Suhu tubuh Airyn kembali meningkat. Bukan karena diagnosa dokter Tri, tapi karena layar gawainya menampilkan puluhan pesan dan panggilan tak terjawab dari satu orang, Dewa. Selama dua hari ke belakang ia memang tak menyentuh benda itu, bahkan sudah ada perintah untuk menyambungkan isi daya. Dengan tangan gemetar, Airyn menuruti keinginan benda pipih itu, membuat kabel charge yang menjutai bergoyang halus diantara nakas, lalu membuka kotak pesan dari Dewa.
Dewa Bina Nusa:
Kalo udah sampe kabarin, ya!
Tadi aku lupa minta nope supir kamu, kalo ada apa-apa kabarin aku. Wajib!
Udah sampe belom?
Sumpah, ya! Kalo nggak ada acara ini udah aku samperin!
Fiks, nanti mau minta nope supir kamu!
Airyn tersenyum sendiri, detak jantungnya mulai tidak normal. Ia mengubah posisi duduknya, menumpuk bantal agar punggungnya bisa bersandar, dan untuk pertama kalinya ia setuju pendapat Dara, "Pokoknya surga dunia kalo colokan listrik deket kasur!"
Tangannya kembali menggulir layar gawai, walau ia tahu efeknya akan lebih berbahaya. Benar-benar seorang Dewa! Membuat situasi aneh namun menyenangkan ini selalu hadir, pikir Airyn.
Dewa Bina Nusa:
Pagi! Neng Airyn udah mendingan belum? Kalo aku ke rumah kamu dulu boleh, nggak?
Yah, belum dibaca.
Last day nih, nggak akan ke sini kamu?
Sukses besar acaranya! So proud!
Eh, gak boleh ngomongin yang berat-berat dulu sama orang sakit.
Ya udah deh, yang lain aja ya. Aku mau jujur nih, tapi kamu jangan marah ya.
Tadi Dito nitip cokelat buat kamu, tapi aku makan cokelatnya. Aku bilang kamu gak suka cokelat.
Tapi sukanya sama aku.
Eh, aku langsung ditabok pake buku biologi. Sakit, Ryn!
Tawa Airyn lolos juga dari mulut mungilnya. Ada-ada aja anak ini, batinnya sumringah. Pikirannya kembali mengingat-ngingat siswa BiNus bernama Dito, namun yang terlintas adalah wajah Dewa. Ekspresi dia ketika tertawa, berbicara dengan serius, membuat konten, mengajarkan Resta membuat TikTok, membawa ia keliling Bandung dan ketika cowok itu menyentuh keningnya lembut.
Tuh, kan malah kemana-mana!
Airyn menggelengkan kepala cepat, terlalu cepat hingga ia meringis sakit sendiri. Gawainya bergetar, tanda pesan baru masuk. Dari Dewa!
Tanpa peduli dengan pesan lainnya yang belum terbaca, ia langsung teruskan baca pesan terbaru.
Dewa Bina Nusa: Akhirnya ceklis biru!!!! Gimana kabarnya? Sakit apa? Aku ke situ, ya!
Kini jantung Airyn seperti mengadakan konser megah! Panik menyerang. Tangannya kembali bergetar mengetik pesan balasan untuk Dewa.
Airyn: Gak! Gak boleh!
Detik itu pesannya terkirim, detik itu juga Dewa sedang mengetik balasan. Airyn kaget bukan kepalang, baru kali ini ia melihat langsung orang secepat itu membalas pesan. Obrolannya dengan Dara kembali terngiang soal masalah sepele ini saat jam istirahat di kantin sekolah.
"Nih ya, kalo lo nemu cowok yang langsung bales chat sebelum detik waktu pengiriman berubah, fiks, pertahanin! Jangan dikasih kendor!" Ucap Dara jumawa dengan mulut penuh baso.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be
Teen FictionSebelum bertemu Dewa, Ryn pikir hidupnya sudah cukup sempurna. Menjadi siswi berprestasi dengan berbagai piagam penghargaan juga jabatan ketua osis yang diembannya, membuat Ryn mampu membusungkan dada bangga. Namun, harus Ryn akui, ketika mengenal D...