Bagian 10. Dokter Robi

410 27 2
                                    

Satu bulan lamanya menganggur, akhirnya aku telah mendapat pekerjaan. Aku diterima bekerja di bagian keuangan di salah satu perusahaan besar yang ada di Jakarta. Pekerjaan yang aku lakukan adalah melakukan pembukuan. Di hari pertamaku bekerja dapat dikatakan berjalan lancar, tidak kendala ataupun kesalahan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan, walaupun begitu aku tetap sibuk mencatat pemasukan dan pengeluaran perusahaan.

Waktu jam istirahat, aku menyempatkan diri untuk tetap makan. Makan adalah hal terpenting yang harus kita lakukan, sesibuk apapun kita. Keseharian yang baru saja aku jalani ini, akan terus berlanjut sampai ke hari berikutnya, berikutnya lagi, dan seterusnya. Tidak ada yang istimewa. Teman sekantorku cukup ramah, dan rata-rata teman sekantorku adalah perempuan.

Tanpa terasa, satu bulan telah berlalu. Aku telah berhasil bertahan ditempat kerjaku selama satu bulan penuh. Rasanya, lelah. Namun, lelahku selama satu bulan tergantikan oleh gaji pertamaku. Ya, aku telah menerima gaji pertamaku hari ini. Aku berniat mentraktir keluargaku makan setelah pulang bekerja. Sedangkan teman-teman yang satu ruangan bekerja denganku, aku akan mentraktirnya nanti saat jam makan siang telah tiba.

Jam makan siang telah tiba. Aku mengajak beberapa teman yang bisa ikut makan siang ke tempat makan yang berada tidak jauh dari kantor. Setibanya di tempat makan, tanpa disengaja, aku bertemu dengan Radit di sana bersama dengan teman-temannya. Radit melambaikan tangannya ke arahku.

"Siapa, Ma?" tanya Nia.

"Temanku."

"Teman atau teman, nih?" ucap Rita.

"Sekedar teman, kok."

"Tampan juga," kata Tia. "Kalau boleh, kenalin aku dong, ke dia."

"Nanti aku tanya dia dulu Maya atau enggak, ya, mba," jawabku.

"Oke, deh."

Radit bersama dengan teman-temannya menghampiriku. "Kamu kerja di perusahaan itu?" Radit bertanya ketika sudah berada di hadapanku. Aku mengangguk. "Berarti kita sekantor. Bagian apa?" tanyanya lagi.

"Keuangan. Kamu?"

"Marketing," jawabnya singkat. "Mau makan siang?"

"Iya."

"Kalau begitu, makan bareng-bareng aja. Nggak apa-apa, kan?"

"Nggak apa-apa, kok." Bukan aku yang menjawab, melainkan Rita.

"Oke."

Aku bersama dengan teman-temanku, dan Radit bersama dengan teman-temannya, akhirnya kami makan bersama di satu meja yang sama.

***

Di depan kantor, aku melihat Radit sedang berdiri seorang diri sambil melihat handphone. Aku berjalan mendekatinya untuk sekedar menyapa. Saat melihatku berada di hadapannya, Radit segera memasukan handphone miliknya ke dalam saku celananya. "Baru kelar?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Sedang apa kamu di sini? Nunggu seseorang?" tanyaku.

"Iya. Nunggu kamu," jawabnya membuat aku sedikit bingung. "Ayo, biar saya antar kamu pulang. Saya tau, kamu pasti pulang naik taksi online atau ojol. Iya, kan?" Aku hanya mengangguk. "Bareng saya aja, yuk!" Radit berjalan lebih dulu. Aku menyusul langkah Radit.

Aku dan Radit telah berada di parkiran. Radit membukakan pintu mobil untukku. Aku pun segera masuk ke dalam. Setelah itu, Radit masuk ke dalam mobil di bagian pengemudi. Radit mulai menyalakan mesin dan menjalankan mobilnya meninggalkan lingkungan kantor.

"Sudah berapa lama kamu kerja di sana?" tanya Radit.

"Sebulan."

Bersanding Denganmu 2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang