Bagian 18. Orang Lama

261 14 1
                                    

Lima bulan telah berlalu. Aku telah berhenti dari tempat kerjaku yang lama, dan Alhamdulillah sekarang aku sudah mendapat kerjaan di tempat yang baru, sudah kujalani selama tiga bulan. Selama lima bulan itu, aku sudah tidak lagi berkomunikasi dengan Radit karena posisiku yang sudah keluar dari perusahaan dan dia sibuk kerja, bahkan dipindah tugaskan ke luar kota. Kemudian, aku juga sudah tidak ada lagi komunikasi bahkan tidak lagi bertemu dengan pak Ramdan. Kami berdua sudah berdamai dengan masa lalu kami berdua. Sedangkan dokter Robi, aku tidak tahu harus mengatakan apa tentang dia.

Hampir setengah tahun, setelah dia berjanji akan datang melamar setelah semua urusannya dengan masa lalunya telah selesai, dia tidak ada kabar. Kami tidak lagi berkomunikasi atau bertemu untuk membahas masalahnya. Ya, aku tahu tugas dia sebagai dokter yang merawat pasien sakit, pasti membuatnya sangat sibuk. Tetapi, sesibuk-sibuknya dia setidaknya pasti akan memberi kabar, bukan? Aku merasa telah diberi harapan palsu dan janjinya tersebut hanyalah sebuah janji manis.

Baik abi ataupun umi, tidak ada yang bertanya tentang keseriusan dokter Robi mengenai janjinya itu. Aku pun tidak pernah membahasnya.

"Rahma."

Panggilan seseorang membuat aku tersadar dari lamunan. Aku melihat seseorang telah berdiri di samping meja kerjaku.

"Iya, pak Adnan."

"Saya telah kirim laporan keuangan perusahaan ke e-mail kamu. Tolong kamu periksa sekali lagi, ya?" ucapnya. "Soalnya saya ada rapat di luar bersama klien."

"Baik, pak. Akan saya periksa sekarang."

"Makasih, ya."

Pak Adnan yang baru saja ingin meninggalkan meja kerjaku pun berbalik badan lagi ke arahku. Sepertinya ada yang ingin dia tambahkan.

"Tolong nanti kamu cetak ya, terus letakan saja di meja saya. Oh iya, kalau ada kesalahan, tolong kamu tandai saja. Nanti biar saya yang memperbaikinya," katanya.

"Baik, pak."

"Sekali lagi, makasih, ya?"

"Iya, pak."

***

Sepulang kerja, aku mampir ke rumah kak Zaki. Kata kak Zaki, ada yang ingin dia bicarakan. Setelah menerima pesan dari kak Zaki sore tadi, aku langsung menelepon Yumna untuk bertanya apa yang ingin dibahas oleh kak Zaki. Yumna tidak memberitahu, dia hanya memintaku untuk datang saja ke rumah saat pulang kerja nanti. Alhasil, aku saat ini telah berada di rumah kak Zaki, tepatnya di ruang tamu bersama dengan kak Zaki dan Yumna. Di meja sudah tersedia secangkir teh hangat dan cemilan untukku, kak Zaki, dan Yumna.

"Apakah sebaiknya kita makan malam dulu, mas? Kasihan Rahma, dia pasti lapar karena baru saja pulang dari tempat kerjanya," ucap Yumna.

"Kamu mau makan malam dulu, Rahma?" Kak Zaki bertanya pada diriku.

Aku menggeleng. "Kak Zaki bisa lanjut ke inti pembicaraan saja," kataku.

Kak Zaki mengangguk. "Tadi kakak ketemu sama Robi," katanya.

Aku terkejut mendengar kak Zaki yang bertemu dengan dokter Robi. Lalu, aku beralih melihat ke arah Yumna. Dia hanya bisa terdiam. Bagaimanapun, dokter Robi masih saudaranya Yumna, meskipun saudara jauh. Pasti Yumna merasa tidak enak hati denganku dan keluargaku yang secara tak sengaja mengenalkan sekaligus menjodohkan aku dengan dokter Robi.

"Apa yang kak Zaki bicarakan dengan Robi?" tanyaku.

"Tentang hubungan kalian berdua selanjutnya bagaimana." Kak Zaki menghela napas berat. Dia terlihat ragu untuk memberitahu yang sebenarnya. "Kakak hanya berharap, kamu dapat bersanding dengan lelaki yang tulus mencintai kamu bukan hanya sekedar rasa penasaran dan hawa nafsu."

Bersanding Denganmu 2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang