Rekomendasi lagu,
Holiday~secret number.
o0o
Pagi ini Deva dan bik Minah sibuk, sejujurnya Deva sudah menyiapkan pakaian yang akan dibawa dua hari nanti. Tapi tetap saja, bik Minah tampak sibuk melihat apakah persiapan Deva telah baik.
"Deva nggak makan deh bik, ini kan masih subuh." Deva menatap bik Minah yang menyendokkan nasi ke piring.
Lihatlah, bik Minah sudah dari tadi sibuk mulai dari membangunkannya sampai ingin melepaskannya pagi ini. Sedangkan orangtuanya, Deva sanksi mereka masih tidur. Begitu nggak pentingnya bagi mereka Deva.
"Makan dulu Neng, lagian waktunya masih lama kan? Ayo duduk makan dulu," ucap bik Minah tetap kukuh. Deva duduk dengan wajah cemberutnya, bukan karena ucapan bik Minah yang menyuruhnya makan.
Tapi karena melihat kamar orangtuanya yang masih tertutup. Padahal suara mereka cukup gaduh diluar. Apa karena pertengkaran kecil mereka tadi malam. Deva menghela nafas, apa yang ia harapkan dari orangtuanya.
"Kenapa Neng? Senyum dong, kan .ah jalan-jalan," ucap pak Rahmat ketika menghidupkan motor matic nya ingin mengantar Deva ke sekolah.
Deva menggeleng, bahkan sampai ia akan benar-benar pergi seperti ini orangtuanya masih tidak keluar. Deva tidak mengharapkan ucapan 'baik-baik di jalan ya' tapi Deva hanya ingin Mama atau Papanya keluar dan melihat ia telah pergi, itu saja.
"Ayo pak," aja Deva. Pak Rahmat mengangguk, merapatkan jaketnya pak Rahmat menyuruh Deva naik.
Dijalan Deva merapatkan tubuhnya pada pak Rahmat. Kedua orang ini telah ia anggap sebagai orangtuanya. Sayangnya lebih besar daripada orangtuanya, itu benar faktanya. Deva tidak munafik.
"Nanti di sana baik-baik ya Neng, dengarin perintah gurunya. Jangan masalah yang bikin alam marah."
Deva mengangguk, ini yang ia harapkan keluar dari Mama atau Papanya. Tapi ucapan itu malah keluar dari orang lain.
"Pak Rahmat, nanti kalo Mama nanyak Deva udah berangkat--""Ah, Mama nggak bakalan banyak juga kan?" Tanyanya setelah sadar.
"Padahal Deva udah berusaha berubah, Deva udah baikin nilai. Jarang cabut dari kelas, Deva nggak pernah lagi terlambat."
"Tapi Mama nggak bakalan liat itu," lanjutnya. Kepalanya masih bersandar di punggung pak Rahmat.
"Jangan bicara seperti itu, Bapak yakin pasti Neng bakalan bisa buat ornagtua Neng bangga. Semangat dong," ucap pak Rahmat.
Motor pria yang menginjak lima puluh tahun itu masuk ke dalam kawasan sekolah mereka. Sebelum benar-benar masuk ke sekolah, Deva menyempatkan untuk menyalami pak Rahmat. Lalu memeluk pak Rahmat singkat. "Deva pergi ya, pak Rahmat sama bik Minah baik-baik," katanya.
"Kamu lah Neng yang baik-baik, ingat pesan bapak tadi ya. Jangan ngelakuin apa pun selain perintah guru, oke."
"Oke!" Deva masuk ke dalam sekolah.
Udara jam empat subuh memang dingin. Ini baru di Jakarta, apalagi nanti di puncak. Membayangkannya saja Deva sudah merasa dingin, apalagi merasakannya.
"Deva?" Deva berbalik, di depannya Aksa datang dengan kaus merah panjang melekat di tubuhnya.
"Oh iya, ini," Deva membuka tasnya. Mengeluarkan Hoodie yang kemarin ia sempat beli bersama Arnold dan Ayu. "Hoodie, buat kamu. Anggap aja hadiah karena selama kita pernah jalan aku nggak ngeluarin duit."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSA [ON GOING]
Teen Fiction~Pacaran 3 tahun terus putus memanglah epic. Tapi pernah nggak sih lo! pacaran tiga tahun tapi nggak pernah kenalan, padahal satu kelas~ ini lah cerita Adeva, tentang hubungannya dengan teman sekelasnya. mereka tidak pernah kenalan dengan embel-embe...