Airyn menutup buku latihan soal SNMPTN yang diberikan bundanya tadi. Entah ada apa dengan pikirannya malam itu. Otaknya seakan enggan diajak bekerja sama untuk mengisi lembar kisi-kisi soal SNMPTN. Ia hanya membolak-balikkan halaman dan menjawab beberapa pertanyaan tanpa minat. Ia menghela napas. Meraih sebuah buku tebal lainnya dan tidak sampai 5 menit, ia sudah kembali menutup bukunya.
Ia kehilangan mood belajarnya malam ini.
Rapat ketiga untuk kegiatan pekan seni dan bahasa gabungan sore tadi di BiNus menganggu pikirannya. Sungguh. Harga dirinya seakan tercabik ketika Selly dengan lantang menolak hasil pekerjaannya.
"Maaf, Airyn. Gue akui lo pinter. Tapi sayangnya, kepinteran lo nggak guna di sini. Ide-ide lo mentah, nggak kreatif." Selly bersidekap. Matanya lurus menatap Airyn. "Ide lo too behind times. Kuno. Nggak bakal ada yang tertarik."
Airyn tentu saja menyanggah semua kalimat Selly. Ia kembali menjelaskan poin-poin ide yang ia tulis. Berusaha setenang mungkin, menjaga citranya sebagai Airyn yang tenang dan pintar. Tapi lagi-lagi sanggahannya ditolak.
"Lo udah diskusiin sama temen-temen lo?"
Pertanyaan Selly kontan dijawab anggukan yakin oleh Airyn. Teman-temannya sudah menyetujui ide-idenya. Bukankah memang selalu begitu? Mereka pasti akan menyetujui ide-ide Airyn seperti sebelumnya. Mereka hanya perlu mengerjakan apa yang sudah ia rencanakan.
"Kalian gimana?" Selly mengalihkan atensinya pada Gamma dan Dara yang duduk di samping Airyn.
"Kita sih setuju-setuju aja..."
"Kalo gitu, menurut lo, Gam. Apa poin menarik dari ide yang udah dijelasin Airyn tadi?"
"Yaa sesuai dengan tema. Menjadi sama dan Berbeda dalam Seni dan Bahasa.."
"Jadi gini, Sel. Seperti yang udah gue jelasin tadi..."
"Maaf, Airyn. Tapi pertanyaan gue masih buat Gamma. Atau temen lo yang lain. Bukan lo."
"Kalo lo udah bener-bener udah diskusiin ide-ide lo itu, pasti mereka bakal bisa ngejelasin sendiri tanpa bantuan lo. Setidaknya, mereka paham dengan ide-ide yang tertulis di proposal yang lo ajuin. Mereka tau hal menarik apa yang bisa membuat orang tertarik untuk datang ke acara kita."
"Kalian juga, jangan cuma iya-ngangguk-setuju doang. Otak dipake buat mikir. Mulut dipake buat ngomong. Sampaikan isi otak lo dengan mulut kalian sendiri."
Kalimat Selly sukses membuat telinga dan hati Airyn panas. Ia baru saja akan membuka mulutnya. Membantah dan menyerang balik Selly jika saja Dewa tidak terlebih dulu bersuara. Cowok itu menegur Selly dan membuat gadis itu berdecak. Susana rapat menjadi sedikit tegang setelahnya. Beruntung, Dewa dapat meneruskan jalannya diskusi sore itu dengan lebih cair. Teman-temannya pun — walau sedikit kaku — dapat menyuarakan beberapa ide lain untuk opsi event-event yang akan ada di kegiatan pekan seni dan bahasa nanti.
Rapat ditutup setelah melakukan beberapa perombakan dan pembagian jobdesk yang lebih tertata. Airyn hanya bertanggung jawab untuk urusan sponsor dan vendor, bersama dengan Dewa.
"Silakan yang lain untuk jadi ketua pelaksana kegiatan ya. Gue sama Airyn bosen nih ngatur kalian terus. Biar kalian punya pengalaman."
Airyn hendak protes tapi ia kalah suara. Dilakukan voting ulang dan akhirnya Raka terpilih menjadi ketua pelaksana. Airyn skeptis, sebab Raka selama di kepengurusan OSIS ia kenal sangat diam tak banyak bicara. Cowok itu hanya akan mengerjakan sesuatu yang Airyn perintahkan tanpa banyak protes.
Mata Airyn menatap ponselnya yang bergetar pelan tanpa suara. Ia terbiasa mematikan dering dan bunyi notifikasi ponselnya ketika malam. Sebuah notifikasi istagram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be
Teen FictionSebelum bertemu Dewa, Ryn pikir hidupnya sudah cukup sempurna. Menjadi siswi berprestasi dengan berbagai piagam penghargaan juga jabatan ketua osis yang diembannya, membuat Ryn mampu membusungkan dada bangga. Namun, harus Ryn akui, ketika mengenal D...