Hantu Bantal

129 9 0
                                    

Cast : Chaeyoung//Soobin
Housemate, pillowfight
Words : 1.8  k
Written by : Hiraethskies

Dari sekian juta wanita yang hidup di muka bumi ini, seorang Chaeyoung berdiri di depan pintu apartmen Soobin.

Wanita itu adalah salah seorang teman seangkatannya saat sekolah menengah dulu. Dia menghubungi Soobin melalui sosial media, menanyakan kabar dan tiba-tiba meminta izin untuk menginap di tempat Soobin. Dengan alasan dia ingin mencari tempat suaka selama dia menunggu konfirmasi mengenai posisinya di sebuah perusahaan. Dia baru saja diterima dan ingin segera berada di kota untuk menyelesaikan berbagai urusannya.

Jujur, Soobin tidak begitu mengenal siapa Chaeyoung. Bahkan Soobin harus memeriksa profil sosial media Chaeyoung, untuk mengkonfirmasi ingatannya mengenai si Chaeyoung itu. Dan benar saja. Lingkup keduanya memang berbeda. Soobin anak yang aktif olahraga saat itu dan Chayeoung adalah murid yang selalu tampil di acara akhir tahun dengan cello-nya.

Mendengar permintaan Chaeyoung, Soobin sempat ragu. Dia tidak mengenal siapa wanita itu. Bisa saja dia dating untuk menipu atau bahkan merampoknya. Tidak ada yang tahu terlebih di zaman sekarang. Soobin juga tinggal sendirian, dia juga memikirkan bagaimana tetangganya akan bereaksi dengan kehadiran Chaeyoung selama seminggu.

Kalau kata sahabatnya, "Bilang saja itu adikmu."

Soobin bahkan tidak yakin rupa Chaeyoung bisa meyakinkan orang-orang kalau dia sedarah daging.

Kalau kata orang tuanya, "Sudah tidak apa. Kasihan dia sendirian di kota. Kamu ingatkan ketika kamu pertama kali di sana sendiran?"

Dengan rayuan orang tuanya, Soobin mengalah. Teringat akan pertama kali dia berada di kota asing sendirian. Bingung arah pulang, ditipu oleh pedagang di pasar, bahkan dipandang rendah oleh pemilik toko. Pengalaman mengerikan itu dia harap tidak dialami oleh siapapun. Termasuk Chaeyoung.

Demi misi kemanusiaan, dia membuka pintunya lebar-lebar untuk Chaeyoung.

"Hai!"

Itulah sapaan pertama yang terucap dari Chaeyoung. Dia tidak seperti 'pemain cello' yang Soobin bayangkan. Dia tidak berambut panjang, mengenakan rok, dan menenteng tas cellonya. Alih-alih Chaeyoung berpenampilan seperti anak skate yang sering bermain di taman kota. Bagian poninya diwarnai abu-abu, membuat poninya mencuat di antara rambut cokelat bergelombang sebahunya. Dia mengenakan kaos sangat gombrong. Dia juga tidak seperti membawa alat instrumen apapun.

"Chayeoung ya?" tanya Soobin kikuk.

"Iya."

Soobin tersenyum canggung. Otak Soobin mengeluarkan pertanyaan; apa yang sebetulnya aku lakukan. Mengapa ia memperbolehkan orang asing masuk ke dalam tempat paling personal? "Masuklah, aku sudah menunggu dari tadi."

"Maaf sampai membuatmu menunggu," Chaeyoung masuk ke dalam apartmen. Tas ransel berukuran besar digendongnya menarik perhatian Soobin. Apa yang wanita itu bawa? Bom? Atau jangan-jangan senjata tajam?

Soobin segera mengusir pikiran negatifnya terhadap wanita itu. Asumsi buruk yang dibuatnya sendiri tanpa sadar akan membentuk ketakutan tak berarti. Kalau ternyata Chaeyoung memang orang jahat, dia bisa apa? Setiap keputusan yang diambil pasti akan menghasilkan resiko tersendiri.

"Ternyata di kota itu macet sekali ya," Chaeyoung terdiam memandangi seisi apartemen. Sebelum kedatangannya, Soobin sempat membereskan apartment dengan sangat telaten. "Tempatmu enak juga."

"Terima kasih," ujar Soobin, menganggap itu sebagai pujian. "Kamu sudah makan malam? Aku sekalian mau oder makanan."

...

𝐰𝐢𝐧𝐞 | 𝐛𝐚𝐧𝐠𝐭𝐰𝐢𝐜𝐞 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang