Lanjut.....
Adeva kira Aksa marah lalu pergi meninggalkan mereka. Tapi nyatanya tidak lama setelah itu Aksa datang dengan menenteng kemeja hitam kotak-kotaknya. Hal itu membuat Deva mengerenyit, ada apa?
Aksa berjalan ke arahnya, menatap Deva sebentar lalu menyampirkan kemeja itu ke bahunya. "Baju lo terawang," bisik Aksa pelan di dekat telinga Deva.
Sungguh saat ini Deva sedang mati-matian menahan nafas. Bagaimanapun ini posisi langka, dan untuk pertamanya. Belum lagi suara serak Aksa yang membuatnya meremang.
Setelah melepas diri menjauh dari Deva, Aksa berjalan ke arah motor Arnold. Mulai mendongkrak duakan motor itu, lalu menempel bannya yang bocor.
Jangan tanya Deva, rasanya ia lupa bernafas untuk beberapa detik saat ini. Jadi alasan Arnold yang menatapnya canggung karena bajunya yang terawang. Bodoh!! Kenapa ia tidak tau itu. Lalu Aksa---kenapa cowok itu begitu peduli dengan memberikan kemejanya.
Memilih abai, Deva memakaikan kemeja itu ke tubuhnya. Tadi Aksa hanya menyampirkannya di bahu Deva. Nyaman, kemeja wangi Aksa membuat Deva nyaman. Meskipun kemeja ini cukup kebesaran di tubuhnya, Deva sungguh merasa hangat. Ntah ini karena dirinya yang kedinginan, atau karena hal lain.
Sekitar 1 jam setelahnya, Aksa berdiri dari pekerjaannya tadi. "Udah siap, lo bisa bayar di kasir."
Hanya itu! Bahkan Aksa tidak melihat kepadanya dan berlalu begitu saja kedalam. Lalu kemeja ini? Bagaimana?
"Gue bayar dulu ya Va. Siap itu kita pulang."
Deva mengangguk, melihat ke halaman kini hujan tunggal gerimis. Tak apalah menerobos saja, lagian azan Maghrib sudah berkumandang sedari tadi. Deva yakin, sesampainya di rumah orangtuanya sudah pulang.
Benar saja, Deva sampai di rumah jam 8. Kemeja Aksa sudah basah di tubuhnya. Meskipun hujannya kecil, tapi jika di tempuh ternyata basah juga.
"Makasih ya Ar. Gue masuk duluan."
"Maaf ya Va. Jalan hari ini nggak cukup nyaman." Deva mengangguk. "It's okay, gue nggak masalah."
Deva membuka pagar rumahnya, lalu menahan nafas melihat mobil mama papanya sudah terparkir di garasi. Sebenarnya tumben orangtuanya cepat pulang, biasanya kan ketika Deva sudah beranjak tidur baru pulang.
Deva berjalan pelan, ia langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga. Ia kedinginan, hanya buruh air hangat di shower lalu makan malam. Langkahnya terhenti ketika mendengar suara mamanya di belakang.
"Dari mana kamu! Jam segini baru pulang! Apa selama ini kamu kayak gini, mentang-mentang mama lama pulang!"
Deva berbalik, lalu mendengus kasar ke arah mamanya. Gaya itu, ia tidak menjawab, lalu setelahnya pergi ke kamarnya. Tak ingin meneladani ucapan mamanya. Baginya itu membuatnya takut kelepasan. Bisa sajakan nanti---
Deva telah siap mandi, mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Matanya menatap tas sekolahnya lamat. Oke, tak masalah, ini bukan kali pertama bukan?
Mengambil amplop yang diberikan buk Rati tadi, Deva lalu turun kebawah. Mungkin makan, lalu memberikan amplop. Deva melihat orangtuanya sedang makan dalam diam, jangan kalian harapkan obrolan manis di sana. Mereka pasangan yang dingin, bahkan Deva sanksi tidak pernah melihat orangtuanya mesra-mesraan.
"Ini." Deva meletakkan langsung amplop putih yang tertulis nama sekolah diatasnya.
"Panggilan orang tua. Guru Deva mau papa atau mama datang." Seakan tau pertanyaan orangtuanya, Deva langsung menjelaskan dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSA [ON GOING]
Teen Fiction~Pacaran 3 tahun terus putus memanglah epic. Tapi pernah nggak sih lo! pacaran tiga tahun tapi nggak pernah kenalan, padahal satu kelas~ ini lah cerita Adeva, tentang hubungannya dengan teman sekelasnya. mereka tidak pernah kenalan dengan embel-embe...