"Aku yakin dia pasti menang, Paman," kata Namjoon dengan suara keras, berusaha mengalahkan suara komentator yang terdengar keras mengelilingi lapanagan tennis. Ayah Sunhee tertawa begitu mendengarnya, menepuk pundak Namjoon. Di sebelahnya ibu Sunhee menyatukan kedua tangannya, bersiap kapanpun untuk bertepuk atas kemenangan puterinya.
Namjoon di sini hanya karena orang tua Sunhee. Mereka tinggal di pinggiran kota dan jarang bisa berkunjung karena kesibukan mereka mengelola sebuah toko binatang. Mereka juga sudah sangat mengenal Namjoon, bahkan pembicaraan tentang masa depan sudah sering dibahas.
Namun masa depan yang digambarkan itu makin suram, Namjoon tidak bisa melihat setitik kebahagiaan di dalamnya. Yang dia inginkan hanyalah berganti jalur sebelum dia masuk terlalu dalam.
Namjoon membenarkan kacamata hitamnya. Terik matahari begitu menyengat ia rasakan dikulit. Matanya tertuju kepada Sunhee yang bergerak lincah di atas lapangan, menangkis tiap pukulan lawan. Skor Sunhee dan lawannya berbeda tipis, membawa ketegangan di antara penonton.
Diam-diam Namjoon mengalihkan fokus kepada ponselnya. Dia membaca ulang pesan dengan Tzuyu. Semalaman dia dilanda rasa khawatir karena Tzuyu tidak memberinya kabar apapun bahkan setelah mengirim pesan;
Tzuyu
Dia mengakui
Tetangga apartementnya, mereka sudah sering tidur bersama
Aku tidak menangis tapi dadaku sakit sekali
Tubuhku juga sakitAku ke sana sekarang
Tzuyu
Biarkan aku sendiriKamu yakin?
Hubungi aku kalau kamu butuh sesuatuIa menyesal tidak memaksakan diri datang tengah malam ke rumah Tzuyu seperti biasanya. Dia tidak dapat menghubingi Tzuyu. Ibunya Tzuyu juga hanya tahu sebatas puterinya menginap di rumah temannya.
Kembali ia berusaha menelepon Tzuyu. Dia tidak bisa menanti lama, bahkan sebelum nada sambung terakhir, Namjoon mematikannya dan menghubungi ulang. Percobaan kelima, Namjoon menyerah. Titik buntu itu semakin jelas. Dia tidak tahu bagaimana keadaan Tzuyu dan posisinya.
Suara komentator makin heboh, menghantarkan sengitnya pertandingan. Di lapangan Sunhee terus berhasil membalas pukulan lawannya.
Telepon Namjoon bergetar, nomor tak dikenal tampak di layarnya.
"Paman, aku ke bawah dulu," kata Namjoon kepada Ayah Sunhee sembari menunjuk ponselnya. Ayah Sunhee mengangguk mengizinkan.
Namjoon menuruni bleachers dan mengangkat teleponnya.
"Halo? Ini Namjoon kan?" sapaan penuh tanda tanya itu terdengar tidak asing.
"Ini siapa?"
"Yunseo kekasihnya Tzuyu. Maksudku— mantan. Ah, tidak penting," gerutu Yunseo, "Apa Tzuyu bersamamu?"
"Tidak." Waktu seakan ikut berhenti begitu dada Namjoon berdegub kencang. Satu-satunya orang yang dia harapkan tahu keberadaan Tzuyu kini malah bertanya dengannya. Di saat yang bersamaan, orang-orang terkesiap melihat pertandingan Sunhee yang makin panas.
"Aku tidak bisa menghubunginya dari semalam. Dia menghilang dan aku tidak tahu harus mencarinya kemana lagi."
Sorak gembira orang-orang terdengar begitu Sunhee melancarkan smash yang mengalahkan lawannya. Namun Namjoon merasa kosong, kakinya lemas dan ia merasakan degub jantungnya makin kencang.
Namjoon berlari keluar dari arena menuju mobilnya. Suasana sepi karena penonton masih menyaksikan pertandingan.
Kaki kananya menginjak pedal gas dalam-dalam, menyelip mobil yang menghalaunya. Ia mencari ke tempat-tempat yang biasa didatangi Tzuyu; kampus, tempat dia latihan biola, sampai restoran tempat dia biasa makan siang. Tzuyu tak juga ditemukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐰𝐢𝐧𝐞 | 𝐛𝐚𝐧𝐠𝐭𝐰𝐢𝐜𝐞 ✔️
FanfictionKumpulan short stories yang sayang buat dibuang dan dianggurin jadi draft. (Cast : BTS, Twice, TXT)