Cast : Jihyo//Hoseok
Sided love, Friendship
Words : 2.9 K
Written by : Hiraethskies•
Aku menyelipkan buku sisa stok persediaan bulan ini pada rak. Buku tebal yang mungkin beratnya hampir sekilo itu menampakkan foto potrait hitam putih seorang tokoh politik ternama. Judul buku di bagian sampingnya dengan warna emas tampak berkilau. Langkahku mundur untuk memastikan jika tiga jilid dari buku itu sudah tertata rapi. Warna hijau lumut yang sejajar dengan angka jilid buku yang berurutan membuatku puas. Pekerjaan ini seperti memberikan suntikan ketenangan bagiku, menenangkan saraf-saraf yang selalu menegang tiap tengah hari.
Dentingan piano mengalun lembut lewat pengeras suara. Mendayu mereka mengelilingi toko buku kecil tempatku bekerja. Di antara suara dentingan itu, suara Jihyo yang tinggi namun nyapa sesekali menginterupsi; entah mengucap selamat datang, total harga belanjaan, ataupun mengucap selamat tinggal.
Jihyo memang selalu menjadi andalan dalam masalah menghadapi pelanggan. Tutur katanya yang menyenangkan membuat siapapun tak keberatan berbincang dengannya meski hanya cuaca yang menjadi topik. Dia memiliki mata bulat hitam bak kelereng yang berkilauan dan selalu menampakkan rasa ingin tahu. Pipi apelnya akan terangkat tiap kali dia tersenyum lebar, menambahkan kepolosan pada penampilannya meskipun umurnya sendiri sudah kepala dua.
Jihyo berbanding terbalik denganku. Layaknya musim panas dibandingkan dengan musim dingin. Jihyo dengan segala kehangatan yang dibawanya dan aku dengan kedinginan yang menusuk hingga ke lapisan tulang terdalam.
Aku pernah sekali mencoba untuk menjadi musim panas layaknya Jihyo; menyapa pelanggan dengan kehangatan, tersenyum seharian untuk memancarkan aura kebahagiaan (kalau kata Jihyo). Sayangnya di penghujung hari, aku seperti habis dipukul dengan tongkat ratusan kali.
Jika aku menganggap kerja di toko buku ini sebagai penenang dalam keruwetan akhir semester tingkat akhir, Jihyo menganggapnya sebagai latihan untuk menahan keaktifannya yang sering berlebihan. Dengan kerja di sini dia merasa lebih bisa menguasai diri untuk bersikap. Ditambah lagi ketika bersanding denganku yang super pasif, dia berusaha membangkitkan sisi dewasa dalam dirinya. Tapi pada akhirnya Jihyo tetaplah dirinya sendiri dengan segala keriangan yang dibawanya.
Hanya perlu analisa singkat untuk tahu seberapa menyenangkannya Jihyo sebagai manusia. Senyum yang terus mengembang, manik mata bulat berkilauan yang bergerak cepat dengan penuh rasa ingin tahu, rambut coklatnya yang bergoyang tiap kali dia berjalan cepat, dan sapaan yang selalu dia lemparkan ketika dia berpapasan dengan siapapun. Aura temanku memang terlampau kuat apalagi saat berada di toko buku ini.
Toko buku tempat kami bekerja tidak begitu besar, malah lebih seperti toko kelontong namun dengan kenyamanan setingkat kafe-kafe di daerah kampus. Letaknya juga berada nyaris di ujung jalan buntu. Dari luar pun penampilannya cukup suram dengan pintu masuk bergaya tradisional dan papan nama yang sudah lapuk. Tapi jangan pernah nilai apapun dari luarnya saja.
Pemilik toko ini adalah seorang nenek tua yang tinggal di lantai atas. Beliau tidak terlalu mempermasalahkan berapa keuntungan dari operasional toko itu. Aku yakin sebetulnya toko ini sudah rugi bertahun-tahun lamanya, namun Beliau masih mempertahankannya. Kabar burung mengatakan jika Beliau adalah nenek dari seorang pengusaha kaya. Jadi dia tidak masalah menggelontorkan banyak dana untuk membeli persediaan buku yang belum tentu laku dan membayar karyawannya dengan rutin.
"Di sini kamu ternyata."
Aku tidak perlu menoleh untuk tahu siapa pemilik suara nyaring itu. Di toko ini hanya ada aku dan Jihyo. Deritan lantai kayu terdengar mendekat disertai suara langkah entengnya. Jihyo ikut berdiri di sampingku dan menatap deretan buku yang sudah ditata di rak.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐰𝐢𝐧𝐞 | 𝐛𝐚𝐧𝐠𝐭𝐰𝐢𝐜𝐞 ✔️
FanfictionKumpulan short stories yang sayang buat dibuang dan dianggurin jadi draft. (Cast : BTS, Twice, TXT)