Savana bisa mengatasi perasaannya setelah semalam, lebih karena perhatiannya teralihkan pada kunjungan ke rumah Nola. Keberadaan orang lain yang dia percaya selalu menjadi bantuan terbaik untuk Savana bisa mengendalikan emosi."Siapa?" tanya Nola ketika Savana sedang membalas pesan dari Dazel.
"Dazel."
"Ngapain?"
"Tanya aja gue udah balik apa belum."
"Mau ngajakin jalan?"
"Enggak kok."
Nola menanggapi dengan gumam pelan. Dia tampak tidak berniat untuk membahas tentang itu lebih jauh. Mereka diantar oleh Nathan ke rumah tinggalnya sebelum pemuda itu berpamitan untuk pulang. Nola akan menginap di tempatnya malam ini.
"Lo nggak kencan?"
Gadis itu hanya berdecak pelan. "Besok juga bisa," sahut Nola, meletakkan cooler box di dapur dan membukanya. "Ini sisa frozen food-nya gue taruh freezer ya, Sa?"
"Okay," jawab Savana sembari beranjak ke kamar. "Gue mandi dulu, ya."
"Iya sana!"
Nola mengambil minum dari lemari es dan duduk di sofa sembari menyalakan TV sementara Savana turun lagi ke bawah dan melangkah ke kamar mandi. Dia sudah tidak tahan berlama-lama tidak tersentuh air sejak kemarin.
Dia segera membersihkan diri, sejenak menangkan pikiran tentang Dazel dan sesal yang memberati angan setelah semalam. Kenapa gue ngelakuin itu?
Ketika dia akhirnya keluar dari kamar mandi, dilihatnya Nola sedang duduk di sofa sambil meneguk minuman. Savana pun melangkah mendekat dan duduk di sebelahnya dengan handuk yang masih menangkup kepala.
"Lo nggak mandi sekalian, La?"
"Ntar aja. Kan tadi balik dari camp juga gue udah langsung mandi."
"Iya juga."
Savana melepaskan handuk yang melilit kepala dan mengusapkan pelan pada bagian rambut yang masih basah. Dia lalu menangkap tatapan Nola padanya.
"Kenapa?"
Nola menatap terdiam lalu menarik napas pelan. "Lo kenapa nggak pernah cerita ke gue sih, Sa?"
"Soal?"
"Gue pernah tanya apa lo nggak ada perasaan ke Dazel, dan lo jawab enggak. Tapi satu pertanyaan dari Hardian, lo langsung bisa jawab iya."
Perkataan Nola sama seperti apa yang diucapkan Dazel semalam. "Sorry, La."
"Gue cuma nggak bayangin aja gimana rasanya nyimpen perasaan ke orang yang kita sayang sampai selama itu."
Jika itu bukan suatu bentuk kebodohan, entah sebutan apa yang lebih pantas ditujukan untuknya sekarang.
"Gue bodoh ya, La."
"I didn't say that you're stupid. But you hurting yourself for sure," jawab Nola. "Gue nggak bisa nge-judge gimana cara lo suka sama Dazel, Sa. Itu hak lo."
Savana mengangguk samar.
"Gue sendiri nggak ngerti kenapa semalem gue bilang gitu ke Dazel."
"Sa,"
"Gue udah janji buat nyimpen ini sendiri, La. Gue nggak ada niatan buat bilang apa-apa ke Dazel ... gue yakin gue bisa lupain perasaan gue setelah ini. Gue nggak pengen bikin hubungan kita jadi awkward, lo pasti ngerti. Gue juga nggak berharap lebih soal Dazel, La, karena lo sendiri tau kan dia trauma berat setelah putus sama pacarnya dulu. Gue cuma berharap dia sembuh dari trauma dia ... kayak sekarang. Cuma itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Star and Savannah
General Fiction"Dia suka savana. Denotatively, haha...bukan gue," monolog si gadis, Savana, yang selalu menyukai bintang dalam gelap langit malam dan si pemilik nama dengan makna yang sama: Alterio Dazel Wirendra. Empat tahun pertemanannya dengan Dazel, Savana ham...