Kacau-kacau, semua berantakan. Apa yang Airyn harapkan tidak pernah terjadi, hal indah yang sempat hadir dalam pikirannya nyatanya malah menjadi mimpi buruk bagi Airyn.
Bagaimana tidak, hobby menggambar yang mulai ditekuninya malah berimbas ke segala hal yang selama ini menjadi kebanggaannya. Nilai akademisnya turun, fokusnya buyar bahkan dirinya berani untuk tidak datang ke pertemuan lesnya.
Demi apa pun yang saat ini menjadi sangat kacau, bukan seperti ini yang di ingin kan oleh Airyn, mungkin akan ada kekacauan, tapi tidak akan merusak segala yang sudah dibangunnya dengan susah payah.
Airyn kacau, dirinya bingung dengan apa yang terjadi, ingin tetap meneruskan mimpinya atau kembali menjadi bayang-bayang kedua saudaranya.
Tekanan kedua orang tuanya membuat Airyn semakin tersiksa, pun dengan ajakan Dewa yang bisa membuatnya bernapas, tapi saat ini semuanya terasa salah. Airyn bingung dengan apa yang terjadi, seolah semua yang ia pilih akan tetap menjatuhkan dirinya dalam kekacauan. Tidak ada yang mengerti dirinya. Tidak Dewa, tidak juga kedua orang tuanya.
Airyn ingin bersinar dengan caranya, ia ingin seperti Dewa yang mampu melakukan banyak hal yang disukainya. Dewa yang dilihatnya punya kehidupan yang bebas, lepas dan tidak mengikat. Laki-laki itu mampu menjadi apa pun yang di inginkannya, mampu melakukan apa pun yang di kehendakinya, mampu berbicara apa pun yang di rasakannya.
Airyn ingin sekali seperti itu, bisa menghirup napas yang meringankan bebannya bukan malah semakin menghimpitnya.Kapan? Kapan, ia bisa menjadi seperti yang diinginkannya? Kapan kedua orang tuanya bangga dengan apa yang sudah di raihnya? Kapan ia tidak menjadi bayang-bayang saudaranya? Dan kapan, ia bisa tertawa lepas dan tak peduli dengan apa pun yang ada?
***
Airyn sangat amat enggan ketika pembantu rumah tangga mereka memberitahu jika makan malam sudah siap dan Airyn diminta untuk segera turun bergabung.
Fakta bahwa Revan telah kembali dari urusan luar kotanya juga adiknya yang memenangkan kejuaraan Olimpiade membuat Airyn dilanda mual yang hebat. Dirinya nyaris tak peduli dengan perintah orang tuanya dan memilih untuk bergelung di balik selimutnya. Namun Airyn yakin jika masalah akan
semakin kacau jika ia tak menghadapinya.
Jadi di sini lah Airyn, duduk di meja makan yang seluruh penghuninya seolah menatapnya dengan tajam.
"Kamu gimana kabarnya Ryn?" Kali itu Revan yang sepertinya tidak mengetahui hal yang terjadi pada dirinya membuka suara dengan ringan.
Merasa ditanya dengan lembut Airyn lantas mengangkat kepalanya dengan senyum kecil. "Baik Kak, aku baik-baik aja."
Setelah kalimat balasan Airyn, suasana menjadi canggung dan tampak tidak baik-baik saja.
"Olimpiade kemarin kamu kan menang, mau hadiah apa, Nak?" Pertanyaan lembut Ayahnya itu di tujukan untuk Resta yang sedang asyik sendiri dengan makanannya.
"Tumben banget Ayah nanya itu ke aku?"
"Enggak tumben kok sayang, kamu juara Olimpiade, kakak kamu juga hebat dengan semua prestasinya, makanya Ayah sama Bunda mau kasih kalian hadiah."
"Oh... terus kenapa Teteh enggak ditanya? Memangnya kalau enggak juara enggak akan dapat hadiah?" Kalimat Resta sukses membungkam kedua orang tuanya dan membuat atmosfer menjadi semakin mencekik.
"Ayah sama bunda cuma punya 2 anak yang membanggakan, jadi cukup dengan kalian yang mengikuti semua keinginan Ayah sama Bunda."
Kalimat Ayahnya sukses membuat makanan yang hendak Airyn telan menjadi seperti sekeras batu. Diraihnya gelas berisi air putih lalu ditenggaknya sampai tandas. Sekuat tenaga Airyn bungkam dan menahan air mata yang hendak keluar.
"Bunda bangga dengan kalian berdua, memang seperti itu lah seorang darah keturunan Tarachandra, sempurna, membanggakan dan tanpa cacat sedikit pun." Kalimat pamungkas yang diucapkan oleh Bundanya menjadi denging yang amat menyakitkan. Mual hebat semakit dirasakan oleh Airyn dan kali ini pandangannya mulai berkunang-kunang.
"Cukup, Yah, Bunda juga, sebaiknya cukup." Revan melihat adiknya mulai kepayahan di tempat duduknya dan tahu bahwa penyakit lama adiknya akan kambuh. Dirinya langsung beranjak dari kursi dan langsung meraup tubuh Airyn yang libung, jika Revan tidak cepat bergerak maka kemungkinan tubuh adiknya itu akan membentur lantai.
"Dek, panggil dokter Tri sekarang." Perintah itu mutlak dan Resta segera mengangguk lalu berlari mencari ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be
Teen FictionSebelum bertemu Dewa, Ryn pikir hidupnya sudah cukup sempurna. Menjadi siswi berprestasi dengan berbagai piagam penghargaan juga jabatan ketua osis yang diembannya, membuat Ryn mampu membusungkan dada bangga. Namun, harus Ryn akui, ketika mengenal D...