Advice

98 7 0
                                    

Cast : Sana//Yoongi
Producer au, life lesson
Words : 760
Written by : Hiraethskies

Yoongi hanya bisa memandang lantai di bawahnya. Meskipun pendingin ruangan bekerja dengan baik, panas menyelubung di dadanya. Topik pembicaraan itu membuatnya seketika kesal dengan dua orang yang membawanya datang ke agensi. Dua orang yang dulu bahkan sampai duduk rendah di lantai kini bicara dengannya dengan ucapan yang dingin dan menyudutkan.

Yoongi benci ini. Dia sudah mempercayai dua orang pria itu sepenuh hatinya, layaknya menggantungkan hidupnya dengan tali kepada mereka. Tapi rasanya kedua orang itu tidak merasa demikian.

Kesalahan besar baru saja dibuat Yoongi. Lagu-lagu yang dibuat dan diberikannya pada grup dibawah naungan agensi itu dikritik habis-habisan. Orang bilang temanya tidak sesuai dengan persona yang diperlihatkan, liriknya terlalu berat, atau melodi lagu yang terlalu dipaksakan. Penjualan dari album itu juga menurun padahal grup idol itu tengah berada di masa kejayaannya.

Dan semua orang berbalik menyalahkan Yoongi. Padahal dia sudah bekerja mati-matian; tidak kenal lelah. Semua orang menyetujui segala aspek dari lagu-lagu yang dibuatnya sebelum rilis. Bahkan dua pria itu ada di ruangan yang sama dengannya saat dia merampungkan album. Kini mereka memutar badan dan mengacungkan jari telunjuknya kepada Yoongi semata.

"Aku paham mungkin kamu baru menyesuaikan diri di sini," kata salah seorang pria bertubuh tambun dengan topi dan kacamata hitam dikenakannya, "tapi Yoongi kamu tidak bisa bergerak sendirian dan gegabah."

"Aku sudah memperlihatkan ke kalian dari draft sampai finishingnya, dan kalian setuju," kata Yoongi, membela dirinya sendiri, "kenapa baru sekarang kalian protes?"

"Yoongi, kamu bekerja jauh di bawah ekspektasi kami," kata salah seorang pria lainnya yang sedari tadi hanya duduk diam di sofa, "jujur kami kecewa."

Kepala Yoongi pening. Rasanya dia ingin memaki kedua pria itu sekarang. Sayangnya dia masih ingat dengan yang namanya sopan santun. Kedua orang itu yang membawanya ke posisi ini dan dia tidak punya pilihan lain selain menurut.

"Kami dari kemarin dihubungi oleh ketua, dia tidak puas. Yah, Yoongi. Kamu seharusnya sadar tanggung jawab yang kamu pegang itu berat."

"Aku tahu," gumam Yoongi, "maafkan aku. Aku akan bekerja lebih giat lagi."

"Ayo semangat, kita masih punya banyak proyek lainnya," kata pria bertubuh tambun, menepuk pundak Yoongi yang turun.

"Kamu mau ikut makan siang?" tawar pria lainnya dengan senyuman tipis.

"Tidak, aku perlu menyelesaikan aransemennya," Yoongi merujuk ke layar komputernya yang menampakkan aplikasi yang digunakannya untuk membuat lagu. Semangatnya untuk membuat lagu sirna sudah. Hari ini dia enggan melakukan apapun, dia perlu menenangkan pikirannya dan mencari solusi atas masalah hidupnya.

"Kita di kantin kalau kamu mau menyusul," kata si pria tambun. Keduanya beranjak keluar dari studio Yoongi. "Oh! Yoongi kamu ada tamu!"

Yoongi menoleh ke arah pintu. Wanita bersurai coklat seperti karamel itu berdiri di ambang pintu, dia membungkuk sopan kepada Yoongi. Di tangannya dia menggenggam dua gelas kopi. Yoongi lupa jika dia ada janji untuk diwawancarai oleh majalah lokal.

"Masuklah," kata Yoongi cepat, sebetulnya ingin mengusir dua orang temannya yang mengintip penasaran. Wanita itu melenggang masuk dan membuat dua pria itu menutup pintu.

"Aku bawakan espresso panas," ucap Sana, menaruh gelas kopi di meja Yoongi.

"Terima kasih, Sana," Yoongi langsung menyesap kopi itu. Padahal dia tidak begitu menyukai espresso tapi dia membutuhkan apapun yang bisa menenangkan perasaan kesalnya. "kamu sendirian?"

"Yang lain lagi ditahan di bawah untuk daftar identitas karena baru pertama kali ke sini. Cukup ketat pengamanan di sini."

Yoongi hanya mengangguk. Dia memaksakan diri untuk tampak sibuk padahal isi kepalanya kosong. Yoongi yakin wawancara ini tidak akan berjalan dengan baik, dia akan mengatakan satu-dua hal yang salah. Namun janji wawancara itu bahkan sudah dibuat sebulan yang lalu, Yoongi tidak mungkin membatalkannya.

"Sana," panggil Yoongi, "aku mungkin tidak bisa menjawab pertanyaannya dengan baik."

"Kenapa?"

"Aku lelah," Yoongi berucap pelan, "aku lelah mencoba untuk tetap menjadi diriku sendiri."

"Aku mendengarkan," kata Sana. Meskipun mereka sebetulnya tidak begitu dekat namun Sana bersimpati melihat Yoongi yang terlihat murung.

"Kerja di sini membuatku lelah," Yoongi berucap pelan, "aku kehilangan identitasku. Membuat musik menjadi beban bagiku sekarang."

Sana terdiam, menanti Yoongi melanjutkan ucapannya namun pria itu hanya tetap diam.

"Keluar. Keluar dari sini."

Yoongi menatapnya dengan kerutan di keningnya. "Keluar? Kamu gila. Masuk ke sini cukup ketat.

"Tapi kamu jadi tidak menikmati apa yang kamu suka."

"Gaji di sini juga lumayan."

Sana mendengus pelan, "Yoongi, bukan berarti kamu keluar dari sini hidupmu berakhir. Kamu tidak mungkin menggelandang di jalanan hanya karena keluar dari sini. Kamu bisa tetap mendapatkan uang banyak dan menikmati proses membuat musik. Kamu hanya berada di tempat yang salah."

Yoongi terdiam, merenungi nasihat Sana. Sebelum masuk ke agensi ternama ini, hidupnya baik-baik saja.Tapi semenjak ditempatkan di studio kecil dengan perlengkapan super lengkap, beban yang dibawanya semakin berat.

Mungkin Sana benar, dia berada di tempat yang salah.

𝐰𝐢𝐧𝐞 | 𝐛𝐚𝐧𝐠𝐭𝐰𝐢𝐜𝐞 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang