~11. Kegelapan gerhana darah

104 10 0
                                    


Perairan Tangar Raung,
Kalimantan Barat
1833 M

SIANG tengah hari itu, langit Tangar Arung__Prabu Majapahit mengubah nama Pinggiran Suji menjadi Tangar Raung yang berarti Rumah Raja asal mula nama Sajingan Besar, tertutup bayangan maha raksasa. Langit menjadi gelap.Matahari yang menggantung di atas langit berbentuk tapal kuda, tiga perempat bagian tertutup bulan.

Bulan menutupi matahari dengan cepat.

Umbra, bayangan inti bulan, telah berkelana melewati perairan Benua Afrika, Samudera Hindia, Selat Sunda, hingga sampailah di Kalimantan Barat. Di sini, di atas tanah keramat tempat turunnya anak dewa, Aji Bintara Agung Dewa Sakti, gerhana matahari akan menjalani takdirnya.

Rombongan awan berarak menjauh. Semesta alam mendadak membisu, tak terdengar lagi suara burung-burung dan bekantan dari dalam hutan itu, seakan mereka mengerti malapetaka yang akan menimpa tempat itu.

Dari pedukuhan yang terletak di kejauhan hutan, sayup-sayup bunyi antan yang dipukul-pukul, sedangkan yang lain memukulkan dayung ke perahu kayu mereka. Warga pedukuhan hendak mengusir kegelapan gerhana matahari dengan menggunakan bunyi-bunyian. Mereka takut gerhana matahari membawa petaka.

Langit siang menjadi menggelap. Gerhana matahari mencekam seluruh makhluk di dalam hutan.

Kecuali lelaki itu ...

Di bawah pohon besar berumur lebih dari dua ratus tahun setinggi enam puluh meter dengan diameter batang tiga meter, yang menjulang tinggi mengalahkan pepohonan yang lain. Di bawah sana ada seorang lelaki paruh baya yang sedang duduk bertapa. Tubuhnya lebih ringan dari angin lembab yang menerpa wajahnya. Tangannya berada diatas lututnya. Air mukanya tak terlihat gentar ataupun letih. Bibirnya yang memerah karena daun sirih tampak mulutnya komat-kamit, suaranya terdengar lirih menggema ke seantero hutan. Menggetarkan hati makhluk dari berbagai dimensi yang mendengarnya.

" Musuh datang dari barat ... Bau amis darah menyertai mereka ...
Menggigil dan kehausan ... Gelombang laut timur membuat mereka gila."

Cahaya matahari tak lagi berbentuk sabit. Bayangan bulan menutupi matahari tepat di tengah-tengah, membentuk cincin cahaya yang mampu membakar retina mata. Bumi seakan jatuh ke dalam liang sumur yang sangat dalam dan gelap. Cincin cahaya dilatarbelakangi langit benderang berwarna merah darah.

Suara jeritan terdengar di antara rumah-rumah kayu suku Dayak yang tertutup atap rumbia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suara jeritan terdengar di antara rumah-rumah kayu suku Dayak yang tertutup atap rumbia. Seorang warga pedukuhan meronta-ronta di atas tanah. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Warga berlarian mendatanginya. Mereka meninggalkan antan yang tergeletak di atas tanah. Dugaan mereka benar. Gerhana kali ini bukan gerhana matahari biasa. Salah satu warga yang melihat gerhana matahari dengan mata telanjang telah menjadi korban.

" Mata!! Mataku!! Jeritan orang itu mengiris kalbu. Ia masih menutupi wajahnya. Mereka berusaha menenangkan orang itu. Ketika jemarinya terbuka, warga melangkah mundur dari tempat mereka. Mereka bergidik ngeri melihat bola mata orang itu terlihat menghitam, seperti arang karena terbakar!

The Blood Forest Spirit Hunter❤ 💀 [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang