"Kamu ini kenapa sih Ryn? Tumben – tumbenan sering sakit. Pakai muntah segala. Pola makan dijaga kenapa. Kakak sudah minta dokter Tri kesini, bentar lagi sampai."
"Kak nggak us ... "
"Enggak apa? Enggak ingat ayah yang sudah warning kamu kalau nggak bisa jaga kesehatan? Mau sisa kesempatan kamu eksis di OSIS berlalu begitu saja?"
Airyn menggigit bibirnya. Bukan untuk protes, tetapi perutnya kembali melilit. Airyn juga tidak lagi mengerti dengan tubuhnya akhir – akhir ini. Sudah beberapa kali Airyn merasakan keluhan yang sama.
"Acara sekolah kamu bukannya kemarin berakhir?"
Airyn mengangguk lemas. Pada akhirnya dia tidak bisa hadir di acara puncak. Sepulang dari sekolah 2 hari yang lalu kondisi Airyn memburuk, muntah hebat. Keringat dingin juga perutnya melilit. Tidak ada yang tahu, sampai kemarin sebelum nekat akan berangkat ke Bina Nusa Revan mendapati Airyn kembali memuntahkan isi perutnya selepas sarapan. Airyn menolak dibawa ke rumah sakit dan ngotot hanya butuh istirahat sebentar. Airyn bisa menghindari rumah sakit, namun tidak dengan perintah Revan untuk istirahat di rumah. Andai dr. Tri tidak dinas di luar kota kemarin, Airyn pasti sudah tersentuh stetoskop dokter keluarga mereka itu kemarin.
Untunglah teman – teman Airyn tidak mempermasalahkan ketidakhadirannya saat dia meminta izin via pesan di grup Whatsapp. Bahkan semua anggota meminta Airyn beristirahat total agar lekas sehat. Pembubaran panitia yang sedianya diadakan hari ini pun diundur sampai Airyn sembuh dan semua anggota bisa hadir.
"Bagaimana? Sukses besar kan acaranya?" tanya Revan.
Airyn mejawab seraya membetulkan letak bantalnya, "mungkin."
Revan otomatis mengernyitkan dahi lalu mengulang jawaban Airyn dengan nada bertanya, "mungkin? gimana ini maksudnya"
"Ya enggak tahu Kak. Kabar terbaru gimana. Enggak buka ponsel dari kemarin. Setelah izin langsung balik bobo cantik."
"Ck. Bisa ya anak sekarang lepas dari ponsel. Masih belajar semalam?"
Airyn menggelengkan kepalanya. Bagaimana dia bisa belajar dengan perut yang sama sekali tidak mau kompromi.
"Kok sepi Kak? Ayah bunda kemana?"
"Bussiness trip ke KL. 3 hari lagi paling baru balik. Kamu kemana saja baru tanya sekarang? Untung kakak batal isi seminar di Jogja. Kalau misal enggak kamu ini gimana ceritanya?"
"Ya enggak gimana Kak. Ada Resta, bi Inah, Mang Uung."
"Ck. Kamu ini kebiasaan. Lagian sudah lama lho Ryn kamu enggak kaya gini. Sakit jarang banget. Dibanding kakak dan Resta, kamu lebih disiplin jaga makan. Ada yang buat kamu enggak nyaman?"
Airyn tidak ingat pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Tetapi dari ucapan kakaknya seolah Airyn pernah mengalami sakit yang sama.
"Aku enggak inget deh pernah ngalamin kaya gini Kak. Memangnya... "
"Bentar Ryn, dokter Tri sudah di bawah sepertinya. Kakak jemput dulu ya?" sela Revan seraya menerima panggilan dari gawainya yang berdering.
***
Dokter keluarga yang sudah sekian tahun membersamai mereka hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Revan beberapa detik yang lalu.
"Jadi, seperti yang lalu Dok?" Revan sekali lagi mengulang pertanyaannya yang lagi – lagi hanya di balas senyuman tetapi kali ini disertai anggukan.
Dokter Tri kemudian menghampiri Airyn setelah merapikan peralatan dan mengangsurkan bungkusan obat kepada Revan.
"Si cantik ini sudah sebesar ini ya sekarang. Gimana kabar? Sudah punya pacar belum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be
Teen FictionSebelum bertemu Dewa, Ryn pikir hidupnya sudah cukup sempurna. Menjadi siswi berprestasi dengan berbagai piagam penghargaan juga jabatan ketua osis yang diembannya, membuat Ryn mampu membusungkan dada bangga. Namun, harus Ryn akui, ketika mengenal D...