakah mereka bersatu? Apa yg terjadi? ikuti sampai habis ya Jangan sim...