_
Agak lama up karena Minggu ini ada UTS. Selama bertemu Minggu depan semuanya.
_
Percaya tidak percaya itulah yang Deva alami, dirinya harus menahan kesal karena telephon dari Aksa semalam. Cowok itu hanya berkata untuk menyimpan nomornya, tapi satu yang menjadi masalah Deva, Aksa mengajaknya untuk menikmati hari Minggu bersama.
Bukan Deva yang menyetujuinya, tapi Aksa yang sok memaksa dan mengatakan akan menjemputnya pukul dua siang. Padahal Deva tidak setuju loh, tapi cowok itu benar-benar.
Deva membuka pagar hitam rumahnya, suara nyaring motor Vespa butut milik Aksa entah kenapa sekarang tiba-tiba familiar di telinganya. Deva diam menatap Aksa yang berpakaian celana batik dengan kaus hitam dibalut jaket tipis.
"Aksa, gue nggak bilang setuju ya!! Ini lagi kenapa jadi samaan gini bajunya!?"
"Baru aja sampai, udah marah-marah. Nama lo itu Embun, sejuk, bukan marah-marah."
Eh, kenapa jadi cerewet begini. Kemana Aksa yang terlihat acuh, kenapa dua Minggu terakhir Deva melihat itu hilang dari sifat cowok ini. "Gue mau ganti baju," ucap Deva, langkahnya ingin berbalik ke halaman rumahnya.
"Nggak usah drama deh, ayo naik, panas tau!!"
Oke kali ini Deva seratus persen bingung, Aksa yang sekarang bukanlah Aksa yang dulu. Kini cowok itu berubah, mungkin menjadi iron man setelah makan odading. Skip.
"Kita mau kemana sih, kalo mall atau bioskop gue bosan. Kemarin udah pergi sama Arnold!!"
Ntah itu sebuah ucapan biasa atau memang penekan dari Deva, yang seolah-olah mengatakan ia dan Arnold jalan."Gue nggak peduli, lagian si Korea itu nggak cocok ada di deket lo."
Meskipun suara Aksa beradu dengan derasnya suara kendaraan lain dan kenalpot motornya sendiri, tapi Deva masih bisa mendengar dengan baik ucapan cowok itu. "Lo suka ya sama gue?"
Diam. Aksa tidak ada lagi bersuara setelah itu, dan Deva salah memilih topik tentang itu. Mulai saat ini, mungkin Deva akan mengingatnya, Aksa tidak suka dengan topik ataupun percakapan tentang hubungan mereka.
"Gue salah bicara apa gimana? Kenapa selalu diam?"
Aksa menggeleng, tapi Deva masih dapat melihatnya dari belakang. Kita ini apa Aksa? Kembali hanya itu yang ingin Deva tanya, kenapa semuanya terasa rumit.
Mungkin harapan Deva dibawa ke restoran mewah atau mall untuk nonton harus sirna ketika motor Aksa berhenti di warteg di pinggir jalan. Tak ada yang istimewa, warung ini hanya ada lima meja dengan empat kursi di masing-masingnya.
"Kita makan disini?" Tanya Deva ragu. Yah meskipun ia dibilang sederhana, tapi untuk makan di warteg ini kali pertama.
"Kenapa? Nggak suka? Sayangnya dompet pacar lo cukupnya disini." Tegas dan berwibawa, bahkan Deva sempat merona dibuatnya. Bisa-bisanya Aksa menggombal.
"Buk, pesan nasi ayam sambal, sama tempe orek. Lo mau apa?" Aksa beralih ke arah Deva yang mengap, melihat keadaan sekitar.
Tak tau, Deva tidak tahu menu apa yang ada disini. "Samain aja." Aksa mengangguk, memesan makanannya dan melangkah duduk di meja, Deva mengekor dari belakang.
Tak buruk sebenarnya, warteg ini cukup bersih. Hanya kurang kipas angin saja, makanya kini Deva sibuk mengipas tangannya seolah bisa mendinginkan badannya saja. "Makanya rambut itu diikat, gerah kan?"
"Lagian, gue bukan pacar yang bisa bawa ceweknya ke restoran yang ada ac-nya," lanjut Aksa. Tangannya mengarah pada bungkus kerupuk yang diikat karet. Membuka bungkusan kerupuk itu lalu menyerahkan karetnya pada Deva.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSA [ON GOING]
Teen Fiction~Pacaran 3 tahun terus putus memanglah epic. Tapi pernah nggak sih lo! pacaran tiga tahun tapi nggak pernah kenalan, padahal satu kelas~ ini lah cerita Adeva, tentang hubungannya dengan teman sekelasnya. mereka tidak pernah kenalan dengan embel-embe...