Ternyata benar, tanpa kita sadari karena fokus menjalani hidup, dengan cepat waktu telah berlalu begitu saja. Hampir satu tahun aku menunggu tanpa kepastian, walaupun waktu itu sudah diberitahu mengenai dokter Robi. Tapi, tetap saja aku butuh penjelasan langsung dari orang bersangkutan. Toh, kak Zaki dan Yumna tidak memberitahu alasan yang sebenarnya. Abi dan umi pun tidak pernah membahasnya, begitu juga dengan aku.
Usia sudah memasuki 27 tahun. Tidak terasa tiga tahun lagi usiaku akan memasuki angka tiga puluh. Aku menghela napas setiap kali mengingat usiaku yang semakin lama bertambah sekaligus berkurang. Banyak orang yang tidak mengetahui tentang statusku yang sebenarnya sudah bercerai, mantan istri orang lain, alias janda. Aku juga tidak berharap orang-orang mengetahuinya, cukup Allah, aku, keluargaku, dan orang-orang terdekatku saja. Masa laluku yang aku miliki tidak cukup bagus, meskipun perpisahan kami dapat dikatakan berpisah secara baik-baik.
Ponselku yang berada di atas meja kerjaku bergetar. Aku langsung mengecek ponselku. Seketika mataku membulat sempurna. Seseorang yang selama ini aku nanti, akhirnya memberi kabar. Dokter Robi memintaku untuk menyempatkan waktuku sebentar usai aku pulang kerja nanti. Aku pun langsung melihat ke arah jam dinding, sudah pukul empat sore, yang artinya satu jam lagi waktu pulang kerja.
"Rahma," panggil mbak Sari rekan kerjaku yang satu ruangan denganku dan meja kerjanya bersebelahan denganku.
"Iya?"
"Tumben banget lihat jam, ada apa?" tanyanya.
"Enggak ada, mbak."
"Bohong. Pasti ada seseorang yang nunggu kamu, kan? Janjian sama siapa, nih? Pacar atau calon suami?" kata mbak Sari menggodaku.
"Tidak keduanya, mbak."
"Kita udah mau satu tahun, lho, saling kenal. Apa kamu masih canggung sama aku, Rahma?"
Mbak Sari adalah orang pertama yang membantu aku beradaptasi bekerja di kantor, terutama di dalam tim kami, tim keuangan di bawah pimpinan pak Adnan. Mbak Sari tiga tahun lebih tua dari aku. Orangnya sangat baik, ramah, dan tidak pelit ilmu. Kalau aku melakukan kesalahan atau ada yang aku tidak ketahui, pasti mbak Sari membantu aku, ya, walaupun membantunya ketika dia sedang senggang. Tapi, mbak Sari ini memang senior aku yang paling baik di antara yang lainnya.
"Enggak, kok. Bukannya karena aku merasa canggung, mbak, tapi nanti jadi panjang lah kalau aku ceritain." kataku.
"Oke. Aku anggap kamu belum siap cerita ke aku. Nggak apa-apa, it's fine."
"Jangan marah, mbak," ucapku ketika melihat mbak Sari cemberut.
"Aku nggak marah. Aku cuma ngambek, Rahma."
"Sebagai gantinya, nanti aku traktir, deh."
"Benar, nih?"
"Iya. Tapi kalau sudah gajian," kataku sambil terkekeh.
Mbak Sari tertawa renyah. "Suka-suka kamu aja, deh. Yang penting traktirannya beneran, ya!"
"Iya."
***
Akhirnya jam kerjaku telah selesai. Aku pamit ke mbak Sari yang sedang bersiap-siap pulang, dan ke beberapa rekan kerjaku yang lembur. Aku masuk ke dalam lift yang ternyata sudah penuh, namun untungnya masih bisa menampungku seorang. Lift turun ke lantai satu, aku keluar dari sana dan berjalan ke arah pintu luar gedung. Di sana aku melihat sosok yang familiar. Dokter Robi telah menungguku di luar kantor. Aku tidak menduga dokter Robi akan datang menjemput. Lalu, yang membuatku bingung adalah dari mana dia tahu tempat aku bekerja?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersanding Denganmu 2 ✔
Romance(PUBLIKASI ULANG/NEW VERSION) Ini lanjutan kisahku yang sempat terhenti. Setelah sekian lama aku tidak bertemu denganmu, mengapa takdir mempertemukan kita kembali? Aku berharap. Kisah lamaku dan hatiku untukmu sudah terhenti sejak itu, sejak kita me...