6. Tentang Masa Lalu

164 44 6
                                    

"Memandang luasnya langit, seperti melihat luasnya samudra dimata kamu"

☀️☀️☀️☀️


Entah mengapa rasanya langit malam yang kelam begitu menawan malam ini. Khalisya mendudukan dirinya di bangku taman seraya menyesap coklat hangat.

"Kok malem-malem diluar sih dek, nanti kamu masuk angin lo." Al datang lalu mengacak rambut Khalisya.

"Kakak ih, kebiasaan deh." Khalisya memberenggut.

"Iya deh maaf. Makin gemesin tauk nggak kalo gitu."

"Eh kak, boleh ceritain sesuatu nggak?" Pinta Khalisya ketika Al duduk disampingnya,

"Kakak kan nggak jago dongeng dek." Elak Al.

"Ih aku kan nggak minta kakak dongeng. Aku Cuma mau kakak ceritain ke aku tentang Kak Al sama musuh kakak itu." Khalisya mendongakkan kepalanya menatap Al.

"Ish kakak mah, bikin aku kesel." Dengus Khalisya kesal karena permintaannya tak kunjung dipenuhi.

Kak Al terkekeh. "Lagian kamu ngapain sih tanya begitu, nggak penting banget dah."

"Ya aku kan pengen tau aja kak. Lagian aku tau kog Kak Al nggak mungkin benci sama seseorang sampek segitunya tanpa alasan, iya kan." Khalisya menatap lekat manik mata Al.

"Oke, kakak akan ceritain ke kamu." Putus Al kemudian

Flashback on

Gadis berambut pirang yang tengah terduduk dengan kepala menunduk didepan Al tak henti-hentinya terisak, menenggelamkan seluruh kesedihannya dibalik tangkupan kedua tangannya. Tubuhnya bergetar hebat hingga tak berani menatap kilatan penuh amarah yang terpancarkan oleh tatapan tajam Al.

Al tak kalah emosinya. Ia mengepalkan tangannya erat menahan segala amarah yang membuncah dalam dirinya terhadap gadis yang ada dihadapannya ini. Pikirannya benar-benar tak befungsi lagi. ingin sekali ia meletupkan segala amarahnya namun ia masih sadar diri bahwa dihadapannya ini adalah seorang wanita yang harusnya ia lindungi bukan untuk disakiti.

"Aku bener-bener nggak habis fikir lagi dengan semua ini. aku tahu aku bukan cowok yang bisa menggapai hatimu, belum bisa membuatmu memberikan cintamu untukku. Tapi aku masih berusaha untuk itu. Tapi sepertinya kamu tidak pernah membukakan kesempatan itu untukku." Ucap al memecah kebisuan.

"Bukan begitu Al. Aku-"

"Bukan begitu." Al membeo. "Kamu fikir aku buta hah? Setelah semua yang aku lihat kamu masih mau berkilah? Aku harusnya memang sadar diri dari awal kalau aku memang nggak berarti untukmu." Amarah al membuncah.

"Al sudah cukup, kamu membuat bianca takut." Sergah ayah al menenangkan putranya yang diliputi amarah.

Al menghembuskan nafasnya kasar, mengacak rambutnya frustasi. Pikirannya benar-benar tidak bekerja sekarang. Ia tidak bisa mendengarkan nasehat apapun dari siapapun termasuk keduan orang tuanya sekalipun.

"Udah cukup. Kita selesai." Ucap Al menekan setiap kata yang ia ucapkan.

Semua yang mendengarkan kalimat Al terperangah tanpa bisa mengucapkan apapun lagi. mereka syok dengan kalimat yang Al lontarkan barusan. Empat pasang mata yang menyaksikan kejadian itu hanya mematung.

Tak mau membuang waktu lagi, Al yang sudah muak dengan suasana tersebut lebih memilih meninggalkan ruang keluarga Harsono. Tak lupa sebelum ia pergi ia melepaskan cincin silver yang melingkar di salah satu jari tangannya, yang sudah satu tahun lamanya tak berpindah dari posisinya. Bahkan sang empunya pun tak pernah punya niat untuk memindahkannya. Namun sekarang ia muak, dan melepaskannya begitu saja.

Khalisya (Matahari Sejati)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang