Author pov;Ardi sadar bahwa ia masih berada di batas kesadarannya. Dalam mimpi buruknya kali ini, ia seolah berjalan mendekati seseorang yang mirip dengannya menunjuk sesuatu dari jendela yang terbuka lebar di dalam sebuah kamar. Setelah Ardi mengikuti kemana arah yang ditunjuknya, ia melihat Sungai Bening berada tepat di luar jendela kamar itu. Pepohonan kruing sedikit menghalangi pandangannya. Ia menyadari sesuatu, air Sungai Bening berwarna merah darah.
Seketika itu pula ia beranjak terbangun. Nyaris saja ia merobohkan tenda kecil itu, ia memaki. Melepaskan diri dari ketergantungan obat penenang membuatnya sering mengalami halusinasi.
Ardi beranjak dari matras tendanya yang menghangat karena panas tubuhnya. Darah mendesir turun dari kepalanya yang panas, menghangatkan wajahnya yang membeku. Rasa panas dan dingin itu membuatnya menggigil.
Ardi berhati-hati ketika keluar dari dalam tenda. Udara dingin dan gerimis tipis menyambutnya di luar tenda. Ia menutupkan tudung jaket rain coat ke atas kepalanya. Rambutnya yang berombak dan mulai memanjang membuatnya merasa tak nyaman. Harusnya ia memotong rambutnyasebelum memutuskan untuk pergi backpacker ke rumah orang tuanya di Sajingan Besar.
Sudah dua tahun Ardi tak menengok kedua orang tuanya sejak ia diterima di Universitas Bandung jurusan teknik elektro. Kesibukan bisnis kayu membuat orang tuanya sampai-sampai tak sempat untuk menengoknya di jawa. Bahkan hanya untuk sekedar berkirim surat. Pesan terakhir yang diterima Ardi melalui surat dalam amplop besar tebal lusuh tertanggal 25 Desember kemarin.
Kedua orang tua Ardi menuntutnya agar bisa hidup mandiri tak bergantung kepada siapapun. Mereka mendidik Ardi agar berdisiplin. Tak pernah sekalipun memanjakannya. Setiap pengeluaran biaya kuliah Ardi dicatat, setiap permintaannya terhadap barang-barang mewah seperti sepeda motor akan disidang habis-habisan. Untuk apa? Apakah mendesak? Meski berasal dari keluarga yang berada, jangan banyak bertanya ketika melihat Ardi berdesak-desakan di dalam angkutan kota, atau berjalan kaki pergi ke kampusnya. Karena sudah terbiasa, Ardi tak merasakan hal yang berat. Kecemasannya datang karena perhatian keluarga terhadapnya berkurang selama setahun belakangan ini. Dari saking rindunya kepada orang tuanya, Ardi sampai-sampai ingin mendengar ibunya mengomel dari dalam ponselnya.
Ingin pula ia mendengar semua penjelasan tentang kasus yang menimpa ayahnya. Apa yang telah terjadi?
Ardi menatap ke atas langit sambil terus bertanya-tanya. Langit terlihat kelabu pekat. Mendung bertarung dengan pusaran angin membuat lukisan suram di atas langit.
" Ah, lagi-lagi hujan ... " keluh Ardi. Tenggorokannya terasa sakit.
Aku nggak boleh demam. Nggak sekarang ... Batin Ardi
Meski aroma alam ketika hujan sering menenangkan batinnya, ia tak dapat pergi melanjutkan perjalanan jika setiap hari hujan turun bertambah deras. Jalan beraspal yang rusak kadang tergenang air setinggi betis. Longsor yang sering terjadi membuat kendaraan transportasi yang melewati jalan yang menghubungkan Kota Semarang dengan Kota Sajingan Besar terpaksa menghentikan aktivitas mereka. Eskavator yang didatangkan masih berusaha membuka jalan yang dipenuhi lumpur bekas longsoran. Pohon-pohon tumbang melintang di tengah jalan.
Sepeda motor, bus, truk macet sepanjang sepuluh kilometer selama tiga jam. Mungkin sampai sekarang. Dalam perjalanan mencari penginapan terdekat, ia melihat beberapa kendaraan memilih berbalik arah dan mencari jalur lain. Sebagian besar jalur transportasi darat dialihkan menggunakan transportasi air di sepanjang Sungai Bening.
Hari telah senja. Ardi berjalan mendekati penginapan tua itu. Suasana terasa lebih sunyi sekarang. Halaman penginapan tua itu ditutupi dedaunan basah berwarna coklat. Sepatu boot trekking-nya membuat jejak di atas halaman yang tak tertutup dedaunan. Ia menggerutu dalam hatinya karena baru saja mencuci sepatu kesayangannya itu sebulan lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blood Forest Spirit Hunter❤ 💀 [On Going]
Horror• [ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] •⚠ Sunyi sepi... Diam tak bernafas Gelap pekat mengancam diri Tubuh terbujur kaku Tubuh terbujur sendiri Hanya sebujur bangkai kita dan Kita yang menemani Hingar bingar dunia sepi Tak ada gemerlap lampu dunia Kini berga...