Bagian 12. Robi dan Ramdan [bagian 1]

402 35 5
                                    

"Umi, ini sarapan untuk umi," kataku dengan pelan pada umi yang sedang menyelimuti abi. "Oh iya, ini dari dokter Robi," kataku lagi memberitahu umi sambil memberikan satu kantong berisi makanan.

"Dokter Robi?" tanya umi.

"Itu lho, dokter yang bertanggung jawab menangani sekaligus merawat Abi," jelasku.

Umi mengangguk. "Nanti, jika umi bertemu dengannya, akan umi ucapkan terima kasih dengannya," katanya. Aku mengangguk.

Kemudian, aku duduk di bangku sofa yang tidak jauh dari bangsal abi. Umi menghampiriku dan ikut duduk di sampingku. "Rahma, umi boleh bertanya sesuatu?" kata umi.

Aku yang baru saja selesai minum, menoleh menatap umi dan mengangguk. "Tentu saja."

Umi terlihat ragu untuk bertanya. "Tanyakan saja, umi. Rahma tidak apa-apa," kataku supaya umi tidak ragu lagi untuk bertanya padaku mengenai sesuatu, yang aku yakini tentang Robi.

"Sebenarnya, apa hubungan kamu dengan dokter itu?" Aku sudah menduganya umi akan menanyakan apa hubunganku dengan Robi. "Bagaimana kalian bisa kenal?"

"Robi itu kakak sepupunya Yumna, umi. Aku mengenalnya sekitar satu bulan yang lalu. Dan kami berteman," jelasku.

Umi mengangguk. "Bagaimana dengan Radit? Mengapa Radit baik sekali dengan keluarga kita?" tanya umi lagi.

Jika diingat-ingat lagi, aku belum pernah menceritakan soal Radit yang melamar diriku sewaktu aku masih berada di luar negeri. Aku memang sengaja merahasiakannya dari umi, karena aku pikir, tidak perlu untuk diceritakan terlebih lagi aku menolaknya.

Aku melihat umi yang sedang menunggu jawaban dariku. "Sebenarnya, Radit pernah melamar aku saat masih di Amerika," jawabku. Umi terlihat terkejut. "tapi, aku menolaknya."

"Kenapa? Kamu masih berharap pada Ramdan?"

Aku langsung terdiam.

Umi menggenggam lenganku. "Nak, umi tidak membenci Ramdan karena kejadian waktu itu. Hanya saja, sebagai orang tua, umi tidak ingin anaknya bersedih lagi. Umi takut, kalau kamu kembali bersama Ramdan, luka lama akan terbuka, dan kejadian lama akan terulang kembali. Umi tidak menginginkan hal itu terjadi lagi untuk kedua kalinya, Rahma."

"Tapi, jika memang kebahagiaan kamu di Ramdan, umi tidak bisa berbuat apa-apa, itu hak kamu dalam memilih pasangan hidup kamu. Umi dan Abi hanya ingin lihat kamu bahagia, itu saja. Jadi, berbahagialah atas pilihan kamu, ya?" kata umi.

Aku menahan diriku untuk tidak menangis di hadapan umi. Aku terharu dengan perkataan umi. Aku juga ingin bahagia, namun aku belum tahu kebahagiaanku dengan siapa, tapi yang pasti, dengan seseorang yang tepat. Aku juga tidak ingin terburu-buru dalam menentukan pilihanku. Karena pasti akan ada kejutan di setiap langkahku dalam mengambil sebuah keputusan.

Tidak terasa subuh telah tiba. Aku mendengar suara adzan subuh dari dalam ruangan. "Kamu pergi shalat terlebih dulu, setelah itu umi." kata umi. Aku mengangguk dan keluar dari ruangan.

Aku berdiri di depan lift untuk turun ke lantai satu, letak masjid berada. Pintu lift terbuka, aku melihat sosok Robi yang sudah berganti pakaian dan terlihat lelah sekali sedang menatap layar handphone miliknya. Aku pun masuk ke dalam.

Aku sudah berada di dalam lift, pintu lift pun tertutup. Robi masih menatap layar handphone miliknya, belum menyadari keberadaan aku yang berdiri di sebelahnya. Di dalam lift, kami tidak berdua. Ada orang selain kami.

Pintu lift terbuka, namun bukan di lantai satu, melainkan lantai tiga. Tiga orang keluar dari dalam lift, kemudian pintu tertutup setelah ketiganya pergi. Tinggal lah kami berdua di dalam lift.

Bersanding Denganmu 2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang