Pagi hari, suasana meriah sudah memenuhi kelas XII IPA I dengan suara para siswa dan siswi yang saling bercengkarama di dalam kelas.
"Browniesnya enak banget, beli di mana? Tumben bagi-bagi brownies ke sekolah. Dalam rangka apa?" Ujar Tika yang dari tadi sudah menghabiskan 2 potong brownies yang dibawa Rita ke kelas.
"Telan dulu woi baru ngomong, Muncrat niii," sela Wahyu sambil mendorong kepala Tika.
"Kebetulan kemarin ada syukuran kecil-kecil dirumah jadi gue buat brownies lumayan banyak, jadi sisanya gue bawa ke sini buat bagi-bagi ke teman kelas." Jawab Rita.
"Airyn. Sini! Ada brownies nih, makan bareng anak-anak yuk." Teriak Rita yang melambaikan tangan, meminta Airyn bergabung untuk menikmati brownies buatannya.
Airyn yang dari tadi sibuk membaca buku pelajaran di tempat duduknya, seolah tak terpengaruh dengan kegaduhan yang ditimbulkan oleh teman-temannya. "Nanti aja." Balas Airyn sambil melanjutkan bacaan.
"Ih, kebiasaan nih anak, hidupnya cuma buat belajar," gumam Rita, "Guys, kita pindah ke tempat Airyn aja ya, itu anak kalau nggak disamperin, nggak akan makan brownies ini." Anak-anak yang lain tanpa protes menuruti usulan Rita.
"Airyn, gue udah cape-cape baking brownies ini. Silahkan diambil, makan dan silahkan puji hasil karya gue." Ucap Rita seraya membungkukan badan seperti pelayan yang hendak melayani Putri Kerajaan. Sontak Airyn dan teman-teman tertawa melihat tingkah Rita.
Rita adalah salah satu anak yang paling mudah bergaul, cerewet dan ekspresif jadi orang-orang sudah terbiasa dengan tingkahnya yang ajaib.
Setelah mengucapkan terima kasih, Airyn langsung mencicipi brownies buatan Rita dan memang rasanya enak dengan tekstur brownies yang lembut dan rasa manis yang pas, tak heran Tika sudah menghabiskan empat potong brownies yang dari tadi sudah mendapat protes dari teman-temannya.
"Lo semua tahu kan, kalau orang tua gue sibuknya minta ampun. Jadi kemarin itu kebetulan jadwal nyokap bokap gue kosong, nah nyokap gue langsung inisiatif ngadain syukuran kecil-kecilan buat peringkat ketiga yang gue dapat waktu kenaikan kelas kemarin. Saking senangnya, gue kebablasan buat brownies sampai 6 pan dan sisanya banyak banget, makanya gue bawa brownies ke sini." Kini, Rita memandang wajah Ryn seraya bertanya "Airyn, browniesnya enak?"
Aryn hanya memberikan senyuman kepada Rita. Sebenarnya dia tak benar-benar mendengar pertanyaan Rita, karena pikirannya sedang memikirkan kedua orang tuanya yang tidak pernah membuat perayaan atas prestasi yang buat oleh Airyn.
"Jujur agak berlebihan sih, kalau juara tiga aja dibuat acara syukuran. Overproud." Sindir salah satu teman mereka yang langsung mendapat pelototan dari Rita
"Nggak berlebihan kok. Gue aja tiap masuk TK sampai masuk SMA, mau dapat peringkat atau nggak, mami gue selalu adain syukuran. Tapi cuma bagi-bagi makanan di tetangga satu blok aja. Semua orangtua itu punya rasa bangganya sendiri buat anak-anak mereka. Kata Papa gue 'kalau bukan orangtua yang bangga sama anaknya, siapa lagi', " terang teman mereka yang lain.
"Orang tua gue juga sama. Gue cuma jadi peserta lomba puisi aja gue udah dibangga-banggain sama bokap di grup keluarga, padahal hasilnya gue nggak menang. Gue...."
Kemudian mengalirlah cerita-cerita seru dari teman-teman Airyn yang menceritakan kehebohan orang tua mereka kalau anaknya mendapatkan prestasi di bidang apa saja. Diam-diam rasa ganjil timbul di hati Airyn. Airyn tidak pernah merasakan hal-hal yang dirasakan oleh Rita dan yang lain.
Airyn sudah tidak memperhatikan pembicaraan teman-temannya, dia memilih untuk kembali tenggelam ke dalam buku pelajaran yang tadi sempat dia pelajari. Tidak ada guru yang masuk sampai jam istirahat karena seluruh guru-guru kelas XII sedang ada pertemuan penting dengan kepala sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be
Teen FictionSebelum bertemu Dewa, Ryn pikir hidupnya sudah cukup sempurna. Menjadi siswi berprestasi dengan berbagai piagam penghargaan juga jabatan ketua osis yang diembannya, membuat Ryn mampu membusungkan dada bangga. Namun, harus Ryn akui, ketika mengenal D...