Bagian 3. Hari Pernikahan

544 34 0
                                    

Aku menemani Yumna di dalam kamarnya. Akad dan resepsi pernikahan akan diadakan di kediaman wanita, rumah Yumna. Maka dari itu, hari ini aku dapat menemani Yumna. Sedangkan kak Zaki, ayah kandung kak Zaki, serta keluargaku berada di ruang tengah, tempat akad. Ketika aku pergi ke kamar Yumna, kak Zaki baru saja bersiap mengucapkan ijab qabul yang akan dipimpin penghulu, dan di saksikan oleh kerabat dekat.

Aku melihat Yumna terlihat sangat gugup. Aku tersenyum dan memegang kedua tangannya. "Tidak apa-apa Yumna, kak Zaki akan melakukan yang terbaik. Dia sudah hafal di luar kepala, kok." ucapku membantu menangkan Yumna.

"Iya, Rahma. Aku juga yakin kalau kak Zaki akan melakukannya dengan baik."

"Kalau begitu, kamu tidak perlu merasa gugup." kataku. Yumna mengangguk.

Terdengar ketukan pintu dari luar kamar Yumna. Aku bergegas membukakan pintu. Mamanya Yumna telah berdiri di depan untuk menjemput Yumna dan membawanya ke ruang tengah, tempat akad diadakan. Aku membantu Yumna berdiri dan ikut mengantarnya. Yumna memegang lenganku dengan erat, terasa sekali Yumna sedang gugup. Aku hanya bisa tersenyum.

Kami sudah sampai di ruang tengah. Aku membantu Yumna duduk di samping kak Zaki. Setelah itu, aku duduk di belakang kak Zaki, dekat umi.

Aku bersama umi beserta kerabat dekat lainnya menyaksikan akad nikah sampai selesai. Setelah akad nikah selesai dilaksanakan dengan khidmad, acara resepsi pun di mulai. Kak Zaki dan Yumna berpindah tempat ke halaman rumah Yumna. Di sana sudah ada tempat untuk pengantin menyambut para tamu.

Aku bertugas sebagai pemantau. Iya, memantau para tamu. Sesekali aku membawakan makan untuk kedua pengantin. Ada banyak teman dari SMA yang datang. Beberapa teman kuliah Yumna yang aku kenal juga datang. Begitu juga teman-temannya kak Zaki.

Waktu terus berlalu. Langit pun telah berubah. Yang tadinya berwarna biru mudah dan dihias awan putih, kini berwarna jingga. Dari jauh, aku melihat ibu dan ayahnya pak Ramdan datang ke acara pernikahan kak Zaki. Mereka bercengkerama dengan umi dan abi. Lalu, aku melihat Radit datang bersama dengan anak laki-laki dan anak perempuan. Aku meyakini, kedua anak itu adalah anak pak Ramdan dan almarhumah bu Arum. Radit yang melihatku melambaikan tangannya. Ketika aku sedang membalas lambaian Radit dan tersenyum kepadanya, pak Ramdan datang dan ikut melihat ke arahku. Aku segera menyudahi lambaian tanganku dan senyumku perlahan hilang.

Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Aku lihat, pak Ramdan masih melihat ke arahku. Aku langsung mengalihkan pandangan dan berpura-pura menyibukkan diri. Aku tidak berani menghampiri umi dan abi yang masih bercengkerama dengan kedua orang tua pak Ramdan karena ada pak Ramdan. Aku masih belum siap.

Aku terkejut ketika bahuku ditepuk pelan oleh seseorang. Aku menoleh dan mendapati umi. "Kamu tidak menyapa keluarga nak Ramdan, sayang?" tanyanya. Aku melihat ke arah abi yang masih asik mengobrol dengan kedua orang tua pak Ramdan. "Kamu masih belum siap untuk bertemu dengan mereka?"

Aku terdiam.

"Tidak apa kalau kamu masih belum siap untuk bertemu mereka. Umi paham. Tapi, bagaimanapun mereka pernah menjadi bagian keluarga kamu. Mereka sangat menyayangi kamu. Kamu tidak boleh memutuskan tali silaturahmi begitu saja. Kamu mengerti, sayang?" ucap umi sambil memegang tanganku. "Umi ke Abi lagi, ya?" Aku mengangguk. Sebelum pergi, umi menepuk lenganku pelan.

"Rahma." Seseorang memanggilku. Suara itu sangat familiar bagiku. Suara yang mungkin tanpa sadar aku rindukan.

Aku menyiapkan diri dan hatiku. Lalu, menoleh ke sumber suara. "Iya?" kataku.

Pak Ramdan tersenyum. Aku tersenyum canggung.

"Bagaimana keadaan kamu selama ini?" tanyanya.

"Pak Ramdan, selamat menikmati makanannya," kataku. Aku langsung pergi dari hadapan pak Ramdan saat itu juga tanpa menjawab pertanyaan pak Ramdan mengenai kabarku.

***

Umi dan abi telah lebih dulu pulang ke rumah. Aku masih di rumah Yumna bersama dengan kak Zaki. Sedangkan Yumna, ia sedang mengganti pakaiannya, bersiap-siap untuk ikut kak Zaki pulang ke rumah baru yang dibeli kak Zaki untuk ditinggali keduanya setelah menikah.

"Kakak antar sampai halte bus, nggak apa-apa, dek?" tanya kak Zaki.

"Aku bisa pesan ojek online, kak," kataku.

Kemudian seseorang muncul dari dalam kamar mandi. Aku terkejut melihat Radit masih berada di rumah Yumna. Aku pikir, ia sudah pulang bersama keluarganya pak Ramdan.

"Biar saya yang antar pulang Rahma, kak." ujar Radit.

"Kok, kamu masih di sini? Aku kira kamu sudah pulang?" tanyaku.

"Saya tadi sakit perut, jadi numpang ke kamar mandi dulu."

"Oh, ya udah. Kamu bareng Radit aja," usul kak Zaki. "Titip Rahma, ya, kalau tidak merepotkan kamu."

"Tidak merepotkan sama sekali, kok."

Aku pun pulang ikut bersama Radit. Kami pergi sebelum Yumna keluar dari kamarnya. Jadi, kami hanya pamit ke kak Zaki dan ke kedua orang tuanya Yumna.

"Kamu tadi ketemu paman Ramdan?" Radit bertanya saat kami keluar dari dalam rumah Yumna menuju mobil Radit yang di parkir tidak jauh dari rumah Yumna.

"Iya, sebentar." jawabku singkat. Radit mengangguk.

Kami telah sampai di tempat Radit memakirkan mobilnya. Radit membukakan pintu mobil untukku. Aku masuk ke dalam sambil mengucapkan terima kasih. Radit menutup pintunya dan berlari ke arah pintu mobil bagian depan untuk pengemudi. Radit pun menyalakan mobilnya dan membawa mobilnya ke jalan raya menuju rumahku.

Bersanding Denganmu 2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang