"Apa ada ... cowok yang lo suka selama ini?"Pertanyaan itu terlontar tanpa diduga oleh Dazel. Dia pun melihat Savana sama kagetnya mendengar itu, sementara anak-anak lain memandang setengah penasaran pada Savana dan Hardian bergantian, terutama mereka yang tidak pernah tahu bahwa Hardian pernah mencoba dekat dengan gadis itu.
"Gue nggak minta nama kok, Sa. Kan jawabannya cuma antara 'iya' sama 'enggak'," Hardian meneruskan.
Dazel kembali mengarahkan tatapan pada Savana ketika gadis itu akhirnya mengangguk. "Ada."
Tanpa sadar Dazel menahan napas. Savana tampak tidak nyaman untuk menjawab pertanyaan itu, tapi dia bisa melihat Savana jujur dengan jawabannya. Dan entah bagaimana hal itu membuat Dazel merasakan sentakan halus dalam perut.
"Wah ... Sa, kaget gue," ujar Luki, mengulas tawa pelan. "Kirain diem-diem aja emang nggak minat pacaran. Taunya punya cengcengan."
Savana tersenyum menanggapi ucapan Luki. "Kan nggak perlu juga ngomong ke elo, Ki."
"Bener juga, lo kan tukang heboh," Randy menimpali.
Sementara yang lain akhirnya kembali cair dalam gurau, Dazel masih tidak bisa menepis tentang kenyataan bahwa Savana merahasiakan hal itu bahkan darinya selama ini ketika Dazel menganggap mereka telah berteman dekat. Dia seketika merasa tidak cukup dipercaya sebagai seorang teman.
Siapa, Sa? Kenapa gue nggak pernah tau?
Pikiran itu menganggunya hingga mereka akhirnya menutup permainan dan beberapa pergi ke toilet sementara yang lain mencoba melihat kerumunan di ujung lain perkemahan itu setelah terdengar sayup-sayup nyanyian diiringi gitar dan riuh tepuk tangan.
Dazel memilih untuk membereskan beberapa barang sambil berjaga di camp mereka dan menunggu teman-temannya kembali.
"Sa, sorry ya soal tadi."
Savana berpaling pada Hardian yang tiba-tiba muncul di belakangnya ketika dia sedang menunggu Nola dan Mima di depan toilet.
Kemunculan Hardian membuatnya tersentak pelan. "Oh, ngagetin aja lo, Ian."
"Hehe ... sorry nggak maksud," kata Hardian, tersenyum. "Maaf ya, Sa, pertanyaan gue tadi mungkin nggak nyaman buat lo."
"It's okay, Ian. Nggak papa kok," jawab Savana, meski jujur dia masih terkejut dengan pertanyaan Hardian tadi.
"Gue udah lama mikir soal itu, honestly," lanjut pemuda itu, pelan mengusap tengkuknya sendiri.
"Tentang?" sahut Savana tak mengerti.
"Lo suka sama seseorang. Tepatnya sejak lo nolak gue waktu itu, Sa ... dan ngehindarin gue."
"Maksud—"
"Lo nggak bisa lihat gue lebih dari temen karena udah ada orang lain yang lo suka. Bener kan, Sa?"
Savana terhenyak. Apa itu berarti Hardian menyadarinya sejak lama? Selama ini?
"Dan gue pikir gue tau siapa orangnya."
Ludahnya tertelan cepat menatap senyum samar di wajah Hardian. Ini sudah tidak lucu. Savana bahkan tidak berpikir bisa tersenyum sekarang, tapi dia pun memaksakannya. "Lo punya indera keenam?" Savana mencoba bergurau.
"Dia bilang ke gue lo nangis di depan dia setelah malem lo nolak gue, Sa," ujar Hardian pelan. "Dia bahkan curiga gue ngelakuin yang enggak-enggak ke lo, karena lo sampai nangis. Kenapa, Sa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Star and Savannah
General Fiction"Dia suka savana. Denotatively, haha...bukan gue," monolog si gadis, Savana, yang selalu menyukai bintang dalam gelap langit malam dan si pemilik nama dengan makna yang sama: Alterio Dazel Wirendra. Empat tahun pertemanannya dengan Dazel, Savana ham...