Persiapan acara semakin terlihat, beberapa spanduk juga tata panggung sedang mulai dipasang. Airyn merasakan atmosfer yang berbeda walau belum terjadi apapun. Setiap kegiatan yang dipersiapkannya dengan matang selalu membuat reaksi yang sama pada degup jantungnya. Dan saat semuanya usai maka hal yang membanggakan lah yang tertinggal karena suksesnya acara.
Airyn berjalan santai bersama Dara hendak menuju kantin. Tapi kali ini senyum di wajahnya tidak pernah pudar bahkan sesekali tertawa kecil hingga membuat Dara yang disampingnya menatap heran.
"Ryn, ai Maneh teh kunaon?" (Kenapa sih kamu itu? ) Dara menatap Airyn yang masih memegang ponsel dengan wajah tersenyum senang. Airyn anak yang ramah dan mudah tersenyum, Dara mengakui hal itu. Tapi kali ini beda dan Dara yakin seseorang atau apapun yang bisa membuat Airyn tertawa dengan sendirinya adalah hal yang menarik, setidaknya bagi Airyn sendiri.
"Hm," kedua alis Airyn terangkat dengan wajah tanyanya, "sebentar, gue bales dulu ini.""Hilih, mangga weh neng moal abi mah ngaganggu pisan teh." (Silahkan, saya tidak akan mengganggu kamu sama sekali)
Airyn meletakkan ponselnya lalu menatap Dara dengan senyum kecil.
"Naon sih ah, Dar-Dar mau pesen apa? biar gue pesenin sekalian." (Kenapa sih)
"Panggilan itu lagi," Dara mengerutkan wajahnya lucu dan semakin membuat Airyn tertawa karna kalimat Dara selanjutnya, "gue rasanya jadi kaya telur dadar woy."***
Dewa yang sedang duduk bersantai di kantin tak kalah heboh saat pesanannya datang."Siomay gue woy," teriakan itu berasal dari mulutnya saat Bayu hendak menyuap siomay miliknya.
"Mata lo, Wa. Jeli amat sama makanan." Mendengus sebal Bayu mendorong piring siomay milik Dewa dan membuat sang empunya tersenyum senang.
"Gue sama makanan memang sejodoh itu sih, Bay.""Oh jadi sama yang di HP lo kagak yak?" Kalimat Bayu sukses membuat suapan Dewa berhenti.
"Naon sih naon?" (Apa sih apa?)
Memutar matanya malas Bayu menunjuk orang-orang di meja mereka.
"Tanyakeun weh, kawas nu gelo seuri ka HP titatadi ditingalikeun teh." (Tuh tanya aja, kayak orang gila ketawa sama HP dari tadi dilihatin)
Sontak Dewa tertawa kencang. Tidak peduli beberapa pasang mata yang memperhatikannya setelah ingin tahu ada apa seorang Dewangga sampai tertawa kencang.
***
Dengan perasaan senang, Airyn kembali membuka kotak yang disembunyikannya dari siapa pun. Kotak yang berisi berbagai macam alat gambar yang dibelinya dengan Dewa. Airyn tetap bersikap seperti biasanya saat berhadapan dengan siapa pun termasuk kedua orang tuanya, sikap kedua orang tuanya yang apatis membuat Airyn enggan memberitahu jika dirinya mulai menggambar dengan serius. Bahkan banyak cara-cara menggambar yang dirinya pelajari dengan hati senang.
"Gue mau lo belajar jadi manusia, Ryn."
"Melakukan apa yang lo suka itu bukan kesalahan, asal lo bisa tanggung jawab dengan semua risikonya."
Masih banyak lagi kata-kata Dewa yang selalu mendukungnya untuk melakukan apa pun yang Airyn suka. Belum lagi tindakkan Dewa mengenalkannya pada banyak orang juga mendatangi berbagai tempat yang memacu rasa ingin tahunya. Airyn suka, ia merasa senang saat seseorang mengerti dirinya dengan benar.
Lagi ponsel di mejanya bergetar, sebuah pesan masuk dari Dewa tak bisa menutupi rasa senang Airyn.
Dewangga:
Gambar yang paling bagus nanti gue nilai, siapa tau bisa seleksi mural kan.
Airyn:
Gue nggak se PD itu sih, lagi pula ini cuma iseng, Wa.
Dewangga:
Si Uci yang lukisannya abstrak gitu aja bisa nabung buat ke Korea, nah ayo semangat! Gue yakin lo pasti bisa.
Eh, lo bisa gambar orang?
Airyn:
Gila, lo nyamain gue sama Uci? Bumi dan langit banget, Wa kejauhan.
Bisa, kenapa?
Dewangga:
Lo cuma nggak percaya diri, Ryn gue yakin kok lo bisa.
Berarti bisa dong gue minta lo gambarin diri gue sebagai imbalan? Hahaa...
Airyn:
Enggak makasih, yang lain aja, Wa.
Dewangga:
Yakin bisa ngabulin yang lain?
Airyn:
Bisa,
Dewangga:
Beneran bisa?
Airyn:
Rese lo, apaan sih?
Dewangga
Jadi pacar gue, gimana?
Pesan itu tidak terbalas, Airyn menatap ponselnya itu dengan wajah bingung lalu sedetik kemudian wajahnya memerah bak tomat masak.
Dirinya tidak bisa berpikir hal lain kecuali wajah tertawa Dewa yang sangat menyenangkan dilihatnya.
"Jantung gue beneran nggak sehat lama-lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be
Teen FictionSebelum bertemu Dewa, Ryn pikir hidupnya sudah cukup sempurna. Menjadi siswi berprestasi dengan berbagai piagam penghargaan juga jabatan ketua osis yang diembannya, membuat Ryn mampu membusungkan dada bangga. Namun, harus Ryn akui, ketika mengenal D...