Deva menggeleng ketika Aksa mengajaknya naik ke atas motor Vespa cowok itu. "Nggak mau, gue bisa chat buk Rati kalo ngumpulnya besok aja. Malas banget ngantarin ke rumahnya."
Aksa menghela nafas pelan. "Ini hari terakhir buk Rati Minggu ini. Lo mau nunggu Minggu depan?"
Deva diam, ia juga tau kalo buk Rati butuh sekali sama tugas ini. Tugas untuk menambah nilai di ijazahnya besok. Bukan Deva mengabaikannya, tapi karena rumah buk Rati itu ntah dimana, dan satu lagi, nggak sama Aksa juga.
"Ayo naik, ini udah sore, gue nggak punya banyak waktu." Deva menimbang pilihannya, jika ia naik nanti yang ada Aksa malah kegeeran. Tapi---tugas ini harus diantar oleh orangnya langsung.
"Helmnya?" Deva mengangkat alisnya tanda bertanya jika ia meminta helm.
Tak ada jawaban dari Aksa, cowok itu melihat ke arah pos satpam lalu pergi ke arah sana."Ini helm pak satpam," ucap Aksa memberikan helm lusuh pak satpam yang kebetulan tinggal di dalam sekolah.
"Sepeda gue gimana?" Tanya Deva kembali. Aksa menghela nafas, kenapa cewek itu ribet.
"Bisa dikuncikan? Nggak akan hilang Embun, semua siswa disini bisa beli sepeda kayak gitu."
Deva mencibirkan bibirnya, ia naik ke jok kecil Vespa Aksa. Aksa tidak tau saja beli sepedanya itu lima juta, bukan sepeda lipat kaleng-kaleng.
"Kotak donat lo mana?" Suara Deva sedikit dikencangkan karena suara kerempet motor Aksa."Lo nggak malu punya pacar jualan jajan di sekolah?" Melenceng jawaban, Aksa menanyakan hal yang membuat Deva berfikir, Aksa benar pacarnya kah?
"Emang kita pacaran?" Sarkas sekali pertanyaan Deva ini. "Embun, jangan mancing."
Deva diam, sejauh ini ia tau Aksa tidak suka dengan topik tentang hubungan mereka. "Gue nggak malu, kan lo nggak buat kriminal," ucap Deva pelan di belakang Aksa.
Deva tidak tau saja, cowok dengan mata tajam itu tengah tersenyum sambil memotong mobil di depannya. "Lo tau rumah buk Rati?"
Aksa mengangguk, ia menggas motornya pelan sambil sesekali melihat ke handphonenya. "Buk Rati tadi sharelock," ucap Aksa.
Deva mengangguk, cukup lama mereka menyusuri jalan raya. Lalu kini masuk ke sebuah gang yang sepertinya blok rumah buk Rati. "Ini rumahnya kenapa jauh banget?"
Aksa menggeleng, ia tetap melanjutkan perjalanan mereka sambil melihat hapenya. "Lo nggak mau culik gue kan?" Tuhkan, Deva mulai solimi.
Aksa tak membalas, ia tetap melanjutkan perjalanan mereka. Setengah jam kemudian, rumah buk Rati sudah mereka datangi. Tanpa masuk terlebih dahulu karena sudah sore, Deva dan Aksa langsung pamit pulang.
"Pantesan buk Rati datang ke sekolah pas ngajar aja. Rumahnya jauh banget," ucap Deva lalu naik ke motor Aksa bersiap untuk pulang.
Deva baru sadar jalanan rumah buk Rati melewati jalanan kecil dan masih asri. Sepertinya kawasan ini ada di sudut kota, ntahlah Deva baru pertama kali ke sini. Syukur-syukur saja Aksa tidak tersesat saking banyaknya simpangan di GPS yang ada di hp.
"Kenapa?" Aksa tiba-tiba berhenti di atas jembatan. Sepertinya motor cowok itu mogok, namanya saja Vespa lama, wajar jika mogok seperti ini apalagi perjalanannya jauh.
"Mogok kayaknya, lo turun dulu."
Deva turun dari motor Aksa. Ia menatap Aksa yang sedang sibuk dengan alat-alat kecil di tangannya. Tak ambil pusing, Deva melihat ke arah bawah jembatan. Air keruh yang terlihat mengalir deras membuat Deva gamang.
Lama Deva berdiri, ia lebih memilih duduk tanpa alas di atas aspal jembatan. "Aksa? Cita-cita lo jadi apa?" Ntah kenapa pula Deva berinsiatif untuk membuka obrolan, rasanya bosan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSA [ON GOING]
Fiksi Remaja~Pacaran 3 tahun terus putus memanglah epic. Tapi pernah nggak sih lo! pacaran tiga tahun tapi nggak pernah kenalan, padahal satu kelas~ ini lah cerita Adeva, tentang hubungannya dengan teman sekelasnya. mereka tidak pernah kenalan dengan embel-embe...