Aksa tersenyum kecil, ia lalu duduk di samping bundanya, tentu setelah menyalami wanita yang membesarkannya.
"Aksa dari mana?""Dari bengkel bunda."
Wanita paruh baya itu menghela nafas kasar. "Bunda udah bilang. Aksa jangan kerja. Gini kan? Aksa jadi pulang malam, terus kapan belajarnya."
Aksa mendekat, memegangi tangan kasar bundanya. Bukankah jika tangan seorang wanita yang kasar, berarti itu tandanya di pekerja keras? Begitu juga wanita yang ada di depan Aksa sekarang.
"Aksa mau bantu bunda. Aksa minta maaf kalo waktu Aksa habis untuk itu, tapi Aksa belajar giat kok di sekolah."
Sama dengan anaknya, wanita itu juga membalas genggaman Aksa. "Kamu udah kelas tiga, ini bulannya sibuk. Kamu harus optimalkan waktu untuk belajar."
"Bunda bisa cari uang sendiri, bunda kan kuat," lanjut wanita itu terkekeh, ia lalu memeluk anaknya dengan erat.
Benar! Dia Maira, bunda Aksa.
"Aksa malu kalo cuma liatin bunda dan terus minta duit. Kalo Aksa kerja, Aksa nggak perlu minta jajan lagi sama bunda.""Anak pintar. Tapi bunda mau kamu fokus belajar, jangan sampai kamu belum lulus, beasiswa kamu di cabut."
Aksa mengangguk, perlahan arah matanya menatap buku kecil yang tadi sedang bundanya coret-coret.
"Gimana bunda?"Aksa dapat melihat senyum baik-baik saja dari sana. Tapi Aksa yakin, dibalik itu ada yang di sembunyikan. "Rugi ya bunda?"
Maira menggeleng. "Sedikit, Aksa tenang aja. Besok kan bisa jualan lagi."
Aksa menatap sendu bundanya, baginya setelah ayahnya meninggal dan meninggalkan mereka. Hidup Aksa berubah, ia mulai merasakan apa itu susahnya hidup. "Bunda, gimana kalo kita bawa pulang---"
Ucapan Aksa terpotong oleh gelengan lemah Maira. "Bunda masih bisa kerja Aksa, bunda masih bisa membiayain kalian. Aksa tenang aja."
Suasana diam, Maira kembali mencoret bukunya. Menghitung modal yang akan digunakan besok. Maira---menjual donat yang dititipkan di warung-warung sekitar rumah. Satu donat harganya 2ribu rupiah.
Cukup sulit memang, harus membagi waktu untuk bekerja ke sekolah, dan membuat donat di pagi harinya. Tapi tenang, anaknya yang ganteng itu selalu membantu Maira. Contohnya tiap pagi, Aksa akan menitipkan keranjang donat baru berangkat ke sekolahan.
"Kalo Aksa jualan di sekolah gimana bunda? Itu bakalan laku loh bunda."
Kembali Maira menggeleng. "Takut kamu nanti nggak fokus belajarnya."
"Tapikan Aksa bisa jualan pas istirahat bunda. Dari pada di warung-warung, lama lakunya bunda."
Masih kekuh, Maira menolak tawaran Aksa. Selain karena nanti anaknya tidak fokus, Maira juga tau kehidupan sosial di SMA BIRU. Ia tidak ingin Aksa dijadikan bahan bual-bualan teman-temannya. Mengingat, semua orang disana anak orang kaya.
"Kamu tidur gih, ini udah malam. Jangan mikirin uang, bunda bisa cari itu sendiri. Aksa fokus aja, oke?"
Aksa tersenyum, ia mengangguk. Sebelum pergi ia mencium kening hangat Maira. "Aksa sayang bunda," ucapnya pelan.
Maira pun sama, ia membalas perkataan Aksa dengan baik. "Bunda sayang Aksa juga. Selamat malam."
Pagi harinya seperti biasa, Aksa akan memanaskan motor Vespa bututnya dihalaman depan rumah. Setelah memakan siapa terakhir nasi goreng bundanya, Aksa langsung pamitan. Tentu, tidak lupa dengan dua keranjang donat yang akan dititipkan ke warung-warung.
Aksa tersenyum kecil setelah sampai di warung tak jauh dari rumahnya. "Ini Buk." Aksa menyerahkan satu keranjang donat ke pemilik warung.
"Berapa buah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSA [ON GOING]
أدب المراهقين~Pacaran 3 tahun terus putus memanglah epic. Tapi pernah nggak sih lo! pacaran tiga tahun tapi nggak pernah kenalan, padahal satu kelas~ ini lah cerita Adeva, tentang hubungannya dengan teman sekelasnya. mereka tidak pernah kenalan dengan embel-embe...